harapanrakyat.com,- Bencana serentak seperti banjir dan longsor melanda beberapa daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam beberapa bulan terakhir. Tentu, peristiwa ini menjadi pengingat keras akan ancaman ekologis yang semakin nyata.
Menurut Mustam Arif, Direktur Eksekutif Jurnal Celebes, fenomena bencana serentak di Sulsel bukan sekadar anomali cuaca. Melainkan, dampak dari degradasi lingkungan dan perubahan iklim yang patut mendapat perhatian.
“Kita memasuki era bencana rutin,” tegas Mustam, Sabtu (5/5/2024).
Mustam melanjutkan bencana tersebut adalah dampak dari rusaknya lingkungan dan perubahan iklim. Dampaknya adalah bencana rutin dan serentak seperti yang terjadi di Sulsel.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel menunjukkan bahwa sejumlah kabupaten/kota di wilayah tersebut rawan bencana terutama banjir dan longsor.
Namun, Mustam mengkritik respons pemerintah yang selama ini terkesan reaktif, berfokus pada tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana.
Mustam menyatakan, ada kecenderungan dana dan sumber daya terpusat pada respons darurat dan pemulihan, tanpa memperhatikan pentingnya pencegahan dan kesiapsiagaan. Padahal menurutnya, di tingkat hulu inilah dampak bencana bisa diminimalkan atau bahkan dicegah.
Baca juga: Angin Kencang Rusak 23 Rumah Warga di Mamuju Sulawesi Barat
Paradigma Baru Cegah Bencana Serentak di Sulsel
Mustam menekankan perlunya paradigma baru dalam penanggulangan bencana, termasuk bencana serentak di Sulsel. Dengan menyeimbangkan antara tanggap darurat dan pemulihan dengan pencegahan (mitigasi) dan kesiapsiagaan. Upaya pencegahan ini, menurutnya, harus berfokus pada pemulihan lingkungan yang terdegradasi.
Salah satu langkah krusial adalah merevisi tata ruang, khususnya terkait izin usaha pertambangan (IUP) yang banyak beroperasi di wilayah hutan. “Butuh komitmen untuk merombak tata ruang dan menata ulang izin industri, perkebunan/pertanian, real estate terutama izin industri ekstraktif berbasis lahan,” tegas Mustam.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana. Hal ini bukan hanya soal pelatihan atau pembentukan kelompok, tetapi juga membangun ketahanan masyarakat (resilience) dalam menghadapi bencana.
“Masyarakat di daerah rawan bencana membutuhkan rencana kedaruratan (contingency plan) yang memadai, serta sistem peringatan dini (early warning system) yang efektif,” jelasnya.
Bencana serentak di Sulsel menjadi alarm bahaya bagi semua pihak. Degradasi lingkungan dan perubahan iklim telah meningkatkan risiko bencana. Dengan demikian, tanpa upaya pencegahan dan kesiapsiagaan yang serius, bencana rutin ini akan terus mengancam keselamatan dan kehidupan masyarakat. (Feri Kartono/R8/HR Online/Editor Jujang)