Rabu, April 16, 2025
BerandaBerita TerbaruSejarah Tionghoa di Indonesia, Kedatangan, Konflik hingga Hubungan

Sejarah Tionghoa di Indonesia, Kedatangan, Konflik hingga Hubungan

Sejarah Tionghoa di Indonesia masih melekat dalam ingatan sebagian orang. Orang Cina sendiri masuk ke tanah air bukan tanpa alasan. Masyarakat Cina awalnya hanya ingin bermigrasi sembari berdagang sekitar abad ke-16 hingga 19.

Baca juga: Sejarah Peh Cun, Budaya Tionghoa dengan Makna Mendalam

Indonesia pun menjadi salah satu negara tujuan. Dengan rencana hanya ingin tinggal sementara, justru masyarakat Cina menikah dengan warga di tanah air hingga menetap. Hal inilah yang membuat etnis Cina tersebar secara luas di tanah air.

Sejarah Tionghoa di Indonesia Sejak Awal Kedatangannya

Cina sebenarnya sudah memasuki Asia Tenggara di abad ke-11 sebagai pedagang. Namun seiring berjalannya waktu, mereka justru menetap dan bahkan jadi penduduk tetap di sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Prosesnya belum ada gambaran jelas. Namun jauh sebelum Belanda menguasai Indonesia pada 1619, masyarakat Cina sudah ada di Banten dan luar Jawa.

Hal ini sesuai dengan jurnal sejarah yang judulnya Kehidupan Sosial Budaya Tionghoa di Batavia 1900-an-1930-an. Dalam jurnal tersebut, Wildan Sena Utama menyebut bahwa kedatangan orang Cina ke tanah air sudah lama dan mendahului orang Belanda.

Lalu di jurnal Wildan (2012:20), Groeneveltdt menyebut bahwa orang Cina sudah berada di nusantara sejak tahun 400-an. Kala itu dalam sejarah mencatat masyarakat Tionghoa tengah bermigrasi di Indonesia yang sebagian besar asalnya dari Fukien dan Kwangtung.

Umur masyarakat yang bermigrasi saat itu antara 20 hingga 45 tahun dengan dua pola yakni huagong dan huashang. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Mona Lohanda dalam buku yang judulnya Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007: 42-43).

Baca juga: Phoa Keng Hek, Tionghoa Pendiri ITB yang Terlupakan Sejarah

Untuk migrasi huagong sendiri karena kebijakan kolonial yang memerlukan banyak tenaga untuk membangun emporium wilayah timur. Sementara untuk pola migrasi huashang ialah mengikuti perdagangan maritim.

Pada akhirnya di abad ke-20, setidaknya 14-15 juta masyarakat Cina sudah meninggalkan negaranya. Di nusantara, masyarakat Cina paling banyak berada di Jakarta, Semarang dan Pantai Pesisir Utara Jawa.

Kebiasaan Positif Orang Cina

Dalam sejarah menyebut bahwa selama berada di Indonesia, masyarakat Tionghoa memiliki banyak kebiasaan positif. Adapun salah satunya yaitu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk beramal.

Dalam kebiasaan positif tersebut, Wildan (2012: 26) menjelaskan bahwa masyarakat Cina mempunyai dua jenis kegiatan berderma. Pertama ialah berderma untuk membantu kegiatan sosial dan yang kedua yakni menunjang organisasi, institusi, hingga perkumpulan.

Karena kebiasaan positif tersebut, ada dampak baik yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Salah satunya yaitu membangun jaringan antar warga peranakan sampai membangun organisasi perkumpulan.

Kebiasaan Negatif Orang Cina

Selain memiliki kebiasaan positif, orang Cina juga memperlihatkan pola hidup yang negatif. Salah satunya ialah sering memasok opium.

Sesuai dengan penjelasan Wildan (2012: 28), kebiasaan buruk dalam sejarah tersebut karena orang Tionghoa cabang atas sering bertugas untuk mengurus perdagangan opium di Pulau Jawa, Indonesia. Bukan hanya itu, orang Cina ini juga mengurus impor opium dari Pulau Jawa ke daerah-daerah yang ada di Asia Tenggara.

