harapanrakyat.com,- Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia menjadi panggung drama politik yang semakin memanas dengan munculnya kontroversi terkait algoritma kunci suara. Pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tengah menjadi sorotan karena dugaan pembatasan suara yang mencuat.
Dalam konteks ini, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, memunculkan kegemparan dengan klaimnya bahwa terdapat algoritma kunci suara yang membatasi suara untuk pasangan calon nomor urut 3 hanya hingga 17 persen.
Akibatnya, pernyataan tersebut tak hanya menciptakan kehebohan, tapi juga memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan politisi.
“Pemilu 2024 belum selesai. Oleh karena itu, kami terus mengawal penghitungan suara di KPU. Dan kami, menduga ada algoritma kunci suara yang merugikan suara Ganjar-Mahfud,” ujar Hasto.
Dengan demikian, Hasto Kristiyanto tetap bersikeras dan menyerukan perlunya audit forensik dan audit meta C1. Dalam sebuah diskusi politik di Universitas Indonesia, Hasto menegaskan pentingnya penyelidikan untuk mengungkap dugaan kecurangan yang mencoreng proses demokrasi.
Namun, KPU dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Menurut Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, semua suara yang masuk ke KPU berasal dari perhitungan suara berjenjang yang dilakukan dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).
KPU menegaskan tidak pernah menggunakan algoritma kunci suara untuk membatasi suara pasangan calon tertentu.
Baca juga: Hasto Kristiyanto Tegaskan Gibran Bukan Anggota PDIP Lagi
M Qodari Angkat Bicara tentang Algoritma Kunci Suara
M Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, memberikan dukungan pada KPU dengan mempercayai hasil rekapitulasi mereka. Dengan lantang, ia bicara dan mengaku percaya bahwa KPU tidak menggunakan algoritma tersebut.
M Qodari meragukan klaim Hasto. Mengingat, pemilihan berjalan secara langsung di TPS, dengan pengawasan ketat dari berbagai pihak.
Berikutnya, M Qodari mengaku heran atas tuduhan Sekjen PDIP yang mengklaim pernyataanya berdasarkan analisis ahli IT. “Pernyataan Mas Hasto menurut saya absurd,” ungkapnya, Minggu (10/3/2024).
Tentu, dengan atmosfer pemilihan yang semakin memanas, tuntutan masyarakat akan transparansi dan kejelasan dalam proses pemungutan suara semakin menguat.
Kontroversi seputar algoritma kunci suara menjadi sorotan utama, mempertanyakan integritas dan keadilan dalam Pemilihan Presiden 2024. Kejadian ini menegaskan bahwa proses demokrasi membutuhkan ketelitian dan transparansi yang tinggi untuk memastikan keabsahan hasil pemilihan. (Feri Kartono/R8/HR Online/Editor Jujang)