Sejarah Samin Surosentiko terukir sejak era penjajahan Belanda. Ia adalah salah satu pejuang yang melawan dan menentang penjajahan Hinda Belanda. Dalam perlawanan tersebut, ia sama sekali tidak melakukan kekerasan.
Baca juga: Politik Etis Belanda, Bentuk Tanggung Jawab Moral ke Pribumi
Meskipun begitu, pihak Belanda tetap menangkapnya. Bahkan pihak Belanda juga membuangnya karena alasan tertentu. Untuk mengetahui penjelasannya, langsung saja simak uraian sejarah kolonial Belanda berikut.
Sejarah Samin Surosentiko di Era Penjajahan Belanda
Pejuang ini lahir di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Blora pada tahun 1859. Ia memiliki nama asli Raden Kohar dan terkenal dengan sapaan Mbah Suro atau Samin.
Dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, ia bermatapencaharian sebagai petani. Sebagai petani, ia menentang keras segala bentuk penjajahan Belanda.
Bahkan ia membentuk perkumpulan yang berisikan petani-petani di desa dan sepakat melanggar aturan pemerintahan Belanda. Ia juga yang menjadi pelopor ajaran Samin atau Saminisme.
Bukan tanpa alasan kenapa ia menentang keras penjajahan Belanda karena memang kebijakannya tidak mendukung rakyat, khususnya petani. Belanda selalu membuat petani menderita sebagaimana sejarah Samin Surosentiko.
Bagaimana tidak, Belanda mengharuskan petani untuk membayar pajak. Di sisi lain, Belanda juga mengharuskannya untuk kerja rodi tiada henti.
Hal ini membuat kondisi perekonomian petani semakin memprihatinkan. Kondisi inilah yang membuat kelompok dengan ajaran Saminisme tersebut berani melawan penjajahan Belanda.
Penangkapan Kelompok Samin
Di tahun 1907, ada isu beredar yang menyebut kelompok Samin berencana untuk memberontak pemerintah Belanda. Belanda pun ketar-ketir dibuatnya.
Baca juga: Sejarah Bandoengsche Melk Centrale, Perusahaan Susu Paling Modern di Hindia Belanda
Semakin membuat Belanda kalang-kabut karena ternyata jumlah pengikut atau anggota yang masuk ke dalam ajaran Saminisme semakin bertambah banyak. Bahkan dalam sejarah juga mencatat Samin Surosentiko jadi Ratu Adil yang bergelar Prabu Panembahan Suryangalam pada 8 November kala itu.
Untuk mencegah pemberontakan dan kuatnya ajaran tersebut, Belanda lantas menangkap Samin beserta sejumlah pengikutnya. Dari penangkapan ini, Belanda memasukkannya ke penjara yang ada di Nusakambangan.
Setelah itu, Belanda membuangnya ke Sawahlunto. Di tempat inilah ia dan 7 pengikutnya terpaksa jadi pekerja dalam tambang batubara.
Strategi Pemberontakan Samin
Meski menghadapi kondisi yang sulit, namun ia tetap bersikukuh untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Dalam pemberontakan tersebut, ia menggunakan metode yang berbeda dari strategi ayahnya, Raden Surowijaya atau terkenal dengan nama Samin Sepuh.
Dalam sejarah, Samin Surosentiko mengajak pengikutnya untuk melakukan pengasingan ke dalam hutan. Mereka lantas menampilkan Reog Ponorogo yang kini terkenal dengan sebutan Barongan Blora.
Baca juga: Sejarah Masjid Tertua di Bandung Utara Karya Arsitek Belanda
Upaya ini mereka lakukan untuk mendapatkan massa. Hanya saja, Belanda mengetahuinya sehingga kembali menangkap mereka. Tak berhenti di situ saja, Belanda juga menyita barongannya.
Samin Surosentiko Wafat
Ia meninggal dunia ketika berada di pengasingan. Belanda kala itu mengasingkannya ke Padang, Sumatera Barat. Ia tutup usia saat tahun 1914.
Meski sudah wafat, namun perjuangannya masih terus bergelora. Hal ini karena ada banyak gerakan yang meneruskan perjuangannya. Gerakan ini dipelopori oleh pengikutnya.
Gerakan Penerus Samin
Untuk meneruskan sejarah perjuangan Samin Surosentiko, pengikutnya juga menyuarakan gerakan yang sama. Salah satunya ialah Wongsorejo di Madiun, Jawa Timur.
Lalu juga ada pengikut Surohidin serta Pak Engkrak di Grobogan. Selanjutnya ada menantunya, Pak Karsiyah di Kayen, Pati.
Gerakan-gerakan ini juga tidak menaati kebijakan Belanda yang menyengsarakan rakyat. Baik itu kerja rodi, pajak, ataupun lainnya.
Bahkan juga lahir Sedulur Sikep. Sedulur Sikep ialah kelompok masyarakat yang menjalani kehidupan dengan ajaran Saminisme.
Dalam artian, kelompok tersebut mengutamakan ajaran yang berkaitan dengan pengetahuan lokal. Selain itu, kelompok dalam sejarah Samin Surosentiko ini juga kerap melakukan interaksi dengan alam.
Keteladanan Samin Surosentiko
Sosok pejuang ini memiliki keteladanan. Salah satunya yakni berjuang tanpa harus dengan kekerasan.
Dengan keteladanan tersebut, Sedulur Sikep masih kerap memperingati perjuangannya. Hal ini sebagaimana yang terlihat dalam akun media sosial Instagram @ariefrohman838.
Ada salah satu postingannya yang memperlihatkan acara brokohan atau tasyakuran peringatan 117 tahun perjuangan sang pelopor. Hal ini menandakan bahwa perjuangan dan jasanya selalu dikenang sepanjang masa.
Baca juga: Sejarah Gagal Pindahnya Ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung
Sejarah Samin Surosentiko memang menarik untuk kita ketahui secara lebih mendalam. Hal ini bisa menyadarkan kita tentang betapa gigihnya perjuangan dalam melawan penjajahan Belanda kala itu. Tanpa jasanya, Indonesia akan terus berada di tangan penjajah. (R10/HR-Online)