Daerah tersebut seperti halnya Indochina, Siam, Singapura, hingga Malaya. Bahkan tak sedikit orang Cina yang juga menjual opium dalam eceran.

Meski terlibat dalam pengurusan opium, sebagian besar orang Cina tidak menggunakannya. Justru masyarakat pribumi yang gemar memakainya.

Selain memasok opium, orang Cina juga memiliki kebiasaan buruk yakni kecanduan berjudi dengan kartu. Kala itu ada 5 jenis permainan kartu yang orang Cina lakukan untuk berjudi.

Lahirnya Sikap Anti Cina

Sejarah Tionghoa di Indonesia tak selalu mendapatkan persetujuan. Hal ini karena seiring berjalannya waktu lahirlah sikap anti Cina dari pribumi Jawa.

Peristiwa ini muncul karena sejumlah penyebab yang masih simpang-siur hingga sekarang. Ada yang menyebutnya karena orang Cina melakukan eksploitasi sumber ekonomi.

Baca juga: Tragedi Revolusi Berdarah, Kronik Gelap Etnis Tionghoa di Jawa Tahun 1945-1947

Selain itu, ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya ialah pengkhianatan dalam penentuan pajak dan politik settingan dari kolonial Inggris. Berkaitan dengan hal, Arip Permana Putra turut memberikan penjelasannya di jurnal sejarah yang berjudul Perubahan Persepsi Masyarakat Jawa Terhadap Masyarakat Cina tahun 1812.

Dari penjelasannya, ia menegaskan bahwa penyebabnya karena konflik gerbang tol. Lalu juga ada pendapat dari Peter Carey di buku yang judulnya orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825).

Peter Carey menyebut bahwa sejarah lahirnya sikap anti Tionghoa berawal saat periode pemerintahan Inggris di Pulau Jawa, Indonesia. Hal ini karena ada pertikaian yang melibatkan masyarakat Jawa dengan Cina di Yogyakarta.

Konflik Gerbang Tol di Yogyakarta

Pada Juni 1812, di Yogyakarta ada konflik gerbang tol. Lebih tepatnya masyarakat Jawa menghancurkan gerbang tol sekaligus rumah orang Cina.

Masyarakat Jawa melakukan hal tersebut sebagai bentuk perlawanan karena harus membayar pajak. Tak hanya itu, masyarakat Jawa juga melakukannya karena kerap mendapatkan tekanan dari tentara Inggris.

Tak berhenti di situ saja, masyarakat Jawa semakin bertekad untuk melakukan hal tersebut lantaran orang Cina yang namanya Tan Ji Sing kedapatan memihak Inggris. Bukti keberpihakannya diperlihatkan dengan keputusannya untuk menyewakan tol dan pasar lagi padahal pernah dihancurkan karena berlebihan dalam menarik pajak.

Berdasarkan penjelasan Peter Carey (1985: 72), gerbang tol di Jawa memberlakukan pajak bea cukai bagi pedagang Jawa dan Cina. Namun dalam pelaksanaannya, justru lebih menguntungkan masyarakat Tionghoa sebagaimana sejarah yang melegenda di Indonesia.

Mirisnya, Tan Ji Sing juga pernah terlibat dalam penyerangan Kraton pada 19-20 Juni 1812. Lalu ia juga melindungi pengawal pribadi Putera Mahkota yang membuat masyarakat Jawa semakin tidak nyaman.

Peristiwa Mengerikan pada 1960-an

Berkaitan dengan sejarah Tionghoa di Indonesia, rupanya juga singgung soal peristiwa mengerikan pada tahun 1960-an. Dengan penyebab berupa isu berbau rasisme, konflik antar ras semakin memanas.

Bahkan pada tahun 1965, ada 7 perwira bangsa yang harus gugur. Masyarakat menilai bahwa hal tersebut akibat ulah PKI.

Terkait sejarah itu, Charles A. Choppel memberikan penjelasan di buku yang judulnya Tionghoa Indonesia dalam Krisis bahwa pemimpin angkatan darat tak sabar lagi dengan kegagalan presiden untuk menyelesaikan konflik. Pada akhirnya, muncul instruksi untuk membubarkan segala bentuk kegiatan organisasi yang mengindikasi adanya Gerakan 30 September 1965/PKI.

