Profil Sayuti Melik merupakan salah satu sosok yang berperan penting dalam masa-masa Kemerdekaan Indonesia.
Pria yang bernama lengkap Mohamad Ibnu Sayuti, selain menjadi seorang juru ketik naskah proklamasi juga merupakan seorang wartawan dan politisi.
Dibaliknya sosoknya yang berperan penting selama masa-masa kemerdekaan, tidak banyak yang mengetahui bahwa sebenarnya Sayuti Melik merupakan anggota dari Menteng 31.
Sebuah perkumpulan untuk pemuda yang bermarkas di Asrama Angkatan Baru Indonesia. Gerakan Menteng 31 inilah yang merupakan gerakan yang melakukan penculikan terhadap Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
Baca Juga: Penjara Wanita Zaman Belanda, Tahanan Disiksa Sampai Gangguan Jiwa
Profil Sayuti Melik, Ayahnya Seorang Kepala Desa
Mengutip “Majalah Mediakarya: majalah Bulanan Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya” (1988), Sayuti Melik atau Mohamad Ibnu Sayudi lahir tepat pada 22 November 1908 di Sleman, Yogyakarta. Ia merupakan anak dari Abdul Mu’in atau Partoprawito dan ibunya bernama Sumilah.
Ayahnya berprofesi sebagai seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman Yogyakarta. Sayuti Melik terbilang termasuk anak yang beruntung karena bisa memperoleh pendidikan yang memadai.
Sejak kecil memang Sayuti Melik mendapatkan didikan yang kental dari ayahnya. Pandangan nasionalisme ia dapatkan dari sang ayah. Mengingat ayahnya pernah menentang kebijakan
Saat itu Belanda mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan sawahnya sebagai lahan yang akan ditanami tumbuhan tembakau.
Ketika melanjutkan pendidikannya di Solo, Sayuti Melik banyak belajar dari guru sejarahnya yang bernama H.A. Zurink.
Baca Juga: Kiprah Orang Kiri dalam Kemerdekaan Indonesia yang Terlupakan
Peran Haji Merah
Pemikirannya juga banyak dipengaruhi oleh majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach. Dari pria yang dijuluki Haji Merah inilah, ia banyak belajar mengenai Marxisme.
Karena pemikiran-pemikiran tersebut, ia seringkali ditangkap oleh pemerintah kolonial. Seperti pada tahun 1926, ia dituduh turut serta dalam membantu PKI dan berakhir dengan pembuangan ke Boven Digul pada tahun 1927-1933.
Kemudian ia juga pernah ditangkap oleh Inggris dan dipenjara pada tahun 1936. Bisa dikatakan hingga tahun 1938 Sayuti Melik sering keluar masuk penjara.
Ketika pulang dari masa-masa pembuangannya ini, ia mulai kembali terlibat dalam berbagai gerakan. Dari sinilah ia bertemu dengan SK Trimurti yang akhirnya ia nikahi pada 19 Juli 1938.
Bersama dengan SK Trimurti ia mendirikan Koran Pesat di Semarang. Meskipun terbilang termasuk Koran yang masih kecil, ia bersama dengan SK Trimurti lah yang terpaksa melakukan berbagai kegiatan dalam korannya ini.
Melalui Koran inilah Sayuti Melik dan SK Trimurti mengkritik berbagai kebijakan Pemerintah Hindia Belanda. Ia dan SK Trimurti melakukan kritik tajam hingga membuat mereka seringkali keluar masuk penjara.
Bahkan ketika pemerintahan berganti ke tangan Jepang, ia sempat ditangkap dan dituduh sebagai seorang Komunis.
Ia kemudian dibebaskan setelah Soekarno mendirikan Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dan memerintahkan pembebasan terhadapnya.
Profil Sayuti Melik, Anggota Menteng 31
Selama masa-masa sebelum kemerdekaan tidak banyak yang mengetahui bahwa Sayuti Melik termasuk anggota dalam kelompok Menteng 31.
Kelompok inilah yang melakukan perencanaan mengenai penculikan Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
Bersama dengan Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan Shodanco Singgih melakukan penjemputan terhadap Soekarno dan Moh. Hatta.
Kelompok Menteng 31 ini sendiri pada awalnya merupakan hasil bentukan Jepang, namun dalam perjalanannya kelompok 31 ini menjadi alat pendukung Kemerdekaan Indonesia.
