Profil Maskoen Soemadiredja, salah satu tokoh PNI asal Bandung yang sebaiknya kamu ketahui. Pasalnya, Maskoen Soemadiredja yang merupakan pahlawan nasional ini menjadi salah satu tokoh awal berdirinya PNI.
Baca Juga: Ong Hok Djoe, Ternyata Pejuang Kemerdekaan Indonesia dari Ciamis
Sejak usia muda, memang Maskoen Soemadiredja sudah akrab dengan perpolitikan dan prinsip-prinsip nasionalisme. Oleh karena itulah, ketika PNI terbentuk, ia menjadi salah satu tokoh yang juga bergabung dalam organisasi tersebut.
Tak hanya itu, Maskoen Soemadiredja juga menjadi salah satu pengurus PNI yang ditangkap Pemerintah Hindia Belanda bersama Soekarno, dan tokoh-tokoh PNI lainnya pada tahun 1929.
Maskoen Soemadiredja divonis 20 bulan kurungan penjara di Sukamiskin. Kemudian, pada tahun 1932, ia juga sempat dibuang ke Digul bersama tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan lainnya.
Bukan hanya itu, pasca pengasingannya ke Digul, Pemerintah Hindia Belanda juga mengasingkan Maskoen Soemadiredja ke Australia lagi.
Meskipun ia dan rekan-rekan seperjuangannya dibuang ke Australia, namun perjuangannya dalam membebaskan Indonesia dari bangsa penjajah tidak pernah berakhir.
Merangkum dari berbagai sumber, artikel ini akan mengulas seputar Maskoen Soemadiredja, tokoh PNI asal Bandung yang diasingkan ke Australia.
Inilah Profil Maskoen Soemadiredja
Y.B.Sudarmanto dalam buku berjudul “Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia” (2007), Maskoen Soemadiredja lahir di Bandung pada 4 Januari 1907. Ia adalah putra Raden Umar Soemadiredja dan Nyi Raden Umi.
Maskoen Soemadiredja sendiri sebenarnya lahir dari keluarga bangsawan, sehingga dari sisi pendidikan ia termasuk cukup beruntung. Ia menempuh pendidikan di HIS selama 7 tahun. Kemudian selepas lulus dari HIS, ia melanjutkan pendidikannya di MULO.
Maskoen Soemadiredja kemudian menikah dengan Nyi R. Djuhaeni. Dari perkawinannya itu dikaruniai 3 orang putra, yaitu Hayat Soemadiredja. Haji Soemadiredja, dan Hirman Soemadiredja.
Memang sejak kecil, dalam profil Maskoen Soemadiredja ini ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Bahkan, cita-citanya untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan ini sudah tertanam sejak kecil.
Oleh karena itu, tak heran ia kemudian menjadikan perpolitikan sebagai ranah perjuangannya kala itu. Padahal statusnya sebagai seorang anak bangsawan seharusnya sudah mampu membuatnya hidup dengan nyaman.
Propaganda-propaganda dan agenda politik Maskoen Soemadiredja ini tentu saja membahayakan bagi pemerintahan kolonial. Tak heran jika ia sering mendapatkan perlakuan represif hingga penangkapan dan pengasingan.
Tokoh PNI asal Bandung
Mengutip dari buku “Mengenal Pahlawan Indonesia” (2008), pada tahun 1927 Maskoen Soemadiredja mendaftar sebagai anggota PNI, yang kala itu pimpinanya Soekarno.
Ketika menjadi anggota PNI, ia menjabat sebagai komisaris merangkap sebagai Sekretaris II PNI Cabang Bandung. Sejak mengemban jabatan inilah, propaganda-propagandanya semakin gencar.
Baca Juga: Sejarah Penjara Banceuy yang Berdiri Tahun 1877, Kini Jadi Wisata Paris Van Java
Tak hanya itu, perjuangannya untuk membakar semangat nasionalisme dan perjuangan kemerdekan menjadi sedemikian masif kala itu. Aksinya ini membuat Pemerintahan Hindia Belanda menjadi berang.
Alhasil, akhirnya pada tanggal 29 Desember 1929, Pemerintah Hindia Belanda menangkap Maskoen Soemadiredja.
Penangkapan serupa juga dilakukan terhadap tokoh-tokoh PNI lainnya, seperti Soekarno dan Gatot Mangkoepradja. Mereka menjalani penahanan di Penjara Banceuy selama 8 bulan.
Ketika bebas dari Penjara Banceuy pada tahun 1930, Maskoen Soemadiredja ditahan lagi di Penjara Sukamiskin.
Tahun 1934 Dirikan SIBAR
Alasan Pemerintahan Hindia Belanda melakukan penahanan kembali adalah karena tokoh PNI ini dianggap sebagai pihak yang membahayakan bagi Pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah Maskoen Soemadiredja menghabiskan masa-masanya dalam Penjara Sukamiskin. Kemudian, pada 24 Februari 1934, Belanda kembali menangkapnya dan mengasingkan ke Boven Digul, Irian Jaya.
Agaknya alasan penangkapannya ini berkaitan erat dengan aktivitas politiknya dalam mendirikan SIBAR (Serikat Indonesia Baru) pada tahun 1934.
Organisasi ini menghimpun kaum buruh di pelabuhan untuk melakukan pemogokan dan menyebarkan paham kebangsaan dan nasionalisme.
Strategi mogok kerja para buruh merupakan hal yang seringkali terjadi pada masa-masa tersebut. Mogok kerja merupakan alat perjuangan yang cukup efektif dalam mendesak Pemerintah Hindia Belanda merubah aturan dalam perusahaan.
Yang menjadi pelopor dalam aksi mogok kerja ini biasanya tokoh-tokoh pergerakan, tak hanya oleh kelompok nasionalis, melainkan juga oleh kelompok komunis.
Mendirikan Organisasi Serikat Indonesia di Australia
Mengutip dari “Ensiklopedi Pahlawan 3: Semangat Pahlawan Pembela Kemerdekaan Indonesia” (2016), setelah menghabiskan masa-masa pengasingannya di Irian Jaya, Belanda kembali mengasingkannya. Namun, kali ini tempat tujuan pengasingannya adalah ke Australia.
Selama masa-masanya di Australia ini ia kemudian mendirikan Organisasi Serikat Indonesia Baru. Organisasi ini bertujuan untuk mengumpulkan rakyat Indonesia dan menularkan semangat juang akan rasa nasionalisme.
Meskipun ia diasingkan dari negerinya sendiri, tidak bisa dipungkiri bahwa semangat juangnya tak pernah surut. Ia memanfaatkan orang-orang Indonesia yang ada di Australia untuk terus mengobarkan semangat kemerdekaan.
Ketika Indonesia merdeka, Maskoen Soemadiredja menjadi salah satu tokoh yang mengkoordinasikan pemulangan para pejuang yang berada di Australia, untuk kembali ke Indonesia.
Pemulangan yang pada tahun 1949 ini terjadi pasca adanya pengakuan kedaulatan atas Indonesia. Memang alat perjuangan diplomasi di luar negeri menjadi salah satu perjuangan kedaulatan yang cukup berarti kala itu.
Apalagi jika kita lihat bangsa Belanda juga gencar melakukan diplomasi terhadap negara-negara lain. Tuannya untuk membatalkan pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Lapas Sukamiskin Peninggalan Belanda, Pernah Menahan Presiden Soekarno
Profil Maskoen Soemadiredja sendiri meninggal ada 4 Januari 1986 di Jakarta. Ia pun mendapatkan anugerah sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keppres No. 89/TK/2004, pada tanggal 5 November 2004. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)