harapanrakyat.com,- Sejarah Keraton Kacirebonan menjadi saksi bisu dari konflik yang terjadi antara rakyat Cirebon dengan pemerintahan Kolonial Belanda kala itu.
Konflik ini bermula ketika Putra Mahkota Sultan Kanoman IV yang bernama Pangeran Muhammad Haerudin melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Konflik tersebut melahirkan peperangan yang berlangsung hingga 5 tahun dengan kekalahan di pihak Pangeran Muhammad Haerudin.
Belanda kemudian mengasingkan Pangeran Muhammad Haerudin ke Ambon, Maluku. Rakyat yang tak terima terus mengobarkan semangat peperangan dan memaksa Belanda untuk memulangkan kembali Pangeran Muhammad Haerudin.
Pasca kembalinya Pangeran Muhammad Haerudin ke Cirebon, ia pun mendirikan Kesultanan Kacirebonan dengan gelar Sultan Carbon Amirul Mukminin.
Melalui tulisan ini akan mengulas lebih mendalam tentang Keraton Kacirebonan, dari arsitektur hingga menjadi kawasan wisata bersejarah.
Sejarah Keraton Kacirebonan yang Berdiri Tahun 1808
Baca Juga: Sejarah Keraton Kanoman Cirebon yang Sarat Nilai-Nilai Filosofis dan Pengaruh Asing
Noor Hidayati dan Huriyah dalam buku “Manusia Indonesia, Alam dan Sejarahnya” (2021), secara administratif Keraton Kacirebonan terletak di Jalan Pulasaren, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon, Jawa Barat.
Secara geografis bangunan Keraton Kacirebonan terletak 1 km sebelah Barat Daya dari Keraton Kasepuhan, dan kurang lebih 500 meter sebelah Selatan dari Keraton Kanoman.
Keraton Kacirebonan ini didirikan oleh Putra Mahkota Sultan Kanoman IV yang bernama Pangeran Muhammad Haerudin.
Dalam sejarah Keraton Kacirebonan menyebutkan bahwa, konflik yang terjadi antara Pangeran Muhammad Haerudin dengan Belanda melahirkan peperangan kurang lebih 5 tahun lamanya.
Perang tersebut berakhir dengan kekalahan Pangeran Muhammad Haerudin pada tahun 1696, dan menyebabkan ia diasingkan ke Ambon, Maluku.
Namun naasnya, ketika Belanda mengasingkan Pangeran Muhammad Haerudin, justru perlawanan rakyat semakin masif dan bergejolak.
Bahkan konflik pun menjalar hingga keluar dari Cirebon. Oleh karena itu, Belanda memulangkan kembali ke Cirebon dengan alasan untuk meredakan perlawanan rakyat Cirebon.
Baca Juga: Sejarah Masjid Agung Cirebon, dari Arsitektur hingga Nilai-Nilai Filosofis Bangunannya
Menurut sejarah Keraton Kacirebonan, ketika Pangeran Muhammad Haerudin dipulangkan ke Cirebon, Keraton Kanoman yang seharusnya menjadi hak milik Pangeran Muhammad Haerudin sudah memilih Pangeran Imamudin sebagai pemimpinnya.
Hal inilah yang membuat Pangeran Muhammad Haerudin mendirikan Kesultanan Kacirebonan dengan gelar Sultan Carbon Amirul Mukminin pada tahun 1808.
Lokasi keratonnya menempati lahan dengan luas kurang lebih 2,5 hektar. Terdapat juga Paseban Kulon pada bagian kiri, dan Paseban Wetan bagian kanan keraton. Dua-duanya berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu hingga latihan tari.
Arsitektur Bangunan Keraton
Keraton Kacirebonan sendiri hampir mirip dengan beberapa keraton lainnya yang ada di Cirebon. Bangunannya menggunakan arsitektur tradisional dengan pengaruh dari bangunan Eropa, China, dan Jawa.
Bambang Irianto dan Dyah Komala Laksmiwati dalam buku berjudul “Baluarti Keraton Kacirebonan” (2012), menyebutkan, dalam sejarah Keraton Kacirebonan, ketika Sultan Carbon Amirul Mukminin meninggal, permaisurinya yang bernama Ratu Raja Resminingpuri melakukan penambahan pada bangunan keraton. Penambahan bangunan induk itu berupa Paseban dan tajug (mushola).
Tepat pada tahun 1875, anak dari Ratu Raja Resminingpuri yang bergelar Raja Madenda melakukan pembangunan berupa Gedong Ijo. Bangunan ini memiliki tiga ruangan terdiri dari bagian Utara, Selatan dan Tengah.
Baca Juga: Wagub Jawa Barat: Lestarikan Warisan Budaya dan Kesenian
Pada bagian Utara dan Selatan bangunan ini ditempati oleh keluarga sultan. Sedangkan bagian tengahnya kosong.
Memasuki masa kepemimpinan Sultan Kacirebonan IV, Pangeran Madenda Partadiningrat membangun sebuah Pringgowati. Bangunan ini merupakan ruang tengah tempat benda-benda kebesaran keraton, dan menjadi tempat istirahat sultan.
Di sebelah ruangan Pringgowati terdapat ruangan Pinangeran. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat tinggal kerabat sultan dan penyimpanan alat-alat Muludan.
Gedung Keraton Kacirebonan memiliki pintu utama yang sering disebut Pintu Selamat Tangkep. Namun, pintu ini cuma dibuka ketika upacara khusus atau menerima tamu khusus keraton.
Sedangkan, untuk tamu kunjungan biasa menggunakan Pintu Kliningan yang memiliki makna sebagai bagian dari dua kalimat syahadat.
Menjadi Kawasan Wisata Bersejarah
Kini kawasan Keraton Kacirebonan menjadi salah satu tempat yang banyak dikunjungi wisatawan. Kawasan wisata ini menjadi salah satu wisata bersejarah yang wajib wisatawan kunjungi ketika berada di Cirebon.
Meskipun merupakan keraton yang termuda dari keraton lainnya di Cirebon, pengunjung dapat mempelajari mengenai konflik antara rakyat Cirebon dengan Pemerintahan Belanda.
Bangunan keraton masih mendapatkan perawatan rutin. Tak hanya itu, Keraton Kacirebonan juga masih sering menggelar acara-acara ritual keraton.
Para pengunjung yang ingin menikmati suasana kuno dapat melihat benda-benda kuno berupa koleksi tombak, pedang, hingga alat-alat tradisional lainnya.
Bahkan para pengunjung juga dapat melihat beberapa koleksi kitab zaman wali, gamelan, keris hingga wayang.
Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke tempat ini pun cukup terjangkau. Khusus pengunjung lokal tarif tiket masuknya Rp 15.000. Sedangkan, bagi pelajar sebesar Rp 10.000, dan untuk wisatawan mancanegara sekitar Rp 20.000. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)