Presiden Sukarno mengobarkan kampanye pembebasan Irian Barat melalui jargon Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tahun 1962. Trikora merupakan terminologi revolusi yang dibentuk Sukarno untuk mengusir Belanda di wilayah Irian Barat. Kala Indonesia merdeka tahun 1945, Irian Barat tidak termasuk wilayah yang dibebaskan oleh Belanda menjadi bagian dari NKRI.
Merasa tidak adil dengan keputusan tersebut, Sukarno nekat merebut paksa wilayah Irian Barat menggunakan agresi militer. Akibatnya terjadi konflik berkepanjangan dengan Belanda di wilayah Timur Indonesia.
Sukarno pertama kali mengibarkan bendera perang dengan Belanda di Irian Barat yaitu sejak tanggal 19 Desember 1961. Waktu itu Sukarno menyatakan perang dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat di tengah massa yang berkumpul di alun-alun Utara kota Yogyakarta.
Baca Juga: Suparna Sastradiredja, Tokoh PKI Asal Garut yang Hidup dalam Pengasingan di Belanda
Ia pun meminta dukungan dari berbagai massa yang hadir. Kebetulan saat itu organisasi-organisasi kiri mendukung sekali pernyataan Sukarno, tak terkecuali dengan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia).
Organisasi wanita yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini dengan sepenuh hati menyerahkan kadernya untuk mendukung Trikora. Bahkan saking loyalnya pada Presiden, Gerwani mampu mengirim kadernya ke barisan depan medan pertempuran.
Gerwani Kampanye Pembebasan Irian Barat Tahun 1962
Adapun kali pertama Gerwani mendukung Trikora terjadi dengan sangat dramatis. Pasalnya Gerwani yang tadinya hanya mengurusi bidang persoalan politik, budaya, sosial, dan ekonomi wanita di Indonesia, mendadak berubah ketika Operasi Trikora diresmikan Sukarno tahun 1961.
Gerwani menjadi organisasi perempuan yang tiba-tiba mengurusi persoalan militer. Mereka mengkampanyekan pembebasan Irian Barat tahun 1962 kepada seluruh khlayak yang hadir dalam rapat-rapat keorganisasian.
Dalam kampanye pembebasan Irian Barat, Gerwani selalu mengedepankan isu-isu pertentangan dengan neo-imperialisme dan neo-kolonialisme. Gerwani mencekoki kadernya supaya tidak termakan dengan tipu daya Belanda yang hendak menguasai kembali ibu pertiwi.
Maka dari itu kampanye pembebasan Irian Barat yang dilakukan oleh Gerwani merupakan bagian dari cara wanita Indonesia mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara. Sebab isi utama dalam kampanye ini antara lain yakni menentang penjajahan Belanda di tanah Irian.
Mengirim Kader Gerwani ke Garis Depan Pertempuran
Gerwani yang nekat ingin ikut cawe-cawe dengan Operasi Trikora –mengirim kader terbaiknya ke garis depan pertempuran. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Dimas Dwi Kurnia, dkk, dalam Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah UNY, Vol. 10, No, 2. (2019) berjudul, “Peran Gerwani dalam Tri Komando Rakyat (Trikora) 1961-1963”.
Baca Juga: Mengenal SI Puradisastra, Sastrawan Lekra dari Ciamis
Dimas menyebut Gerwani sebagai satu-satunya organisasi wanita di Indonesia yang berani menentang Belanda di Irian Barat secara nyata. Tidak seperti kebanyakan organisasi wanita yang hanya omong-omong, Gerwani justru merealisasikan bentuk bela negara dengan nyata.
Tak hanya melakukan kampanye pembebasan Irian Barat, Gerwani juga mengirim orang-orang terpilih dalam organisasi untuk ikut berjuang dalam Operasi Trikora.
Mereka bahkan rela jika harus berada di garis depan pertempuran. Kader revolusioner Gerwani memiliki mental yang kuat dan berani mati demi membela kedaulatan NKRI.
Namun peristiwa ini jarang terungkap dalam mata pelajaran sejarah saat ini. Tapi mafhum –hal ini terjadi akibat peristiwa G30S 1965, dimana PKI (partai induk Gerwani) terlibat peristiwa kelam yang menghancurkan kredibilitas organisasi akar rumputnya termasuk Gerwani.
Gerwani Memimpin Mogok Kerja Pegawai Perusahaan Belanda di Indonesia
Selain mengkampanyekan gerakan anti Belanda bahkan mengirim beberapa kadernya ke barisan depan peperangan di Irian Barat, Gerwani juga pernah memimpin mogok kerja para pegawai perusahaan Belanda di Indonesia untuk mendukung Operasi Trikora.
Masih menurut Dimas D. Kurnia, dkk (2019), konon perkumpulan organisasi wanita yang menjadi buruh –pembantu rumah tangga sempat mogok kerja untuk mengekspresikan pembelaannya pada Operasi Trikora.
Baca Juga: Kisah Egom, Hassan, dan Dirdja Berakhir di Tiang Gantungan Alun-Alun Ciamis
Mereka sengaja tidak memasak dan bersih-bersih rumah di tempat kediaman orang asing termasuk Belanda. Akibatnya banyak keluarga asing yang berdinas jadi kedutaan besar di Indonesia mengalami kesulitan rumah tangga.
Selain itu buruh wanita di pabrik-pabrik milik Belanda juga serentak berhenti sehingga produksi pabrik mangkrak untuk beberapa waktu ke depan.
Para buruh tersebut menginginkan pihak Belanda sadar dan segera melepaskan cengkraman kolonialismenya terhadap orang-orang di Irian Barat.
Para buruh wanita yang kemudian tergabung dalam Gerwani berjanji, apabila kemudian tuntutan demonstrasi (pemogokan) ini terealisasi, maka para buruh di seluruh perusahaan milik Belanda di Indonesia akan loyal dan setia pada majikannya. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)