harapanrakyat.com – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, telah mengancam kebebasan pers. Sehingga mencederai demokrasi yang ada di Indonesia.
Baca Juga : Indeks Kebebasan Pers Jawa Barat Naik 1,49 Poin
Sebagai informasi, Bahlil Lahadalia mendatang Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu. Kedatangannya untuk melaporkan narasumber salah satu media yang mengungkap dugaan penyimpangan kebijakan pencabutan dan pemulihan ribuan izin usaha pertambangan (IUP). Bahlil melaporkan sejumlah narasumber di media tersebut dengan pasal pencemaran nama baik.
Koordinator KKJ, Erick Tanjung mengatakan, dengan adanya laporan tersebut, pihaknya menilai Bahlil Lahadalia sebagai pejabat publik yang anti kritik. Pelaporan itu telah mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan mencederai demokrasi di Indonesia.
“Kami menilai Bahlil Lahadalia sebagai pejabat publik yang anti kritik. Pelaporan itu telah mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat. Tentunya hal itu juga mencederai demokrasi di Indonesia,” kata Erick dalam keterangan resminya, Jumat (23/3/2024).
Menurutnya, ancaman kriminalisasi narasumber pemberitaan merugikan publik dan menciptakan kebuntuan dalam mencari narasumber yang valid. Tak hanya itu, kondisi tersebut akan membuat orang semakin takut menjadi narasumber karena yang dihadapi ancaman hukuman pidana maupun perdata.
“Pelaporan narasumber dari media tersebut itu mengancam kemerdekaan pers dan menjadi preseden buruk bagi demokrasi,” katanya.
Baca Juga : 40 Jurnalis Gugur dalam Perang di Gaza
Erick menuturkan, hak mencari dan mendapatkan informasi sudah tertuang dalam amanat konstitusi, baik nasional maupun internasional. Sementara terkait tindakan media yang tidak membuka identitas narasumber karena pertimbangan keamanan, tertuang dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers, lanjutnya, telah menilai liputan tersebut dan menyatakan secara prosedural serta tak melanggar kode etik.
Kebebasan Pers, Narasumber Berita Jadi Bagian Produk Jurnalistik
Sementara itu, Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin menjelaskan terkait kebebasan pers, maka narasumber berita merupakan bagian produk jurnalistik. Sehingga tidak dapat dipidana karena terlindungi Undang-undang Pers.
“Karena sesuai dengan UU Pers, jika tidak terima atas berita atau terjadi protes maka dapat menyelesaikan dengan mekanisme hak jawab dan hak koreksi. Jika belum cukup, pihak yang berkeberatan, dapat melapor ke Dewan Pers untuk penyelesaian sengketa tersebut,” katanya.
Sebelumnya, ia menyebut jika sudah ada yurisprudensi dalam kasus serupa terkait kebebasan pers. Yakni dalam putusan kasasi perkara Mohammad Amrullah yang dilaporkan perusahaan tambang pada 2016. Mahkamah Agung sudah pernah menetapkan jika narasumber berita tidak bisa terjerat pidana dengan pasal pencemaran nama baik.
“Pernyataan atau informasi narasumber dalam pemberitaan, merupakan produk Jurnalistik. Yang bertanggung jawab adalah pemimpin redaksi media pers tersebut. Maka ini, merupakan salah satu upaya dalam menjunjung kebebasan pers,” ucapnya. (Rio/R13/HR Online/Editor-Ecep)