Sejarah Palagan Ambarawa merupakan salah satu pertempuran terberat dalam sejarah Indonesia. Pertempuran yang terjadi pada 20 Oktober 1945 ini kemudian berakhir pada tanggal 15 Desember 1945.
Hingga kini jejak-jejak Palagan Ambarawa masih dapat kita temukan di beberapa tempat, terutama di daerah Jawa Tengah.
Memang pertempuran ini menjadi penentu bagi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Karena, jika Indonesia kalah dalam pertempuran itu sudah pasti kawasan Jawa Tengah jatuh ke tangan Sekutu.
Apalagi ketika itu para pejuang Indonesia harus menghadapi para tawanan perang yang telah dipersenjatai oleh NICA dan Sekutu.
Merangkum dari berbagai sumber, berikut sejarah berakhirnya pertempuran di Ambarawa tanggal 15 Desember 1945 dan menjadi Hari Infanteri.
Latar Belakang Sejarah Palagan Ambarawa
Adi Sudirman dalam buku berjudul “Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer” (2019), Palagan Ambarawa adalah sebuah perlawan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di Ambarawa, tepatnya sebelah Selatan daerah Semarang, Jawa Tengah.
Cikal bakal pertempuran tersebut sebenarnya dapat kita terlisik ketika kedatangan para tentara Sekutu ke Semarang pada 20 Oktober 1945. Awalnya tentara Sekutu berjanji untuk tidak mengusik kedaulatan Indonesia yang baru diraih.
Alasan inilah yang membuat kemudian pihak Indonesia mengizinkan tentara Sekutu masuk ke Semarang.
Namun, mereka justru membawa pasukan NICA dan juga mempersenjatai para tawanan perang, baik yang ada di Magelang maupun di Ambarawa.
Pengkhianatan yang tentara Sekutu dan NICA lakukan ini sebenarnya bukanlah hal yang pertama kali. Sudah sering orang-orang Belanda itu melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri.
Pertempuran Terjadi Pasca Sekutu Ingkar Janji
Alhasil, pasca Sekutu mengingkari janjinya untuk tidak mengusik kedaulatan, terjadilah pertempuran yang melibatkan rakyat Indonesia melawan para penjajah tersebut.
Pertempuran yang pada awalnya terjadi di Magelang itu dengan cepat merembet ke daerah lain, termasuk Ambarawa.
Gencatan senjata sendiri baru terjadikan ketika Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada 2 November 1945.
Untuk memperoleh kesepakatan mau dibuatkan perjanjian dengan isi sebagai berikut:
1. Pihak Sekutu akan menempatkan pasukan mereka di Magelang untuk melindungi evakuasi tawanan interniran Sekutu. Jumlah pasukan dibatasi sesuai dengan keperluannya itu.
2. Kemudian, Jalan Ambarawa-Magelang terbuka untuk jalur lalu lintas Sekutu-Indonesia.
3. Sekutu tidak akan mengakuisisi aktivitas NICA dalam badan yang berada di bawahnya.
Puncak Palagan Ambarawa
Marwati Djoened, dkk dalam bukunya berjudul “Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6: Zaman Jepang & Zaman Republik” (2008). Perjanjian antara Sekutu dan Indonesia ternyata hanya mereka jadikan kesempatan untuk menambah jumlah pasukannya di Magelang.
Tepat pada 20 November 1945 pecah pertempuran antara TKR pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu.
Untuk memusatkan kekuatan, pasukan ini pun ditarik ke Ambarawa dengan perlindungan para pesawat tempur.
Sedangkan, untuk menghadapi pertempuran ini pihak Indonesia membagi Ambarawa menjadi 4 sektor, yakni sektor Utara, sektor Selatan, sektor Timur, dan sektor Barat.
Pasukan yang bertempur dalam Palagan Ambarawa ini terdiri dari 19 Batalyon TKR dan sejumah Batalyon Badan-badan perjuangan.
Pada 26 November, Letnan Isdiman sebagai pimpinan pasukan gugur. Ia digantikan oleh Kolonel Soedirman sebagai Panglima Divisi di Purwokerto.
Musuh pun semakin terdesak dalam pertempuran ini. Bahkan mereka terusir dari Desa Banyubiru yang menjadi basis pertahanan pertama mereka pada 5 Desember 1945.
Strategi Kolonel Soedirman
Kondisi pasukan Sekutu sebenarnya sudah sangat terjepit. Kolonel Soedirman kemudian mengumpulkan para komandan untuk membahas strategi serangan. Beberapa strateginya sebagai berikut:
1. Serangan pendadakan yang serentak dari semua sektor
2. Masing-masing komandan sektor memimpin serangan
3. Pasukan laskar atau Badan-badan Perjuangan sebagai tenaga cadangan
4. Menentukan hari serangan adalah 12 Desember pukul 04.30
Pasukan Indonesia pun melakukan penyerangan pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari. Dalam waktu setengah jam pasukan Indonesia sudah berhasil mengepung kota selama 4 hari 4 malam.
Kemudian tanggal 15 Desember 1945 musuh meninggalkan kota Ambarawa menuju Semarang. Mundurnya pasukan Sekutu ke Semarang ini menandai berakhirnya perang di Ambarawa.
Dijuluki Hari Infanteri
Dalam sejarah Palagan Ambarawa, bagi Indonesia Palagan Ambarawa menjadi salah satu pertempuran berat selama masa-masa revolusi fisik.
Tak hanya itu, Indonesia yang baru saja mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, harus bertempur melawan pasukan Sekutu yang memiliki persenjataan lengkap.
Pasukan Indonesia sebenarnya juga harus bersiaga dengan ancaman-ancaman lainnya, termasuk orang-orang pribumi yang membelot kepada Sekutu. Para pembelot inilah yang seringkali menjadi ancaman tersendiri bagi pasukan Indonesia.
Sejarah Palagan Ambarawa menjadi pertempuran yang amat berarti bagi Indonesia. Karena, ketika musuh sudah menguasai Ambarawa sudah pasti akan mengancam tiga kota utama sekaligus. Yaitu Surakarta, Magelang dan Yogyakarta yang menjadi Markas Tertinggi TKR di Indonesia.
Letaknya yang strategis inilah yang membuat pasukan Indonesia mati-matian mempertahankan Ambarawa dari penguasaan Sekutu.
Untuk mengenang perjuangan dalam mempertahankan Ambarawa inilah, pada tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri.
Infanteri sendiri merupakan angkatan bersenjata yang ada dalam kesatuan pasukan Angkatan Darat atau TNI AD. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)