Kisah Bung Karno sangat populer di berbagai bidang kehidupan. Salah satunya di kalangan seniman teater. Hal ini karena di dalam sejarah Indonesia, ia tercatat pernah jadi seniman teater sekaligus penulis naskah drama.
Baca Juga: Sejarah Indonesia Keluar dari PBB 7 Januari Tahun 1965, Apa Alasannya?
Dengan karier tersebut, seakan mempertegas bahwa ia termasuk sosok pemikir, negarawan sejati, dan berkemampuan daya seni tinggi. Apalagi Soekarno juga pandai dalam melukis.
Kisah Bung Karno sebagai Seniman
Kiprah Soekarno sebagai seniman tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena ia pernah jadi sutradara hingga beberapa kali.
Bahkan ia juga memiliki komunitas perkumpulan sandiwara. Dalam sejarah Bung Karno, tercatat bahwa ia juga pernah bermain dalam pentas tonil (teater).
Ketika tampil di pentas tersebut, ia bekerja sama dengan teman sekolahnya saat remaja. Karena belum banyak perempuan yang sekolah di zaman tersebut, ia pun pernah terpilih untuk memerankan karakter perempuan.
Respon Penulis Senior
Kisah Bung Karno sebagai seniman mendapatkan respon dari penulis senior. Penulis tersebut tidak lain adalah Walentina Waluyanti.
Ia merupakan penulis yang lahir di Makassar. Akan tetapi, ayahnya asli Solo. Sebagai penulis, ia sering menuliskan soal biografi Bung Karno.
Di dalam buku berjudul Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen, ia menilai bahwa Soekarno sangat cocok ketika memerankan wanita. Hal ini karena wajahnya tampan sehingga memberikan kesan ayu tersendiri layaknya perempuan.
Selain memberikan respon positif tersebut, Walentina juga menjelaskan bahwa Soekarno sering menulis naskah drama saat ada di pengasingan. Salah satu lokasi pengasingannya ada di Pulau Bunga, Ende Flores.
Karya Naskah Drama Selama di Pengasingan
Kisah naskah sandiwara karya dari Bung Karno tertuang secara jelas dalam jurnal sejarah yang judulnya Panggung Sandiwara Bung Karno: Semasa Pengasingannya di Bengkulu (1938-1942). Hal ini sesuai dengan penuturan Agus Setiyanto.
Kumpulan naskah ini berbentuk dialog, namun ada juga yang monolog. Tercatat pula ada 12 judul yang Soekarno tulis ketika berada di pengasingan selama tahun 1934-1938.
Baca Juga: Sejarah Penjara Banceuy yang Berdiri Tahun 1877, Kini Jadi Wisata Paris Van Java
Untuk beberapa judulnya ialah Kummi, Tahoen 1945, Don Louis Pereira, Toberro, dan lainnya. Sementara untuk masa pengasingannya di Bengkulu, ia menulis naskah yang judulnya Chungking Djakarta, Si Ketjil (Klein’duimpje), Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), dan lain-lain.
Pesan Moral dari Karya Soekarno
Kisah naskah drama yang merupakan karya dari Bung Karno memiliki pesan moral tersendiri. Sesuai dengan penjelasan Agus Setiyanto, pesan moral tersebut berupa buah pikirannya yang terpengaruh oleh latar belakang dan semangat jiwa yang menggebu-gebu.
Di zamannya, Soekarno begitu semangat dalam melawan kolonialis. Ia juga termasuk ke dalam bagian kaum nasionalis.
Melalui karyanya, ia juga menyiratkan amanat sekaligus perjuangan agar terbebas dari penjajah dan merdeka. Lebih lanjut, di dalam karya ini juga terbesit pesan moral mengenai pentingnya kesadaran sosial, politik, budaya, dan solidaritas gotong royong.
Melalui karyanya, ia juga menjelaskan bahwa rintangan terberatnya ialah pengkhianatan dan perjuangan dengan teman seperjuangan. Hal ini sesuai dengan istilah musuh dalam selimut.
Mencuri Perhatian Doni Kus Indarto
Karya Bung Karno dengan kisah beragam mampu mencuri perhatian banyak pihak. Salah satunya yaitu Doni Kus Indarto. Ia sudah belajar teater sejak tahun 1987.
Kini ia aktif belajar teater dengan tujuan untuk pemberdayaan. Adapun karya Soekarno yang berhasil memikat hatinya yakni Chungking Djakarta.
Hal ini terlihat dari keputusan Doni Kus Indarto dalam mementaskan kisah naskah drama Bung Karno tersebut di tahun 2022 lalu. Sebagai sutradara, ia begitu antusias dalam mementaskannya di Malang.
Adegan demi adegan dalam pentas ini juga terlihat dalam akun Instagram @beabageagas. Di akun Instagram tersebut, tertulis caption “2022 dalam Lakon Assalamualaikum Chungking Jakarta”.
Postingan di Instagram ini juga mendapatkan komentar positif dari warganet. Salah satunya berupa komentar dengan simbol api yang menyala. Hal ini turut memperlihatkan betapa tingginya antusias warganet dalam menilai naskah dramanya.
Baca Juga: Sejarah Keistimewaan Yogyakarta, Dimiliki Sejak Zaman Belanda
Dari uraian di atas, terlihat jelas bagaimana kisah Bung Karno sebagai seniman teater sekaligus penulis naskah drama. Hal ini tentu memperlihatkan sisi lain dari Soekarno yang selama ini terkenal sebagai sosok yang aktif soal politik dan kenegaraan. Tak tanggung-tanggung karena karyanya mendapatkan sambutan positif hingga era modern saat ini. (Erik/R7/HR-Online)