Sejarah sholawat badar yang sangat terkenal di Indonesia ternyata menyimpan kisah yang sangat menyita perhatian. Apalagi, sholawat nabi tersebut begitu populer di kalangan warga NU dan penjuru negeri.
Bahkan, sholawat tersebut banyak yang mengadopsinya ke dalam berbagai genre musik, seperti pop, langgam melayu, rock dan lainnya.
Selain itu, ternyata sholawat karya salah satu ulama nusantara ini tercipta sebagai salah satu syair perlawanan terhadap propaganda PKI melalui lagu Genjer-genjer.
Sehingga, sholawat tersebut lahir di saat situasi politik tengah genting. Saat itu terjadi konfrontasi yang sangat sengit di berbagai daerah antara umat Islam dan PKI.
NU sebagai salah satu organisasi masyarakat saat itu berhadapan langsung dengan anggota PKI yang tersebar di berbagai wilayah.
Sejarah Sholawat Badar
Seperti yang kita ketahui, sholawat ini terdiri dari 24 bait dengan dua baris setiap baitnya. Sementara awalannya berbunyi seperti ini:
Sementara itu, mualif atau pengarang sholawat ini bernama KH M Ali Manshur, salah satu ulama NU yang memiliki garis keturunan terhormat.
Baca juga: Bacaan Sholawat Nariyah dan Keutamaan Bagi yang Mengamalkannya
Apalagi ayahnya memiliki hubungan keluarga dengan Kiai Shiddiq Jember. Sedangkan ibunya memiliki hubungan keluarga dengan Kiai Basyar, salah satu ulama di Tuban, Jawa Timur.
Setelah menimba ilmu agama, Kiai Ali kembali ke Tuban dan aktif dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).
Ia juga bekerja di bawah Kemenag, mulai dari menjadi Kepala KUA di kecamatan hingga mendapatkan kesempatan promosi menjadi Kepala Kemenag di tingkat kabupaten.
Pada tahun 1955, Kiai Ali terpilih sebagai anggota Konstituante yang mewakili Partai NU Cabang Bali.
Namun, pada tahun 1962, ia pindah ke Banyuwangi dan menjadi Ketua Cabang NU Banyuwangi. Nah selama di Banyuwangi ini, Kiai Ali menciptakan Sholawat Badar.
Mimpi Bertemu Pejuang Perang Badar
Sebelum menciptakan sholawat ini, Kiai Ali bermimpi didatangi oleh orang-orang berjubah putih. Ia menduga mereka adalah para pejuang di Perang Badar.
Setelah mimpi itu, Kiai Ali pun menulis lirik sholawat Badar.
Pada tahun-tahun itu, sekitar tahun 1960, ketegangan antar kelompok semakin meningkat, terutama karena ulah PKI.
Setelah Kiai Ali menciptakan Sholawat Badar, dengan cepat sholawat tersebut menjadi sangat populer.
Bahkan, sholawat ini menyebar ke berbagai wilayah untuk melawan lagu propaganda PKI “Genjer-Genjer.”
Selain menciptakan sholawat, Kiai Ali juga menulis sebuah buku tentang akhlak dan mengumpulkan syair-syair indah.
Bahkan, Kiai Ali juga mendirikan sebuah madrasah di dekat rumahnya. Hingga saat ini, madrasah tersebut telah berkembang.
Gus Dur Kisahkan Kiai Ali
Masih soal sejarah sholawat badar, ternyata setelah kiai Ali wafat, makamnya terletak di Desa Maibit, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Meski begitu, masih banyak yang tidak tahu tentang makamnya, termasuk juga warga sekitar tidak mengenali Kiai Ali.
Namun, setelah Gus Dur menceritakan sejarah sholawat badar, mulai banyak orang yang penasaran dan mencari tahu sejarah maupun potret Kiai Ali.
Apalagi, dalam keputusan Muktamar NU ke-28 di Krapyak, Yogyakarta, sholawat tersebut diakui sebagai Mars NU.
Keputusan tersebut ditegaskan lagi saat Gus Dur menjabat Ketua PBNU saat Muktamar ke-30 di Lirboyo, Kediri, Jatim. (R6/HR-Online/Editor: Muhafid)