Sejarah bangkrutnya VOC (Verenigde Oostindie Compagnie) pada tanggal 31 Desember 1799 menjadi catatan penting dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia.
Perusahaan yang pernah berkuasa di Nusantara selama dua ratus tahun itu berhasil menjadi perusahaan terkaya, hingga akhirnya bangkrut akibat berbagai praktek penyimpangan di dalamnya.
Untuk melancarkan kepentingan ekonominya di Nusantara kala itu, VOC seringkali mengadakan berbagai perjanjian kepada raja-raja lokal. Hal inilah yang membuat VOC secara perlahan menancapkan kekuasaannya di Nusantara.
Tak hanya itu, untuk memuluskan rencana monopolinya, VOC juga membentuk angkatan perang hingga mengeluarkan mata uang sendiri. Tak heran jika pada akhirnya VOC berhasil menjadi perusahaan terkaya.
Merangkum dari berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas tentang sejarah kebangkrutan VOC pada 31 Desember 1799, dari mulai monopoli perdagangan hingga korupsi.
Sejarah Bangkrutnya VOC 31 Desember 1799
Sartono Kartodirdjo dalam buku berjudul “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Dari Emporium sampai Imperium” (2014). Tepat pada bulan Maret 1602 didirikan Gabungan Perseroan yang disahkan oleh Staten-General Republik Kesatuan Tujuh Provinsi.
Baca Juga: Sejarah Keraton Kacirebonan, Saksi Bisu Konflik Rakyat dengan Kolonial Belanda
Gabungan Perseroan ini didirikan berdasarkan suatu piagam yang memberikan hak eksklusif kepada perseroan untuk berdagang, berlayar, dan memegang di kawasan antara Tanjung Harapan sampai Kepulauan Solomon.
Pimpinan Perseroan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) terdiri dari 17 anggota yang juga disebut heeren zeventien.
Pelayaran pertamanya VOC mengunjungi Banten dan berlayar kembali melalui Selat Bali. Pelayaran angkatan keduanya berhasil mencapai Maluku, dan sempat melakukan perdagangan rempah-rempah dengan penduduk sekitar.
Selama masa-masa pelayaran ini memang tidak bisa dipungkiri jika konfrontasi dengan sesama bangsa Eropa terjadi. VOC ketika itu sempat berkonfrontasi dengan Portugis yang merupakan salah satu negara pelopor penjelajahan Samudra.
Jika kita lihat dari konteks secara global, penyebab terjadinya konflik antara Portugis dan Belanda ini karena Portugis dan Spanyol berada di bawah satu kekuasaan. Ketika itu memang Belanda dan Spanyol sedang terlibat dalam Perang Delapan Puluh Tahun.
Perang ini merupakan konflik antara Belanda yang berusaha merdeka dari bangsa Spanyol. Oleh karena itu, mau tidak mau Portugis pasti terseret.
Tujuan dan kehadiran VOC di tanah Nusantara sendiri sebenarnya memberikan dampak yang cukup merugikan. VOC berusaha melakukan monopoli terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Aksi monopoli yang disertai dengan kekerasan ini berhasil memicu perlawanan dari kerajaan-kerajaan di Nusantara kala itu.
Baca Juga: Sejarah Pesantren di Jawa Barat Tahun 1800-1900, Basis Pendidikan Islam yang Ditakuti Belanda
Buruknya lagi, berbagai pusat perdagangan di Nusantara, termasuk yang dikuasai oleh orang-orang Jawa pun dimonopoli oleh Belanda. Terlebih mundurnya Portugis dan Inggris dari perairan Nusantara membuat VOC berhasil mengokohkan kekuasaannya di Nusantara.
Sistem Monopoli Perdagangan
Mengutip dari buku “Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer” (2019). Untuk mengatur jalannya kekuasaan di Nusantara, VOC melancarkan beberapa strategi dan hak-hak politik yang VOC peroleh dari raja.
Beberapa hak-hak tersebut seperti:
1. Hak mengadakan perjanjian dengan negeri lain
2. Hak memerintah tanah jajahan
3. Hak membentuk tentara
4. Hak mengedarkan uang
5. Hak mendirikan benteng
Melihat wewenang yang sangat kompleks ini membuat VOC ibarat sebuah negara yang memiliki kedaulatan tersendiri.
