Sejarah pertempuran Gedung Sate merupakan salah satu momen pertempuran yang terjadi antara para pemuda melawan pasukan NICA dan Gurkha, selama masa revolusi fisik di kota Bandung, Jawa Barat.
Kisah heroik para pemuda ini terjadi ketika mereka sedang berhadapan dengan tentara Sekutu atau NICA yang kembali lagi ke Indonesia.
Tujuan tentara Sekutu atau NICA ini adalah untuk kembali menguasai Indonesia sebagai wilayah jajahannya.
Oleh karena itu, beberapa obyek vital berusaha mereka kuasai. Termasuk Gedung Sate yang merupakan salah satu fasilitas penting selama masa-masa pendudukan Belanda.
Merangkum dari berbagai sumber, berikut kisah heroik para pemuda dalam mempertahankan Gedung Sate di Bandung, Jawa Barat.
Sejarah Pertempuran Gedung Sate di Bandung
Nunung Marzuki dalam buku berjudul “Mengenal Lebih Dekat: Bangunan Bersejarah Indonesia” (2008). Pembangunan Gedung Sate mulainya pada masa Hindia Belanda tahun 1920.
Gedung Sate ini hasil karya seorang arsitek bernama Ir. J. Gerber dan timnya yang mendapat masukan dari seorang maestro arsitek asal Belanda bernama Dr. Hendrik Petrus.
Pembangunan gedung ini kabarnya melibatkan sekitar 2.000 orang pekerja. Dari jumlah sebanyak itu, 150 diantaranya merupakan pemahat atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu dari China.
Tak hanya itu, pembangunan gedung tersebut juga melibatkan tukang batu, kuli aduk, hingga peladen yang merupakan penduduk sekitarnya.
Bangunan ini selesai sekitar tahun 1924 dan berdiri di atas lahan dengan luas 30.000 m2.serta luas bangunan hampir 11.000 m2.
Dalam sejarah pertempuran Gedung Sate, bahwa sejak awal pembangunan gedung ini berkaitan dengan rencana pemerintahan kolonial waktu itu yang akan memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Kota Bandung.
Namun, pemindahan itu sendiri mengalami kegagalan akibat resesi ekonomi (malaise) yang terjadi pada tahun 1930-an. Resesi ekonomi ini menyebabkan pusat pemerintahan tidak jadi pindah ke Bandung.
Kompleks Perkantoran Zaman Hindia Belanda
Bangunan Gedung Sate ini merupakan kompleks perkantoran pada zaman Hindia Belanda. Gedung tersebut adalah kantor Department Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan.
Terdapat keunikan yang menonjol dari sisi bangunan Gedung Sate. Arsitektur bangunannya sendiri terinspirasi dari Renaissance Italia.
Dengan mengusung percampuran antara arsitektur Barat dan Timur ini membuat banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan memujinya.
Bangunan gedung berwarna putih berdiri kokoh dan anggun dengan menambahkan arsitektur Nusantara. Tak hanya itu, pada sekeliling juga terdapat taman-taman yang indah.
Para Pemuda Mempertahankan Gedung Sate
Sejarah pertempuran Gedung Sate berawal dari pendudukan tentara Sekutu dan Belanda. Pendudukan gedung ini memang tidak bisa terpisahkan dari masuknya mereka pada tanggal 4 Oktober 1945.
Sejak kedatangan pasukan ini, keadaan kota Bandung menjadi tidak aman. Pertempuran-pertempuran semakin sering terjadi. Tak hanya itu, provokasi-provokasi pun semakin menjadi-jadi.
Bahkan, pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu telah mendirikan markas yang tak jauh dari Gedung Sate.
Pada waktu itu, melihat kondisi yang semakin tidak memungkinkan, para pemuda PU (Pekerjaan Umum) yang masih muda mempertahankan Gedung Sate yang merupakan bangunan Pemerintahan Indonesia.
Konflik yang semakin memanas ini nyatanya memang tidak bisa dihindari. Pertempuran pun terjadi, terutama di Gedung Sate yang merupakan objek strategis bagi pemerintahan kala itu.
Perlawanan Para Pemuda Penjaga Gadung Sate
Her Suganda dalam buku berjudul “Wisata Parijs van Java: Sejarah, Peradaban, Seni, Kuliner, dan Belanda” (2011). Setelah kemerdekaan Indonesia, segerombolan tentara Gurkha mendatangi Gedung Sate yang menjadi Kantor Kementerian Pekerjaan Umum kala itu. Tentara Gurkha ini tergabung dalam pasukan Inggris dari Divisi India ke-23.
Kedatangan pasukan Gurkha ini tepat pada tanggal 3 Desember, jam 11.00 pagi. Saat itu Gedung Sate sedang mendapat penjagaan 21 orang pemuda/pegawai dari PU.
Para pemuda yang sedang bertugas berusaha melakukan perlawanan dengan sengit. Meskipun persenjataan yang mereka miliki tidak seimbang, namun mereka melakukan perlawanan yang cukup a lot, dan baru berakhir pada jam 14.00 WIB.
Dalam sejarah pertempuran Gedung Sate terdapat 7 orang pemuda yang gugur. Mereka adalah Didi Hardianto Kamarga, Muchtarudin, Soehodo, Rio Soesilo, Soebenget, Ranu, dan Soerjono.
Akhir Pertempuran di Gedung Sate
Pasca kekalahan pemuda Indonesia, Gedung Sate akhirnya diduduki oleh Divisi India ke-23 pimpinan Mayjen DC Hawthorn.
Mengutip buku “50 Tahun Departemen Pekerjaan Umum” (1995), para pemuda yang gugur dalam pertempuran Gedung Sate, pada awalnya tidak ada yang tahu pasti mengenai keberadaan jenazahnya.
Barulah pada bulan Agustus 1952, jenazah para pejuang ini ditemukan. Meskipun hanya ditemukan 4 jenazah yang sudah menjadi kerangka.
Keempat kerangka itu pun dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Sedangkan, tiga orang yang jenazahnya tidak ditemukan dibuatkan tugu batu peringatan yang bernama “Tugu Sapta Taruna.
Tugu ini pada awalnya berada di bagian halaman belakang. Namun, tepat pada 3 Desember 1970, tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan.
Pasca penyerahan kedaulatan dari Belanda ke tangan Indonesia, Gedung Sate ini kemudian ditempati oleh Jawatan Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Gedung Sate juga sempat mengalami beberapa kali pergantian penghuni. Kemudian, pada tahun 1980-an menjadi Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat.
Hingga hari ini Gedung Sate masih tetap berfungsi. Bahkan menjadi salah satu bangunan yang wajib Anda kunjungi ketika berkunjung ke Bandung. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)