Sebuah video yang menampilkan seleb TikTok asal Probolinggo, Luluk Sofiatun Jannah atau yang lebih dikenal dengan Luluk Nuril, tengah viral di media sosial.
Video tersebut menunjukkan aksi kemarahannya terhadap seorang siswi magang di sebuah swalayan. Kejadian ini telah memicu perdebatan di kalangan warganet dan menjadi sorotan utama dalam beberapa hari terakhir.
Penyebab kemarahan Seleb Tiktok Luluk Nuril terlihat sepele. Siswi magang tersebut memberikan teguran kepada Luluk karena belanjaan yang telah dipilihnya dibatalkan dan diletakkan sembarangan. Tim content creator yang berada di tempat kejadian merekam aksi marah-marah Luluk Nuril, dan video tersebut kemudian diunggah dan menjadi viral di berbagai platform media sosial.
Dampak dari video ini sangat berarti, terutama bagi siswi magang yang menjadi korban aksi Seleb Tiktok Luluk Nuril. Sang siswi mengalami trauma akibat insiden ini, dan kolom komentar media sosial Luluk langsung dipenuhi dengan hujatan dari warganet.
Namun, lebih dari sekadar insiden kemarahan, video ini juga membuka selubung gaya hidup hedon dan flexing yang sering terjadi di kalangan seleb sosial media.
Luluk Nuril, yang juga merupakan istri Bripda Muhammad Nuril Huda yang bertugas di Polsek Tiris selama delapan tahun terakhir, tiba-tiba mendapati dirinya terlibat dalam kontroversi besar ini.
Menurut Dewi Ilma Antawati, seorang Dosen Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surabaya, budaya flexing harus diwaspadai. Budaya ini merupakan perilaku pamer barang dan aktivitas mewah yang tujuannya agar mendapat pengakuan dari komunitasnya.
“Flexing telah menjadi perdebatan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Seseorang yang melakukan flexing seringkali ingin menunjukkan status sosialnya. Tujuannya hanya untuk mendapatkan perhatian serta pengakuan dari orang lain,” ujar Dewi Ilma.
Baca juga: Tyas Mirasih dan Tengku Tezi Viral, Siap Nikah 20 Agustus 2023
Perilaku Flexing Seperti Luluk Nuril Berdampak Negatif
Dalam pandangan psikologi sosial, perilaku flexing adalah upaya untuk memperluas pergaulan dan menjalin relasi dengan menunjukkan sesuatu yang dimiliki. Namun, dalam beberapa kasus, perilaku flexing juga dapat dikaitkan dengan rasa tidak aman (insecurity) dan kekhawatiran tidak diterima oleh orang lain.
Dampak negatif dari budaya flexing termasuk merasa cemas, minder, rendah hati, serta perilaku konsumtif yang berlebihan. Orang yang suka flexing dapat mendapat stereotip buruk, sehingga sulit mendapatkan teman yang sebenarnya menghargai pribadi yang sederhana.
Untuk menghindari perilaku flexing, para ahli merekomendasikan perilaku berpikir sejenak sebelum bertindak atau “counter thinking. Hal ini dapat membantu seseorang memahami bagaimana perilaku flexing mereka akan dilihat oleh orang lain. Serta mencari cara lain untuk meningkatkan harga diri tanpa harus memamerkan barang-barang atau aktivitas mewah.
Kontroversi yang melibatkan Seleb Tiktok Luluk Nuril menjadi contoh nyata tentang bagaimana budaya flexing dapat memiliki konsekuensi serius, baik secara pribadi maupun sosial. (R8/HR Online/Editor Jujang)