harapanrakyat.com,- Sebanyak 47 mahasiswa dari Fakultas Filsafat Unpar (Universitas Parahyangan) Katolik Bandung, mengunjungi Kampung Kerukunan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (12/8/2023).
Puluhan mahasiswa yang didampingi sejumlah dosen pembimbingnya itu sengaja datang ke Kampung Kerukunan yang berada di Lingkungan Lebak, Kelurahan Ciamis, Kecamatan Ciamis. Tujuannya untuk melengkapi kajian tentang dinamika sosial yang terjadi di masyarakat.
Tidak hanya itu, puluhan mahasiswa tersebut juga mengunjungi rumah-rumah ibadah yang berada di Kampung Kerukunan.
Kemudian melihat penampilan kolaborasi seni budaya dari lintas agama dan juga pertunjukan Gamelan kontemporer muslim Ki Pamanah Rasa dan kelompok angklung silih asih Gereja Katolik.
KKN Mahasiswa Fakultas Filsafat Unpar Katolik Bandung
Ketua Prodi Fakultas Filsafat Unpar Katolik Bandung, Stephanus Djunatan, mengatakan, kegiatan ini merupakan KKN atau kuliah lapangan di Prodi Filsafat Unpar Katolik Bandung.
Baca Juga: Mengintip Kesibukan Warga Kampung Kerukunan Ciamis Jelang Puasa
“Kami juga telah melakukan KKN ini di Kabupaten Pangandaran di beberapa desa sejak tanggal 9 Juli sampai hari ini. Tadi pagi pulang dan mampir dulu kesini untuk selebrasi sebentar, dan berbincang dengan tokoh-tokoh masyarakat,” katanya.
Menurut Stephanus, pertama-tama mahasiswa ini memang harus tahu dulu tentang desa, karena fokus Unpar itu banyak ke desa. Karena Indonesia basisnya di desa, akarnya di desa, kehidupan awal di kota itu adalah di desa.
“Jadi mereka sebagai calon-calon sarjana harus tahu dulu desa itu seperti apa, bagaimana hidup di desa itu. Lalu, masalah-masalah yang timbul itu apa dan bagaimana kemudian mereka belajar menemukan solusi atas masalah di desa,” tuturnya.
Sehingga, kalau suatu saat menjadi pemimpin mereka akan menjadi orang yang ingat akan desa, dan selalu berusaha untuk membantu desa-desa itu tetap berkembang.
“Mereka perlu belajar juga bagaimana secara konkrit menjalin hubungan saudara dengan antar agama. Tidak hanya di bangku kuliah saja, dalam buku atau cerita. Tapi mereka sendiri bisa menyaksikan di sini (Kampung Kerukunan),” katanya.
Baca Juga: Belajar Toleransi, Puluhan Pelajar SD Yos Sudarso Tasikmalaya Kunjungi Kampung Kerukunan Ciamis
Toleransi Bersifat Alami
Sebenarnya, menurut Stephanus, berdialog itu bukan suatu yang sudah, toleransi juga tidak harus pakai propaganda dulu baru bisa toleransi. Karena toleransi itu bersifat alami.
“Kalau tidak ada yang mulia ya tidak ada yang bisa dilihat. Tapi sebenarnya kita itu dulu sudah saling menghargai satu sama lain. Itu yang sebenarnya mau disampaikan kepada mahasiswa ini, bahwa hubungan antar pribadi mengatasi macam-macam hal seperti agama, suku dan sebagainya,” jelas Stephanus.
Sementara itu, Samuel Krisna, salah satu mahasiswa Fakultas Filsafat Unpar, mengaku kagum dengan permainan tradisional yang sampai saat ini masih dilestarikan.
Karena menurutnya, hal tersebut mengajarkan anak-anak tentang kebersamaan dan juga mengenalkan satu sama lainnya.
“Jadi dalam konteks masyarakat plural ini, permainan tradisional itu bisa mempersatukan. Anak-anak pun tertawa bersama tanpa mereka melihat suku, agama dan juga ras,” kata Samuel. (Feri/R3/HR-Online/Editor: Eva)