harapanrakyat.com – DPR RI kini sudah menyetujui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (KIA FSHPK) menjadi undang-undang. Meski demikian ada beberapa hal yang perlu menjadi sorotan dunia usaha menyikapi regulasi tersebut.
Baca Juga : Apindo Jawa Barat Anggap Program Tabungan Perumahan Rakyat Beratkan Pengusaha dan Pekerja
RUU KIA FSHPK merupakan wujud kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia. Sehingga mempersiapkan sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan.
Dengan adanya RUU KIA FSHPK, Apindo Jawa Barat mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak. Terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Terlebih hal ini, sejalan dengan program Apindo Nasional dalam berpartisipasi menurunkan prevalensi stunting.
Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan, perlu adanya komunikasi sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha. Sehingga tetap tercipta perlindungan pekerja perempuan serta keberlangsungan dunia usaha. Demikian halnya juga mengenai cuti hamil dan melahirkan.
Ia menerangkan, RUU KIA FSHPK dapat berdampak pada produktivitas tenaga kerja, baik nasional maupun di Jawa Barat. Mengingat, Indonesia saat ini masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas. Berdasarkan Human Capital Index 2022, Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara.
Sedangkan secara nasional, berdasarkan data BPS tingkat produktivitas Jawa Barat pada 2022 sangat rendah, yakni peringkat ke-22 dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Jawa Barat juga masih rendah. Pada 2023, TPAK perempuan berada pada 47,98 persen. Hal itu pun jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 84,63 persen.
Baca Juga : Jelang Musda, HIPMI Jawa Barat Gelar Silatda di Depok
“Dengan disahkannya regulasi ini, khawatir akan memperkecil kesempatan bagi perempuan untuk bekerja. Karena dapat menurunkan tingkat produktivitas pada perusahaan,” ujarnya, Sabtu (8/6/2024).
RUU KIA FSHPK Berpotensi Tambah Beban Baru Dunia Usaha
Oleh karena itu, Ning Wahyu menuturkan pengusaha memerlukan kejelasan mengenai indikator kondisi khusus yang tertera pada regulasi tersebut. Sehingga penerapannya tidak multitafsir termasuk pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi ibu hamil atau melahirkan.
Selain itu, RUU KIA FSHPK ini berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha, khususnya yang masih dalam skala kecil. Karena perusahaan wajib membayarkan gaji pekerja yang cuti hamil secara penuh di empat bulan pertama. Kemudian 75 persen gaji untuk bulan kelima dan keenam.
“Selain itu, perusahaan mungkin perlu merekrut dan melatih pekerja baru. Untuk menggantikan pekerja yang sedang cuti, yang dapat menimbulkan biaya tambahan. Itulah yang perlu menjadi perhatian dunia usaha menyikapi pengesahan RUU KIA FSHPK ini,” ucapnya. (Rio/R13/HR Online/Editor-Ecep)