Untuk menguatkan pemerintahannya di tanah jajahan, VOC membentuk pemerintah yang dipimpin oleh seorang Jenderal VOC. Pemimpin saat kedudukan pertamanya adalah Jenderal Pieter Both.
Praktek monopoli yang Belanda lakukan tak hanya pala dan cengkih di Maluku, melainkan juga lada dari Banten dan Aceh, beras dari Mataram, dan kopi dari Priangan.
Baca Juga: Kebijakan Wijkenstelsel, Aturan Kolonial yang Membagi Wilayah Berdasarkan Etnis
Berbagai praktek monopoli ini biasanya sudah lengkap dengan perjanjian-perjanjian tertentu yang mengatur para petani lokal atau penguasanya untuk menjual hanya kepada VOC.
Tak hanya itu, untuk memantapkan jalannya roda perekonomiannya, VOC mengadakan pelayaran Hongi yang bertujuan memantau dan menjaga kestabilan produk dari pertanian.
Sehingga, pasokan rempah-rempah yang datang ke Eropa tetap terkontrol dan tidak berlebihan. Seperti yang kita ketahui stok yang tidak terkontrol akan membuat harga produk menjadi jatuh.
VOC juga aktif dalam memantau perubahan permintaan di pasar-pasar Eropa. Seperti pada abad ke-18 ketika pasar Eropa lebih membutuhkan pasokan kopi, gula, dan teh. Maka VOC melakukan kebijakan terhadap penanaman ketiga tanaman tersebut dengan sangat ketat.
Kekuatan ekonomi yang VOC miliki ini tentu tak hanya sekedar kekuasaan ekonomi belaka. Untuk melancarkan kepentingannya, VOC banyak mengikat perjanjian bahkan turut campur tangan dalam kekuasaan di kerajaan-kerajaan lokal.
Sehingga tak heran pemerintahan lokal waktu itu tak mampu berkutik ketika VOC melakukan monopoli perdagangan.
Baca Juga: Peran Pengusaha Kretek di Kudus dalam Gerakan Pers Bumiputera Zaman Kolonial
31 Desember 1799 VOC Bangkrut
Tanggal 31 Desember 1799 menjadi sejarah bangkrutnya VOC. Hak-hak istimewa yang VOC dapatkan ternyata tidak membuat VOC mampu bertahan hingga melewat abad ke-18.
Tepat pada tanggal 31 Desember 1799, VOC pun resmi bubar. Terdapat beberapa alasan yang menjadi sebab runtuhnya perusahaan dagang terbesar dan terkaya kala itu.
Beberapa sebab keruntuhannya seperti adanya berbagai praktek kecurangan dan korupsi, kebutuhan perang yang berlebihan, bertambahnya saingan perdagangan.
Kemudian, ketidakmampuan dalam membayar deviden para pemegang saham, hingga hilangnya kepercayaan pemegang saham terhadap VOC sendiri.
Namun, sebenarnya sebab-sebab internal seperti korupsi hingga perdagangan gelap demi kepentingan segelintir orang di VOC-lah yang menjadi penyebab kemunduran dan keruntuhan VOC.
Sunarmi dalam bukunya berjudul “Sejarah Hukum” (2016), bahwa setelah VOC mengalami kebangkrutan dan seluruh hak-hak perusahaan diambil alih oleh De Bataafse Republik. Maka pada tahun 1799 berakhirlah peranan VOC di Nusantara.
Penguasa baru yang berada di Den Haag, Belanda mengambil alih seluruh harta kekayaan VOC, termasuk tanah jajahan dan semua utangnya.
Sejak tanggal 1 Januari 1800, Pemerintah De Bataafse Republiek yang merupakan representasi dari Pemerintahan Belanda mulai menguasai wilayah Nusantara.
Untuk melanjutkan kekuasaannya, Pemerintah Belanda mengangkat Pieter Gerardus van Overstraten sebagai Gubernur Jenderal pertamanya.
Meskipun mengalami perubahan kekuasaan, namun beberapa staff VOC sebenarnya masih terus dipertahankan. Yang berbeda dalam konteks kekuasaannya adalah kebijakan tidak lagi bergantung pada para pemegang saham. Tetapi Pemerintah Belanda mengambil alih secara langsung. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)