harapanrakyat.com,- Sejarah pesantren di Jawa Barat yang mungkin belum banyak orang mengetahuinya. Wilayah Jawa Barat sendiri identik dengan banyaknya bangunan pesantren, bahkan sudah ada sejak tahun 1800-1900.
Sejarah pesantren menurut sejumlah sejarawan muslim mengatakan, pesantren sebagai salah satu basis pemberdayaan umat Islam yang ditakuti oleh Belanda.
Selain pesantren, ibadah haji juga jadi incaran kolonial Belanda. Mereka (tentara Belanda) selalu mengawasi kepergian dan kepulangan haji dari daerah Jawa Barat.
Konon hal ini terjadi karena Belanda menganggap haji sebagai figur yang bisa memberontak sistem kolonialisme.
Belanda cemas dan khawatir jika perpaduan pesantren dan haji bisa membawa mereka dalam kehancuran.
Sebagian besar pemangku jabatan negeri kolonial menganggap santri adalah golongan paling berbahaya. Mereka bisa menghasut massa dengan cepat agar memberontak pada pemerintah Belanda.
Sejarah Pesantren di Jawa Barat, Santri Gelorakan Semangat Mesianistis
Baca Juga: Sejarah Pesantren Musthopawiyah, Pernah Menampung Mantan Napi
Menurut Ading Kusdiana dalam buku berjudul “Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945)” (2014), menyebut orang-orang pesantren (santri) zaman Belanda kerap menggelorakan semangat mesianistis.
Apa itu semangat mesianistis? Merujuk dari berbagai sumber, mesianistis berarti sebuah gerakan massa yang percaya pada sosok ratu adil. Biasanya gerakan ini populer di penduduk negeri yang terjajah, seperti Indonesia.
Gerakan massa ini biasanya terjadi dalam bentuk pemberontakan. Santri dan massa sekitar saling berkolaborasi untuk memberontak pada pemerintah kolonial.
Santri pesantren selalu sukses menggelorakan semangat mesianistis pada sebagian besar kalangan masyarakat Jawa Barat.
Karena peristiwa ini, kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 juga tak lepas dari peran santri. Bahkan, ketika zaman revolusi itu berkecamuk, kaum santri bersinergi dengan rakyat membentuk laskar.
Tujuan pembentukan laskar ini untuk memberikan perlawanan pada pemerintah Belanda yang dianggap korup dan licik. Itulah kaum santri, gerakannya selalu berhasil membuat massa memberontak.
Pesantren Lembaga Pendidikan Agama Islam Tertua di Jabar
Baca Juga: Kerusuhan Mandor Kelapa 1939, Unjuk Rasa Petani Kopra di Banjar Patroman Tolak Profesi Makelar
Masih menurut Ading Kusdiana (2014), pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam paling tua di daerah Jawa Barat.
Banyak santri dan kyai yang menggunakan pesantren sebagai tempat bertukar pikiran. Dari pesantren lahir pemikir-pemikir Islam yang berjasa untuk kemajuan bangsa hingga hari ini.
Pigeaud dan de Graaf (ahli budaya Indonesia) mengatakan, pesantren di Jawa Barat sudah eksis pada awal abad ke-16 Masehi.
Dalam perkembangannya, pesantren tidak hanya fokus untuk tempat menuntut ilmu para santri. Tapi lebih jauh dari itu bahwa pesantren juga kerap menjadi tempat yang diskusi antara santri dan kyai.
Menariknya, tradisi pesantren sendiri berasal dari budaya pra Islam. Konon pesantren merupakan wujud adopsi budaya zaman Hindu-Budha yang menyebut tempat pendidikan agamanya ini dengan istilah mandala dan asrama.
Artinya, sebelum nama pesantren diberikan untuk menyebut lembaga pendidikan agama Islam, istilah pesantren ternyata sudah populer di kalangan masyarakat sejak zaman Hindu-Budha.
Para kyai saat itu meniru istilah tersebut untuk mempopularkan lembaga pemberdayaan umat Islam agar lebih formal dan normatif.
Baca Juga: Pesantren Batuhampar, Pusat Pendidikan Islam se-Sumatera Sejak Zaman Kolonial
Pesantren Basis Pemberdayaan Umat Islam di Jawa Barat
Dari peristiwa tersebut kita semakin paham bahwa pesantren adalah basis pemberdayaan umat Islam terkuat di Jawa Barat. Belanda cemas dan ketakutan jika pemberdayaan ini bisa membuat pemerintahan kolonial berantakan.
Pasalnya, banyak pemikir hebat yang lahir dari pesantren, kemudian melakukan pemberontakan pada pemerintah kolonial.
Selain menciptakan santri revolusioner, pesantren juga membuat kyai semakin tangguh dalam melakukan perlawanan pada Belanda. Mereka mentransformasikan ilmu dan meregenerasi semangat mesianis pada para santri di pesantren.
Kyai sepuh yang sudah lama mengurus pesantren biasanya yang paling dituakan oleh para santri. Ucapannya sangat berpengaruh pada kemajuan santri, dan merekalah yang paling Belanda takuti.
Orang-orang Barat itu khawatir jika gabungan kyai sepuh di setiap pesantren beresiko merencanakan pemberontakan yang besar melawan kolonial.
Selain santri, para kyai juga mengumpulkan orang-orang yang sudah menunaikan ibadah haji. Mereka diberikan ruang untuk berdiskusi di pesantren. Dari diskusi itu lahir beberapa ide untuk melawan kolonial.
Oleh sebab itu, sebagian sejarawan mengatakan dari pesantren lahir gagasan pembaharuan yang bersifat revolusioner. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)