Pertempuran Cicadas di Bandung, Jawa Barat merupakan salah satu kisah pertempuran antara kelompok pejuang kemerdekaan melawan pasukan Sekutu dan Belanda yang ingin merebut interniran yang ditahan.
Pertempuran ini menjadi salah satu rangkaian aksi polisionil pasukan Sekutu dan Belanda selama berada di Bandung.
selain itu, pertempuran ini bisa dikatakan sebagai pertempuran yang tidak seimbang. Pasukan Sekutu yang bersenjata lengkap melawan pasukan pribumi dengan persenjataan yang serba terbatas.
Tak hanya itu, pasukan Sekutu dan Belanda juga dilengkapi oleh tank-tank berlapis baja dan pasukan elit Gurkha menggempur daerah Cicadas.
Baca Juga: Sejarah Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi, Simbol Perjuangan Lawan Pasukan Sekutu
Indonesia bersama pasukan Hizbullah nya pun menghimpun kekuatan dan menghadang pasukan Sekutu dan Belanda yang ingin menguasai kawasan Cicadas tersebut.
Melalui berbagai sumber yang telah ditemukan, tulisan ini akan mengulas tentang sejarah Pertempuran Cicadas , kisah perlawanan pasukan Hizbullah melawan Sekutu.
Inilah Sejarah Pertempuran Cicadas
Mengutip dari “Peranan Desa Dalam Perjuangan Kemerdekaan Studi Kasus Keterlibatan Beberapa Desa Di Daerah Bandung Dan Sekitarnya 1945 1949” (1995), Pertempuran Cicadas diawali dengan pengeboman oleh pasukan Sekutu pada tanggal 14 Desember 1945 dengan menggunakan pesawat-pesawat terbangnya.
Pertempuran di wilayah Cicadas kembali terjadi pada 21 Desember 1945 pukul 05.00 pagi. Pertempuran bermula dari penyerbuan markas pasukan Indonesia oleh pasukan Gurkha dari pihak Sekutu.
Tentu saja penyerbuan tersebut mendapatkan perlawanan yang hebat dari para pejuang Indonesia. Selama kurang lebih 3 jam pertempuran terjadi dan membuat pasukan Gurkha terdesak.
Melihat gelagat pertempuran yang semakin tidak menguntungkan, pasukan Gurkha pun meminta bantuan kepada Sekutu.
Tak lama kemudian, tepatnya pada pukul 09.00, wilayah Cicadas pun dibombardir habis oleh pesawat Sekutu. Sekitar 15 bom dijatuhkan dan membuat korban berjatuhan, baik para pejuang Indonesia maupun pasukan Gurkha.
Perlawanan Pasukan Hizbullah
Pertempuran Cicadas menjadi salah satu medan pertempuran yang berat bagi pasukan Indonesia terutama kelompok Hizbullah.
Laskar Hizbullah ini memang menjadikan wilayah Cicadas sebagai salah satu pusat kekuatan militer yang ada di Bandung.
Inilah yang membuat Sekutu dan Belanda memiliki hasrat untuk melakukan pengeboman secara brutal. Memang laskar Hizbullah ini nampak tak berbeda dibanding pasukan lainnya, namun bagi Sekutu dan Belanda justru kelompok inilah yang paling berbahaya.
Bagi Sekutu dan Belanda, kelompok Hizbullah ini sebagai kelompok-kelompok ekstrimis yang paling gencar dalam melakukan perlawanan.
Tak hanya itu, sejarah panjang perlawanan di Nusantara yang berbasiskan agama memang seringkali membuat Belanda sangat kerepotan.
Apalagi, jika yang dihadapi merupakan pasukan dengan pemimpin ekstrimisnya yang memiliki kekuatan terbesar di Bandung kala itu.
Peperangan Menegakkan Agama Islam
Para pasukan Hizbullah ini memahami bahwa peperangan yang mereka lakukan tidak hanya sekedar peperangan biasa, melainkan juga perjuangan dalam menegakkan agama Islam. Karena hal itu pula, pertempuran di Cicadas berlangsung sengit.
Keyakinan akan agama yang membuat Hizbullah tumbuh menjadi laskar yang sulit diberantas, selain dari faktor-faktor strategi lainnya.
Mengutip dari “Seksi Sejarah Mutakhir: Volume 2” (1982), Salah satu tokoh kharismatik yang memimpin pasukan Hizbullah di wilayah Cicadas ini adalah Aminuddin Hamzah. Melalui arahan dari Aminuddin Hamzah inilah Hizbullah bertempur di berbagai front yang ada di kawasan Bandung.
Selain Aminuddin Hamzah, sebenarnya terdapat tokoh lain yang juga memimpin Hizbullah, yaitu Husiansyah.
Meskipun, pada awal pembentukan Hizbullah hanya berperan sebagai cadangan bagi PETA, namun nyatanya setelah Indonesia merdeka, Hizbullah lah yang menjadi pendukung dari TKR yang sudah berdiri.
Hizbullah memang hanyalah sebuah pasukan cadangan, namun latihan yang diberikan oleh Jepang membuatnya tumbuh menjadi salah satu pasukan yang patut diperhitungkan, apalagi setelah Jepang menyerah, mereka juga turut menjadi pihak yang melucuti tentara Jepang.
Di kawasan Cicadas, Hizbullah berusaha menggalang kekuatan terutama untuk mendukung front pertempuran yang ada di Bandung.
Dampak Pertempuran
Mengutip dari “Bandung 1945-1946” (2019), bombardir yang dilakukan pihak Sekutu sebenarnya tak hanya menyasar markas para pejuang, melainkan rumah warga hingga pasar-pasar.
Salah satu contohnya adalah tampak dua lubang besar di tengah-tengah pasar Cicadas. Lubang tersebut berkisar memiliki diameter 15 meter dengan kedalaman 4 meter.
Kawasan pasar dan rumah-rumah di sekitarnya pun terbakar habis hingga menjadi abu. Kurang lebih ada sekitar 350 rumah dan toko hancur. Korban pun berjatuhan dari para pejuang Indonesia dan masyarakat sipil.
Tak hanya itu, orang-orang sakit yang ada sebelumnya terpaksa dipindahkan ke Cicaheum dan anak-anak yatim dibawa ke rumah penjara Sukamiskin.
Kerusakan yang terjadi di kawasan Cicadas akibat pertempuran, sebenarnya merupakan dampak dari dijatuhkannya bom oleh Sekutu secara berulang-ulang. Alhasil kerusakan yang dihasilkan cukup parah.
Tindakan yang dilakukan oleh Sekutu ini sebenarnya mendapatkan reaksi protes dari Walikota Bandung yang kala itu merangkap menjadi Ketua KNI Bandung, Samsuridzal. Ia memberikan pidato kritikan mengenai sikap yang diambil oleh Sekutu ini.
Melalui pidatonya tersebut, Samsuridzal mempertanyakan sikap yang diambil oleh Sekutu ini. Ia menganggap bahwa sikap yang diambil oleh Sekutu ini telah melenceng dari tujuan awal kedatangannya.
Baca Juga: Profil Erna Djajadiningrat, Pejuang Perempuan Penerima Bintang Gerilya dari Divisi Siliwangi
Meskipun mendapatkan kritikan keras, nyatanya Sekutu justru seolah-olah mengelak tuduhan tersebut. Sambil terus melakukan komunikasi intens, namun tetap melanjutkan pertempuran, seperti halnya pertempuran di Cicadas. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)