harapanrakyat.com,- Profil KH Sholeh Iskandar merupakan seorang pejuang revolusi dari Bogor, yang memiliki peran besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Meskipun kini banyak yang mengenalnya hanya sebatas nama sebuah jalan di Bogor. Fakta sejarah menyebutkan ia memiliki peran besar bagi Indonesia waktu itu.
Selain berperan pada masa revolusi Indonesia, KH. Sholeh Iskandar merupakan pemimpin dari Yayasan Pesantren Pertanian Darul Falah. Juga pernah menjadi pimpinan Yayasan Pembina pada Universitas Ibnu Khaldun Bogor tahun 1970-1983.
Merangkum dari berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas lebih jauh seputar KH. Sholeh Iskandar yang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Profil KH Sholeh Iskandar, Ulama dari Bogor
Sri Hesti Damayantu dalam “Kontribusi KH. Sholeh Iskandar dalam Memajukan Pendidikan Islam di Bogor 1968-1992” (2018). KH. Sholeh Iskandar lahir di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Bogor pada 22 Juni 1922. Ia merupakan anak dari H. Muhammad Arif Marsa dan Hj. Atun Halimah.
Baca Juga: Sejarah Pertempuran Perlintasan Ciater, Detik-detik Jatuhnya Kota Bandung ke Tangan Jepang
Desa kelahiran KH. Sholeh Iskandar ini memang basis para pejuang kemerdekaan yang ada di Bogor. Inilah yang menjadi salah satu alasan jiwa nasionalisme tumbuh dalam diri ulama tersebut.
Beliau sendiri merupakan anak kedua dari lima bersaudara, yakni H. Anwar Arief, Achmad Chotib, Hj. Siti Chodidjah, dan Hj. Siti Djumraeni.
Melihat dari profil KH Sholeh Iskandar ia sejak kecil sudah mendapatkan didikan agama yang ketat dari keluarganya. Karena beliau merupakan seorang keturunan ulama besar dari Banten yang bernama H. Tubagus Arifin.
Ketika remaja KH. Sholeh Iskandar sudah aktif dalam kegiatan kepemudaan di desanya. Ia juga pernah mendirikan organisasi pemuda muslim yang bernama Syubbanul Muslimin (Pemuda Muslimin) di tempat kelahirannya.
Tak cuma itu, ia juga aktif memimpin Barisan Islam Indonesia (BII), dan Pemuda Gerakan Indonesia (Perindo).
Karena pengalaman-pengalaman inilah membuatnya seringkali dipercaya dalam berbagai laskar dan pasukan kemerdekaan.
Masa muda KH. Sholeh Iskandar tak hanya dihabiskan dengan kegiatan organisasi dan perjuangan. Namun juga dengan berbagai pendidikan keagamaan yang ia peroleh.
Baca Juga: Mengenal Sosok Syekh Mukhtar, Ulama asal Padaherang yang Punya Ilmu Kanuragan Tinggi
Ulama dari Bogor
Profil KH Sholeh Iskandar yang merupakan ulama dari Bogo ini sejak kecil menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren. Baik pesantren yang ada di sekitar rumahnya maupun wilayah lain.
Ia juga sempat memperoleh pendidikan di Sekolah Rakyat Warung Sabtu hingga kelas 3. Pada awalnya KH Sholeh pernah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Cangkudu, Kecamatan Baros, Serang pada tahun 1934-1936.
Pondok pesantren ini merupakan sebuah pondok yang berada di bawah kepemimpinan KH. Syukur. Alasan menuntut ilmu di Pondok Pesantren Cangkudu ini karena ia mengikuti KH. Shiddiq.
Selain itu, KH Sholeh pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Cantayan dan murid dari KH Ahmad Sanusi, KH Nachrowi, dan H. Damanhuri.
KH Sholeh Iskandar memang agak berbeda dengan ulama-ulama lainnya. Jika biasanya para ulama lain menuangkan ilmunya dalam bentuk tulisan dan kitab, ia banyak menghabiskan masa-masa perjuangannya dengan mengangkat senjata.
