harapanrakyat.com,- Masjid Al Amin di Dusun Karangpucung RT 10/04 Desa Jajawar, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, Jawa Barat rupanya menyimpan banyak sejarah. Masjid tersebut menjadi bagian saksi penyebaran agama islam di wilayah tersebut sejak zaman Belanda.
Baca Juga: Sejarah Masjid Tertua di Bandung Utara Karya Arsitek Belanda
Tak hanya itu, keberadaan masjid bersejarah itu juga dikuatkan dengan adanya beduk yang dibuat pada tahun 1938.
Pengurus Masjid Oban Komarudin (73) mengaku tidak mengetahui persis kapan proses pembangunan pertama Masjid Al Amin.
Namun pembangunan masjid Al Amin sudah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda. Masjid tersebut berdiri di atas tanah wakaf buyutnya yaitu KH Fakhrurrozi.
Lokasi tersebut dipilih karena berdekatan dengan sumber air yang tak pernah mengering meski musim kemarau.
“Persisnya saya kurang tahu tapi pembangunan masjid ini waktu dulu zaman Belanda,” kata Oban, Jumat (15/3/2024).
Keberadaan masjid Al Amin pada zaman dahulu digunakan oleh para tokoh untuk syiar agama islam kepada warga masyarakat.
Selain masjid Al Amin pada saat itu juga terdapat pondok pesantren Salafiyah Citamiang Al Amin yang tidak jauh dari masjid.
Saat itu santrinya mencapai sekitar seratus orang. Tetapi bangunan pondok pesantren tersebut sekarang ini sudah tidak ada lagi. Hanya masjid saja yang masih berdiri sampai sekarang ini.
“Dulu ada puluhan santri tapi kemudian redup tidak ada lagi karena ngga ada penerusnya. Pesantren ini juga didirikan oleh KH Fakhrurrozi,” ujarnya didampingi cucu pendiri Masjid Al Amin Entin Kartini.
Beduk Tua Masjid Al Amin Banjar
Sejarah berdirinya masjid Al Amin ini juga dikuatkan dengan adanya beduk berukuran cukup panjang yang dibuat pada tanggal 13-10-1938. Tulisan tersebut masih terukir di dalam kayu beduk.
Badan beduk berbahan kayu tersebut sejak dibuat pada zaman Belanda sampai sekarang kondisinya masih utuh, tidak pernah diganti. Hanya kulit beduk yang mengalami beberapa kali pergantian.
Sampai saat ini beduk tersebut masih digunakan sebagai penanda masuknya waktu sholat oleh warga masyarakat.
“Beduk itu dari tahun 1938. Kulit beduk sudah beberapa kali berganti-ganti. Tapi kalau badan beduk (kayu beduk) masih asli belum pernah diganti,” ucapnya. (Muhlisin/R9/HR-Online/Editor-Dadang)