harapanrakyat.com – Bagi warga Bandung, Jawa Barat, dan sekitarnya, ketenaran Kampung Adat Cireundeu yang berlokasi di Kota Cimahi sudah tidak asing lagi.
Bahkan, di kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan ini memiliki satu-satunya hutan larangan yang terletak tengah hiruk pikuknya perkotaan.
Lingkungan yang masih asri dan hijau penuh dengan ragam flora yang tumbuh subur ini, menjadi salah satu magnet tersendiri. Maka tak ayal, banyak pengunjung yang ingin menikmati suasana alam di hutan larangan Kampung Adat Cireundeu ini.
Baca Juga : Bagian Penataan Kawasan, Pemkot Cimahi Hadirkan Area Khusus Pejalan Kaki
Bagi masyarakat sekitar, khususnya di Cimahi, keberadaan hutan larangan di kampung adat ini menjadi hutan keramat. Ada ketentuan khusus bagi pengunjung yang hendak menapakan kakinya di hutan keramat Kampung Cireundeu ini.
Sejumlah larangan atau pantrangan saat berkunjung ke hutan larangan Kampung Adat Cireundeu ini. Salah satu yang paling penting yaitu pengunjung tidak boleh merusak alam di sekitar hutan larangan ini.
“Hutan larangan itu konsepnya seserahan. Bukan kita tidak boleh masuk ke situ, tapi jangan sampai pengunjung merusak alam,” ujar Abah Widi Sesepuh Kampung Adat Cireundeu, Minggu (3/12/2023).
Kampung Adat Cireundeu, berlokasi berada di lembah yang dihimpit tiga gunung, yakni Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Kawasan itu memiliki pesona berbinar dan hamparan alam yang menawan, berbalut adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat melestarikan anugerah alam.
Kampung Adat Cireundeu memiliki luas 64 hektare yang terdiri dari 60 hektare untuk kawasan pertanian dan 4 hektare untuk kawasan permukiman. Mayoritas masyarakatnya berkeyakinan dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini.
Saat memasuki area Kampung adat Cireundeu ini, suasana khas perkampungan sangat terasa. Tentunya hal itu bertolak belakang dengan wilayah-wilayah lainnya di Kota Cimahi yang semakin riuh.
Selain hutan larangan, Kampung Adat Cireundeu memiliki pesona lain yang bernama Hutan Tutupan, Baladahan, hingga Puncak Salam. Kabarnya, khusus tempat ini, tidak bisa sembarangan orang bisa memasukinya.
Hutan Larangan Kampung Adat Cireundeu dan Aturannya
Dahulu, jika ada warga yang akan menginjakkan kaki di beberapa hutan di Kampung Adat Cireundeu ini, wajib untuk puasa mutih atau puasa total. Namun akhir-akhir ini, banyak pengunjung dari masyarakat umum ke Hutan Larangan, Hutan Tutupan, Baladahan, hingga Puncak Salam.
Pengunjung pun diperbolehkan masuk ke hutan larangan, dengan ketentuan melepas alas kaki baik itu sandal maupun sepatu. Ketentuan itu pun hingga saat ini masih terpelihara baik.
Selain itu, saat memasuki kawasan Kampung Adat Cireundeu ini pengunjung tidak boleh mengenakan baju berwarna merah. Hal ini lantaran masyarakat adat Cireundeu masih meyakini bahwa manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Baca Juga : Pemprov Jawa Barat Segera Cari Solusi Dampak Longsor di Bandung Barat
Masyarakat di Kampung Adat Cireundeu beralasan, tidak menggunakan alas kaki itu agar manusia menikmati sentuhan alam secara langsung. Tidak menggunakan alas kaki menunjukkan kepercayaan bahwa Gusti anu ngasih (Tuhan yang mengasihi), alam anu ngasah (alam yang mendidik) dan manusa nu ngasuh (manusia yang menjaga).
“Aturan adat itu harus kita resapi. Memang seperti itu, kalau dibebaskan nantinya alam akan rusak, karena semua akan berani,” ujar Abah Widi.
Aturan lainnya, masyarakat juga tidak boleh berburu satwa di kawasan tersebut. Selain itu, jika hendak menebang pohon, masyarakat harus menyiapkan terlebih dahulu pohon penggantinya. Kearifan lokal itulah yang hingga saat ini masyarakat adat Cireundeu terus pelihara dari generasi ke generasi.
“Kalau ada orang bawa senapan angin datang ke sini, abah suruh pulang lagi. Jangan ganggu hewan yang ada di Cireundeu karena itu keindahan alam. Mudah-mudahan kita sadar jangan sampai sembarangan merusak alam, merusak tanaman,” ucapnya. (Eri/R13/HR Online/Editor-Ecep)