Tak hanya itu, ia juga lebih sering terjun langsung ke masyarakat dan mengambil tindakan ketimbang mencetuskan ide saja.
Melalui sarana dan prasarana yang ia bangun, perjuangan tersebut dilakukan terutama untuk umat Islam di Bogor.
Baca Juga: Sejarah Istana Bogor, Pernah Jadi Tempat Istirahat Pejabat Belanda
Membangun Lembaga Pendidikan
Pengabdiannya terhadap masyarakat memang bukanlah hal yang patut diragukan. Selain aktif memberikan tausiyah, ia pun banyak membangun lembaga pendidikan.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam “Api Sejarah 2: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia” (2016).
Pada masa Orde Baru ia aktif membangun Pesantren Darul Faral yang tak hanya mengajari perkara agama, tapi juga memelihara ternak dan masalah pertanian.
Adapun lembaga pendidikan yang ia bangun dan masih berdiri hingga hari ini adalah Universitas Ibnu Khaldun.
Dalam pendirian lembaga ini, KH Sholeh Iskandar dibantu oleh rekan-rekan seperjuangannya. Meski lahir di tengah kondisi perpolitikan yang sedang bergejolak, namun Universitas Ibnu Khaldun ini bisa membuktikan bertahan hingga hari ini.
Tak hanya itu, ia juga pernah mendirikan Rumah Sakit Islam Bogor dan Bank Amanah Ummah. Alasan dari KH. Sholeh Iskandar mendirikan beberapa lembaga ini berdasarkan kegelisahannya ketika melihat kondisi masyarakat.
Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Baca Juga: Kisah Ibnu Hajar Al-Asqalani, Anak Yatim Piatu Jadi Ulama Besar
Melihat dari profil KH Sholeh Iskandar diketahui kalau ia tak hanya dikenal sebagai seorang ulama, melainkan juga pejuang Kemerdekaan Indonesia.
Peran KH Sholeh Iskandar ini mendapatkan peran banyak dari keluarganya. Pasalnya, beberapa anggota keluarganya juga merupakan sesama pejuang kemerdekaan.
Kakaknya yang bernama H Anwar Arief merupakan seorang Komandan Seksi II Kompi IV, Kemudian adiknya yang bernama H Achmad Chotib menjabat sebagai Kepala Bagian Persenjataan Batalyon O dengan pangkat Letnan Muda.
Tak hanya itu, anggota keluarganya yang lain seperti Hj. Aisyah binti Salen merupakan Ketua Dapur Umum dari Laskar Rakyat Leuwiliang.
Keterlibatan para anggota keluarganya inilah yang membuat KH. Sholeh Iskandar menjadi seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Diantara para anggota keluarganya, KH Sholeh yang banyak dikenal masyarakat. Semangatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan dari tangan penjajah bukan hal yang diragukan lagi.
Bersama MPRL Melawan Belanda
Selama masa-masa revolusi, fisik KH Sholeh Iskandar melawan Belanda bersama dengan laskarnya yang bernama Laskar Rakyat Markas Perjuangan Rakyat Leuwiliang (MPRL). Bersama laskar tersebut melucuti tentara Jepang di daerah Kracak.
Kehebatannya dalam mengatur strategi, terutama dalam Palagan Bogor membuat ia tak hanya diakui oleh para pejuang Indonesia, melainkan juga oleh orang-orang Belanda.
KH. Sholeh Iskandar meninggal pada 22 April 1992. Ia meninggal ketika sedang memberikan tausiyah di Kantor BKSPP (Badan Kerjasama Pondok Pesantren) Jawa Barat.
Dikisahkan bahwa ketika itu KH Sholeh Iskandar sholat dzuhur, makan siang dan istirahat. Namun, ketika beliau tertidur inilah tidak bangun Kembali, dan ditemukan meninggal setelah ashar.
Lukman Hakiem dalam “Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh Peristiwa” (2017), menjelaskan, untuk menghargai jasa-jasanya yang besar terhadap bangsa dan negara Indonesia dan agama menjadi teladan bagi seluruh warga dan negara.
Maka Presiden Soeharto kala itu menganugerahkan Bintang Jasa Nararya kepada KH. Sholeh Iskandar. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)