harapanrakyat.com,- Tahun 1980 terdapat berita yang menggegerkan media nasional, pasalnya 90 persen peserta transmigran di Irian Jaya (kini Provinsi Papua) berasal dari daerah Cimahi, Bandung. Mereka menjadi salah satu pelopor transmigrasi terbesar di Jawa Barat sepanjang sejarah.
Daerah berjuluk kota tentara ini memiliki kondisi sosial masyarakat yang didominasi oleh buruh. Mereka mencoba hidup mandiri tidak bergantung pada pekerjaan buruh.
Kebetulan kala itu pemerintah orde baru sedang menggelar program transmigrasi ke wilayah Indonesia Timur.
Tanpa pikir panjang (demi mengubah kehidupan yang lebih mandiri), sebagian masyarakat Cimahi mendaftar menjadi bagian dari peserta transmigran ke Irian Jaya.
Mereka mengajak sanak saudara sekaligus anggota keluarga kumplitnya untuk berswadaya bersama para transmigran di Irian.
Ketika sampai di Irian Jaya, para transmigran asal Cimahi terkenal sebagai petani yang handal. Mereka gemar bercocok tanam di pekarangan depan tempat tinggalnya.
Seiring berjalannya waktu, mereka kemudian bergotong-royong membuka lahan baru di tengah hutan belantara.
Adapun dalam memori kolektif warga pribumi di Irian Barat, orang Cimahi yang dahulu datang karena program transmigrasi terkenal sebagai pembudidaya pohon jeruk manis.
Konon bibit jeruk tersebut mereka ambil langsung dari daerah tetangganya di Jawa Barat, yakni Garut.
Baca Juga: Bupati Izinkan Konser Dewa 19 di Stadion Jalak Harupat Bandung
Orang Cimahi Transmigran di Irian Jaya Rindu Kampung Halaman
Menurut surat kabar Suara Karya bertajuk “Transmigrasi di Irja: Penduduk Asli Senang, Pendatang Tidak Ada Keluhan?”, yang terbit 14 Juni 1988, di tengah perjalanannya sebagai transmigran, orang Cimahi di Irian Barat kerap mengeluh merindukan kampung halaman.
Para transmigran yang jumlahnya beratus-ratus orang dari Cimahi itu konon belum bisa beradaptasi dengan alam. Walaupun pemerintah sudah menggalakan Pembangunan.
Kala itu Irian Jaya masih didominasi oleh wilayah hutan yang luas. Bahkan terdapat beberapa kasus yang menyebut pelaku transmigran sempat akan melarikan diri.
Salah satu keluhan yang sering terdengar oleh panitia penyelenggara transmigrasi antara lain, pelaku transmigran di Irian Jaya belum bisa menyesuaikan diri dengan alam.
Namun hal ini semakin mereda setelah penduduk setempat merangkulnya dengan baik. Penduduk setempat mengakui keberadaan masyarakat dengan baik, mereka kemudian berubah pikiran dan memilih tetap tinggal di Irian Jaya.
Rindu Kampung Halaman Terbayar Lunas oleh Alam yang Subur
Baca Juga: Peringatan Hari Transmigrasi Setiap Tanggal 12 Desember
Kerinduan pada kampung halaman tidak hanya terobati oleh keadaan penduduk asli Irian Jaya yang baik hati. Para transmigran di irian Jaya yang rindu kampung halamannya itu terbayar lunas oleh keadaan alam yang subur.
Kondisi ini membuat mereka merasa tenang hidup di tanah Irian. Namun terkadang masih ada sebagian pelaku transmigran yang rindu berat kampung halamannya.
Terutama mereka yang belum berkeluarga karena tidak ada yang menjadi tanggungan hidup. Mereka yang masih lajang cenderung bosan dengan keadaan.
Bagi masyarakat transmigran yang sudah berkeluarga memilih tetap hidup di Irian Jaya. Mereka melanjutkan pekerjaannya sebagai petani.
Pertanian yang mendominasi di sana terdiri dari pertanian padi, perkebunan cabai, dan palawija.
Seiring berjalannya waktu, kerinduan pelaku transmigran pada kampung halaman menghilang setelah 4-5 tahun berlalu.
Apalagi setelah pemerintah daerah membangun beberapa penerangan dan akses jalan dari desa satu ke desa lainnya.
Baca Juga: Pangeran Mekkah Julukan Bupati Sumedang, Terkenal Baik Hati dan Berjiwa Sosial Tinggi
Membaur dengan Orang Pribumi di Irian Jaya
Setelah 4-5 tahun berlalu, pelaku transmigran di Irian Jaya semakin beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Apalagi setelah mereka disambut baik oleh penduduk setempat.
Mereka bahkan mengajak beberapa orang transmigran dari Cimahi untuk bekerjasama membangun pertanian.
Penduduk setempat dengan warga pendatang saling bertukar mengerjakan pertanian. Bahkan mereka mengandalkan orang Cimahi untuk menanam beberapa pohon yang saat itu tidak ada di Irian Jaya. Salah satu pohon tersebut adalah pohon jeruk manis yang bibitnya berasal dari Garut.
Selain saling bertukar pengetahuan tentang pertanian, masyarakat setempat dengan pelaku transmigran juga saling bertukar cara mengurus peternakan dengan baik.
Bagi masyarakat Irian, orang Cimahi jago mengurus peternakan. Mereka ingin belajar pada pelaku transmigran mengenai peternakan.
Sebagian penduduk transmigran di Irian Jaya punya kualitas hewan ternak yang lebih baik ketimbang hewan ternak milik penduduk setempat. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)