Pada Pemilu Serentak 2024, PDIP mampu mempertahankan posisinya sebagai pemenang dalam Pileg, meskipun tanpa dukungan penuh dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hitung cepat dari beberapa lembaga survei menunjukkan PDIP tetap mendominasi secara nasional, dengan perolehan suara di atas 16%, mengungguli partai lain seperti Golkar dan Gerindra.
Namun, hasil yang menarik terjadi ketika melihat pasangan capres-cawapres yang diusung oleh PDIP, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Meskipun PDIP meraih kemenangan dalam Pileg 2024, pasangan Ganjar-Mahfud menghadapi kekalahan di beberapa basis, terutama di kandang banteng seperti Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara nasional, perolehan suara pasangan ini hanya mencapai sekitar 16%.
Pertanyaannya, mengapa PDIP bisa tetap perkasa dalam Pileg 2024 sementara pasangan Ganjar-Mahfud mengalami keokan di beberapa daerah? Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
Perlu dicatat bahwa kemenangan PDIP dalam Pileg 2024 tidak sepenuhnya sejalan dengan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres yang diusungnya.
Hubungan Megawati Soekarnoputri dengan Jokowi yang tidak harmonis menjadikan pilihan politik Jokowi tidak selaras dengan keputusan partai.
Dalam Pilpres 2024, Jokowi dipersepsikan mendukung putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres dari Prabowo Subianto. Sementara Megawati bersama koalisi PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Rahasia Kemenangan PDIP dalam Pileg 2024
Meskipun PDIP berhasil mempertahankan dominasinya dalam Pileg, kemenangan ini tidak secara otomatis mengalir ke pasangan Ganjar-Mahfud.
Sejumlah lembaga survei mencatat perbedaan signifikan antara suara PDIP dan pasangan capres-cawapresnya, dengan Ganjar-Mahfud hanya mendapatkan sekitar 16% suara secara nasional.
Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto, mengidentifikasi anomali ini sebagai “over shooting.” Menurutnya, suara PDIP tidak linier dengan Ganjar-Mahfud karena PDIP taat asas dan disiplin.
Meskipun banyak spekulasi tentang bansos dan upaya institusi kekuasaan untuk memperpanjang pengaruhnya, Hasto menyatakan bahwa PDIP tetap disiplin.
Namun, pengamat politik Usep S. Ahyar dan Pangi Syarwi Chaniago memberikan pandangan yang berbeda. Usep menyoroti fenomena split ticket voting, di mana pemilih memilih berbeda antara Pilpres dan Pileg. Menurutnya, fenomena ini dapat terjadi karena pemilih Prabowo-Gibran terbagi atas tiga klaster besar, termasuk pemilih kuat Jokowi.
Pangi Syarwi Chaniago menambahkan dimensi lain dengan menilai bahwa sukses Prabowo-Gibran di basis PDIP dapat diatribusikan kepada pemahaman isu-isu grass root yang diusungnya.
Baca Juga: Kontroversi Sirekap Pemilu 2024, Klarifikasi KPU dan Realitas Kesalahan Sistem
Fokus pada isu-isu seperti demokrasi, pelanggaran konstitusi, dan kecurangan, membuat Prabowo-Gibran lebih relevan bagi masyarakat awam. Pengaruh Jokowi yang tidak secara langsung mendukung Prabowo-Gibran tetapi dekat dengan pasangan tersebut juga menjadi faktor penting.
Bisa jadi PDIP memenangkan Pileg 2024 berkat konsolidasi dan pemilih tradisional yang kuat. Namun, keberhasilan ini tidak secara otomatis mencerminkan dukungan penuh terhadap pasangan Ganjar-Mahfud dalam Pilpres, di mana faktor isu-isu grass root dan pengaruh Jokowi memainkan peran penting. (Feri Kartono/R7/HR-Online/Editor-Ndu)