Sikap anti Cina semakin meledak saat ada isu yang menyebut masyarakatnya mendukung peristiwa 1965 tersebut. Hal ini juga memunculkan gelombang aksi kekuatan kiri.

Dalam sejarah pun mencatat bahwa peristiwa anti Cina yang kian memanas di tahun tersebut membuat sejumlah lembaga bubar. Hal ini juga termasuk Baperki Sukabumi yang bubar pada 17 Oktober 1965.

Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) ini berafiliasi dengan PKI. Karena badan tersebut sudah bubar, maka sikap anti Cina pun menghilang.

Hubungan Cina dan Indonesia Saat Ini

Dengan sejarah kelam, rupanya hubungan Tionghoa dan Indonesia di era kini justru semakin erat. Hal ini sebagaimana penjelasan di akun Instagram @suaramerdeka.network.

Akun tersebut memperlihatkan postingan soal Menlu Cina yang menemui Joko Widodo pada 18 April 2024. Pertemuan ini untuk membahas sejumlah proyek strategis.

Hubungan bilateral yang baik antara Cina dan Indonesia juga terlihat dalam akun Instagram @kompascom. Lebih tepatnya hubungan yang terjalin di sektor pendidikan.

Baca juga: Kasus Pembantaian Tionghoa di Pangandaran yang Tak Terpecahkan

Dari uraian di atas, kini sudah bisa mengetahui bagaimana sejarah Tionghoa di Indonesia. Dulu memang banyak perselisihan. Akan tetapi, kini keduanya memiliki hubungan yang baik. (R10/HR-Online)

Pelajar Korban Ledakan Petasan

Pelajar Korban Ledakan Petasan di Kota Banjar Dapat Bantuan untuk Pengobatan dari Pemkot

harapanrakyat.com,- Wakil Wali Kota Banjar, Jawa Barat, Supriana, memberikan bantuan kepada pelajar korban ledakan petasan. Pelajar berinisial RR (10) itu mengalami luka berat pada...
Pacar Baru Vicky Prasetyo Buat Penasaran, Pilih Jaga Privasi

Pacar Baru Vicky Prasetyo Buat Penasaran, Pilih Jaga Privasi

Pacar baru Vicky Prasetyo kembali menuai atensi netizen. Ya, Vicky Prasetyo kembali mencuri perhatian publik, kali ini karena kehadiran kekasih barunya. Sosok artis yang...
Analisis Gaya Bermain Timnas Indonesia U-17 Lawan Korea Utara, Media Asing Sebut Wajar Kalah

Analisis Gaya Bermain Timnas Indonesia U-17 Lawan Korea Utara, Media Asing Sebut Wajar Kalah

Gaya bermain Timnas Indonesia U-17 melawan Korea Utara (Korut) ramai jadi sorotan media asing. Pasalnya tim anak asuhan Nova Arianto dibantai habis-habisan pada laga...
Orang Tua Siswa SMPN 1 Kawali Ciamis Dukung Aturan Larangan Bawa Kendaraan ke Sekolah

Orang Tua Siswa SMPN 1 Kawali Ciamis Dukung Aturan Larangan Bawa Kendaraan ke Sekolah

harapanrakyat.com,- Sejumlah orang tua siswa SMPN 1 Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mendukung larangan pelajar SD dan SMP membawa kendaraan bermotor roda dua maupun...
Jukir Liar Kena Sweeping Saber Pungli Kota Banjar 

Jukir Liar Kena Sweeping Saber Pungli Kota Banjar, Langsung Diberi Pembinaan 

harapanrakyat.com,- Sejumlah juru parkir (jukir) liar yang biasa memungut parkir di kawasan minimarket dan perbankan di wilayah Langensari kena sweeping tim Sapu Bersih Pungutan...
Cara Bapenda Ciamis Genjot Penerimaan PAD agar Capai Target

Cara Bapenda Ciamis Genjot Penerimaan PAD agar Target Tercapai

harapanrakyat.com,- Pemerintah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), terus berupaya menggenjot penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, dengan penerimaan PAD yang...