Sejarah Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi merupakan sebuah simbol bagi perjuangan rakyat Bekasi dalam mempertahankan Bekasi dari pendudukan tentara Sekutu.
Pasca kemerdekaan, rakyat Indonesia tidak serta merta lepas dari cengkraman Belanda bersama pasukan Sekutu.
Belanda menganggap Indonesia yang waktu itu sudah merdeka masih menjadi hak milik dari Belanda. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk menguasai kembali wilayah ini mulai dilakukan.
Wilayah Bekasi yang merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat menjadi tempat terjadinya konflik antara Sekutu dan para pejuang RI.
Melalui berbagai sumber yang telah ditemukan, tulisan ini akan mengulas tentang sejarah Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi, simbol perjuangan rakyat Bekasi melawan pasukan Sekutu.
Sejarah Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi dan Kisah Kedatangan Sekutu ke Bekasi
Bagi pemerintah Belanda, kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung bukanlah sebuah kemerdekaan yang sah. Mereka masih meyakini bahwa wilayah Indonesia masih menjadi wilayah jajahan yang layak untuk dipertahankan.
Keyakinan ini berasal dari hasil keputusan dari Perang Dunia II yang mewajibkan negara-negara yang kalah perang untuk mengembalikan wilayah jajahan mereka.
Menindaklanjuti hal tersebut tepat pada bulan September 1945, pasukan Sekutu yang awalnya berada di Jakarta mulai memasuki Kota Bekasi.
Keterlibatan Sekutu dalam pertempuran melawan pejuang di Indonesia termasuk Kota Bekasi sebenarnya tidaklah terlalu menguntungkan bagi pihak Sekutu.
Mengutip dari “Melewati Batas: Kekerasan Ekstrem Belanda dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949” (2023), bagi Sekutu atau Inggris misi mereka ke Indonesia adalah masalah kelangsungan hidup. Mereka juga berusaha mengambil risiko sesedikit mungkin dalam konflik yang bukan milik mereka.
Namun, karena hasil dari perjanjian yang harus dilaksanakan, maka Sekutu memiliki kewajiban untuk menyelesaikan sisa konflik Perang Dunia II.
Tak hanya itu, Sekutu juga membawa para pasukan Belanda yang dinamakan dengan serdadu NICA. Memasuki bulan Oktober 1945, iring-iringan kendaraan Sekutu, baik truk hingga kendaraan lapis baja.
Pada bulan November 1945, pasukan Sekutu bersama Nica melakukan serangan ke desa Jakasampurna dari arah Pondok Gede. Pertempuran ini meluas di Cikunir, Kampung Dua hingga Kranji.
Bekasi kala itu digempur oleh pasukan Sekutu dari berbagai arah, baik Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Tak hanya itu, wilayah pertahanan Indonesia pun digempur oleh senjata-senjata berat dan roket dari udara.
Penyerangan pasukan Sekutu pun berlanjut pada awal tahun 1946. Pasukan Sekutu melancarkan serangan ke area alun-alun Kota Bekasi. Serangan yang dilakukan oleh pasukan Sekutu ini agaknya bisa dibilang cukup berhasil.
Baca Juga: Profil Erna Djajadiningrat, Pejuang Perempuan Penerima Bintang Gerilya dari Divisi Siliwangi
Pasalnya, para pejuang kemerdekaan terbukti berhasil dipojokkan melalui serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan Sekutu.
Kisah Heroik Rakyat Bekasi Melawan Sekutu
Serangan yang dilakukan oleh pasukan Sekutu bersama NICA tentu mendapatkan perlawanan dari pasukan Indonesia.
Para pejuang yang terdiri dari kesatuan pencak silat dari Subang bersama dengan para TKR melakukan berbagai upaya untuk menghadang pasukan Sekutu.
Upaya-upaya yang dilakukan ini seperti membentuk barikade hingga menutup akses jalan kereta api yang bisa digunakan sebagai jalur akses menuju wilayah Bekasi dan Jawa Barat lainnya.
Mereka juga membawa berbagai alat seperti golok, keris, hingga bambu runcing. Bersama dengan teriakan “Allahu Akbar” mereka menyerbu pasukan Sekutu yang datang.
Memang, pertempuran ini bisa dikatakan tidaklah seimbang, apalagi jika dibandingkan dengan peralatan modern yang dimiliki Sekutu, senjata para pejuang ini sangatlah jauh.
Namun, berkat kelihaian para pejuang kemerdekaan, terutama mereka yang berasal dari perguruan pencak silat, tubuh-tubuh pasukan Sekutu banyak yang terluka.
Sejak awal, memang pertempuran yang terjadi tidaklah seimbang. Hal ini menyebabkan para pejuang kemerdekaan terpaksa mundur secara perlahan.
Jembatan-jembatan pun mulai dihancurkan agar pasukan Sekutu mengalami kesulitan untuk memobilisasi pasukannya. Langkah ini dilakukan para pejuang kemerdekaan untuk menghambat pasukan Sekutu yang menggunakan kendaraan berlapis baja sebagai pendukungnya.
Pasukan kemerdekaan saat itu memilih mundur. Namun para pejuang kemerdekaan tetap memberikan perlawanan dengan membentuk pertahanan di sepanjang Kali Bekasi sebelah Timur.
Mengutip dari “Pengabdian Kodam V/Jaya Dalam Tiga Dasa Warsa” (1979), pertempuran di Bekasi ini terus berlanjut bahkan hingga tahun 1949. Alhasil, Bekasi dijuluki sebagai “Kota Patriot” karena pertempuran dan perjuangan yang dilakukan dalam merebut kemerdekaan.
Pembangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi
Mengutip dari “Monumen-Monumen Perjuangan Daerah Jawa Barat” (1987), dalam rangka mengenang pertempuran yang terjadi di sekitar alun-alun Bekasi, Pemerintah Daerah Bekasi membangun sebuah monumen.
Monumen yang dinamakan sebagai Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi ini berbentuk persegi lima yang dibuat dari batu bata dengan tinggi 5,08 meter, dikelilingi oleh pagar tembok setinggi 1 meter dan lebar 3 meter.
Monumen ini diresmikan bersamaan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi RI X pada tahun 1955 dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.
Baca Juga: Sejarah Boven Digoel, Penjara Tokoh Pergerakan Era Penjajahan Belanda
Bangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi ini mungkin menjadi salah satu dari sekian banyak monumen yang menggambarkan perjuangan rakyat Bekasi dalam melawan penjajah.
Apalagi wilayah Bekasi menjadi salah satu medan pertempuran yang cukup sering mengalami konflik dengan tentara Sekutu dan NICA.
Monumen ini mengingatkan kembali bagaimana perjuangan terhadap penjajahan tidak dilakukan dengan mudah, melainkan dengan perjuangan dan tumpah darah. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)