Mengutip “Sedjarah Perdjuangan Pemuda Indonesia” (1961), peran pemuda-pemuda Menteng 31 pun cukup kompleks.
Baca Juga: Frans S Mendur, Fotografer Proklamasi Kemerdekaan yang Terlupakan
Pada masa-masa awal bulan Agustus 1945 mereka pernah bersama-sama dengan golongan dan grup lainnya mengadakan siaran-siaran radio dengan pemancar gelapnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam kota Jakarta.
Pemancar gelap ini dinamakan siaran dari “Radio Indonesia Merdeka”. Program siarannya selain siaran musik dengan lagu-lagu gembira dan bersemangat juga diadakan siaran-siaran untuk mengadakan perlawanan terhadap Jepang
Lokasi dari Kelompok Menteng 31 ini sendiri dikenal dengan sebutan Asrama Menteng 31. Di tempat inilah mereka mendapatkan berbagai pendidikan dari nasionalisme hingga politik dari Soekarno.
Selain itu juga mereka mendapatkan pendidikan langsung dari Moh. Hatta tentang ekonomi dan Mohammad Yamin tentang sejarah.
Beberapa nama yang termasuk ke dalam kelompok Menteng 31 selain dari Sayuti Melik adalah seperti, Sukarni, DN Aidit, Adam Malik, Chaerul Saleh, Wikana, B. M Diah, M. H. Lukman, Amir Syarifuddin, A. M. Hanafi, Maruto Nitimihardjo, Djohar Nur, dan Subadio Sastrosatomo.
Kelompok inilah yang melakukan dalang atas penculikan Soekarno-Hatta dan mendesak mereka untuk segera mengumumkan Kemerdekaan Indonesia.
Kelompok ini berusaha meyakinkan bahwa memang Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Selain itu mereka juga lah yang berusaha meyakinkan untuk tidak terpengaruh dengan Jepang.
Menjadi Juru Ketik Naskah Proklamasi
Ketika penculikan Soekarno dan Moh. Hatta. Achmad Subarjo menjadi salah satu tokoh yang berperan penting dalam perundingan itu.
Alhasil Achmad Subarjo pun berhasil membawa Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta, tepatnya ke Rumah Laksamana Maeda.
Ketika itu juga hadir Soekarno, Sayuti Melik dan perwakilan pemuda dalam perancangan naskah proklamasi itu.
Ketika waktu menunjukkan dini hari, Soekarno dan Moh. Hatta membacakan konsep naskah proklamasi tersebut.
Namun, pada pemuda menolak dan menganggap naskah itu sebagai buatan Jepang. Melihat suasana yang tegang inilah Sayuti Melik memberikan ide agar naskah Proklamasi itu ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa Indonesia.
Usulan tersebut pun diterima oleh para pemuda, dan mengganti kata yang awalnya, “Wakil-wakil bangsa Indonesia menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”.
St Sularto, dkk. dalam, “Konflik di Balik Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan kemerdekaan” (2010), Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik mengetik teks Proklamasi yang sudah disempurnakan dan ditandatangani.
Teks itulah yang kemudian dibacakan di halaman depan rumah Soekarno pada pukul 10.00 pagi. Sayuti Melik memang dikenal sebagai orang yang memiliki prinsip. Pasca Kemerdekaan Indonesia ia juga aktif dalam mengkritik Pemerintahan Soekarno.
Meskipun Sayuti Melik juga dikenal sebagai pendukung Soekarno yang dibuktikan keanggotaannya dalam PNI.
Ketika Soekarno mengenalkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme), ia mengusulkan agar konsepannya diganti menjadi Nasasos, dengan mengganti unsur “kom” menjadi “sos” (sosialisme).
Ia juga memberikan kritikan terhadap kebijakan pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Bahkan ia juga pernah menulis artikel yang berjudul, “Belajar Memahami Soekarnoisme” yang berisi tentang perbedaan Marhaenisme ajaran Soekarno dan Marxisme-Leninisme doktrin PKI.
Walaupun pada akhirnya tulisan itu dilarang dan majalahnya dilarang terbit. Sayuti Melik menilai bahwa kedekatan Soekarno dan PKI bukanlah hal yang baik. Ia menganggap PKI hendak memanfaatkan karisma Soekarno dalam perpolitikan. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)