Mohammad Hatta merupakan Wakil Presiden RI pertama yang dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Padahal jika kita telisik sejarahnya, Moh. Hatta berasal dari keluarga yang terpandang.
Baca Juga: De Waarheid, Koran Komunis Belanda yang Serang Wapres Hatta
Namun, semua itu tak membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang suka berfoya-foya. Keteladanan inilah yang membuat sosok Moh. Hatta menginspirasi banyak orang.
Tepat pada 14 Maret 1980, Mohammad Hatta menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Diketahui ia sudah sempat mendapat perawatan selama 11 hari di rumah sakit tersebut. Pada hari itu, seluruh rakyat Indonesia merasakan kesedihan yang mendalam. Sosok pahlawan proklamator tersebut pergi untuk selama-lamanya.
Merangkum dari berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas lebih mendalam mengenang wafatnya Mohammad Hatta, tanggal 14 Maret 1980 dan wasiat terakhirnya.
Mengenang Wafatnya Mohammad Hatta, Wakil Presiden RI Pertama
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902 dari pasangan Mohammad Djamil dan Sitti Saleha. Ia lahir dengan nama Mohammad Athar.
Ayahnya sendiri merupakan seorang ulama, hal inilah yang membuat Moh. Hatta sejak kecil mendapatkan lingkungan yang Islami.
Selama masa-masa perjuangannya, Moh. Hatta sudah melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, yaitu sejak ia masih berkuliah di negara Belanda.
Baca Juga: Sejarah Perhimpunan Indonesia di Belanda, Organisasi Pelopor Kemerdekaan
Mengutip dari jurnal bertema “Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman” (2010), Hatta hanya salah satu dari sedikit pemuda kala itu yang memiliki kesadaran kebangsaan Indonesia. Sebuah konsep yang masih samar-samar.
Sejak itulah, ia sepertinya ingin mengkompensasi wajahnya yang dingin dengan kacamata tebal, tubuhnya yang kecil. Serta gaya bicara yang membosankan, ia mencari kekuatan melalui tulisan. Pena adalah senjatanya untuk memerdekakan bangsanya.
Perjuangkan Nasib Bangsa Indonesia
Meskipun, bergulat dengan buku dan perpustakaan pada kesehariannya, Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta bukanlah tipikal seorang cendekiawan di menara gading.
Ia menyadari bahwa gagasan-gagasannya harus ia sebarkan. Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda kala itu menjadi tempat yang tepat.
Tak luput pula ia menerbitkan majalah Hindia Poetra yang kemudian bernama Indonesia Merdeka. Sebuah gagasan yang radikal, apalagi mengingat mereka berada di jantung kolonialisme Hindia Belanda kala itu.
Ketika pulang ke tanah air, Mohammad Hatta mulai aktif dalam dunia politik. Bersama dengan Syahrir ia mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia. Sebuah partai politik yang menekankan pada aspek pendidikan politik dan pemberdayaan rakyat terjajah.
Sejak saat itulah, Mohammad Hatta tak pernah beristirahat dalam memperjuangkan nasib bangsa Indonesia.
Mohammad Hatta Wafat
Mengutip dari “Ensiklopedia Pahlawan Nasional” (1995), Mohammad Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980. Ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.
Wakil Presiden RI pertama ini mendapat anugerah sebagai Pahlawan Proklamator melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 081/TK/Tahun 1986 tanggal 28 Oktober 1986.
Mohammad Hatta wafat pada pukul 18.56 WIB di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Selatan. Sebelumnya ia sudah mendapat perawatan di rumah sakit tersebut selama 11 hari.
Baca Juga: Prabowo Subianto Usulkan Wakil Presiden Indonesia Lebih dari Satu Orang
Sebelum menjalani perawatan, Mohammad Hatta memang sudah berulang kali masuk rumah sakit karena kesehatannya yang mulai memburuk.
Ia sudah masuk rumah sakit sebanyak enam kali, yaitu pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, 1979, dan terakhir pada tahun 1980.
Prosesi pemakaman Mohammad Hatta kala sebagai salah satu pemakaman terbesar. Jumlah orang yang melepas Wakil Presiden RI pertama itu sangat banyak.
Ribuan orang berjajar sepanjang jalan yang dilewati jenazah Mohammad Hatta untuk sampai ke tempat pemakamannya di Tanah Kusir.
Buntut massa yang hadir terlihat dari Jl Diponegoro dan kepalanya ada di Tanah Kusir. Hal inilah yang membuat prosesi pemakaman Mohammad Hatta menjadi yang berbesar kala itu.
Banyaknya jumlah orang yang menghadiri pemakaman Mohammad Hatta mengindikasikan betapa ia menjadi sosok tauladan yang dicintai oleh rakyatnya.
Sosoknya yang sederhana, bahkan dalam kesehariannya membuat jarak ia dan rakyat tak pernah jauh. Mohammad Hatta hadir dan pergi bersama dengan rakyat yang ia perjuangkan.
Wasiat Terakhir Mohammad Hatta
Sebenarnya pada masa-masa akhir Mohammad Hatta, ia masih aktif dalam dunia politik, meskipun tidak terjun secara langsung.
Tak hanya itu, setelah tak menjabat lagi sebagai Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta juga masih aktif dalam konferensi-konferensi internasional.
Pemakaman Moh. Hatta di TPU Tanah Kusir Jakarta bukanlah tanpa perdebatan. Mengingat statusnya sebagai sosok penting di Indonesia.
Namun, ada alasan lain dibalik pemilihan TPU Tanah Kusir sebagai tempat istirahat terakhir pahlawan proklamator tersebut.
Mengutip dari “Sinar Harapan Edisi 17 Maret 1980” (1980), Hasyim Ning menuturkan bahwa Mohammad Hatta tidak ingin tempat pemakamannya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Karena Taman Makam Pahlawan Kalibata merupakan tempat bagi prajurit-prajurit yang gugur, terutama dalam pertempuran fisik. Sedangkan, Mohammad Hatta lebih banyak berjuang dalam ranah politik dan diplomasi.
Ia juga menuturkan bahwa ia ingin dimakamkan di Jakarta. Karena Jakarta adalah Kota Proklamasi, dan suatu waktu kalau sudah tiba waktunya, ia ingin dimakamkan bersama dengan rakyat yang ia perjuangkan.
Memang terdapat permintaan lain dari para pemuda Minangkabau juga waktu itu. Mereka menginginkan Mohammad Hatta dikebumikan di Tanah Minangkabau.
Baca Juga: Kesederhanaan Bung Hatta dan Kisah Sepatu Impian yang Tak Terbeli
Melalui berbagai pertimbangan yang ada dan wasiat yang Mohammad Hatta sampaikan sendiri, maka memilih TPU Tanah Kusir Jakarta sebagai tempat beristirahatnya Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta untuk selamanya. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)