Djoko Pekik tutup usia pada Sabtu (12/8/2023) lalu. Djoko Pekik, maestro seni rupa di Indonesia ini wafat pada usianya ke-86. Seniman yang terkenal punya gagasan menarik tentang celeng ini punya kisah hidup yang pilu di masa Orde Baru.
Selain pernah ditahan menjadi tapol, kurang lebih selama 30 tahun lamanya terdampak diskriminasi oleh negara lantaran terlibat lembaga kesenian milik Partai Komunis Indonesia (PKI) bernama Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA).
Sebetulnya Djoko Pekik tidak begitu menonjol dalam LEKRA. Hanya saja ia bersama kawan-kawannya mendirikan Sanggar Bumi Tarung (organisasi kesenian) yang orientasi kerjanya merujuk pada nilai-nilai kerakyatan.
Kala itu gagasan kerakyatan identik dengan LEKRA. Demi memperdalam semangat anggota Sanggar Bumi Tarung, Djoko dan kawan-kawan lainnya kemudian berafiliasi ke dalam LEKRA di Yogyakarta.
Baca Juga: Kisah Marsinah, Pahlawan Buruh yang Dibunuh pada Era Orde Baru
Dalam LEKRA Djoko Pekik semakin semangat melakukan misi-misi kesenian ke desa-desa. Saat itu pekerjaan ini disebutnya dengan istilah Turba (turun ke bawah), Pekik dan kawan-kawan terus menyemarakan seni untuk rakyat khas propaganda politik kiri pada zamannya.
Djoko Pekik Tutup Usia dan Kisah Sanggar Bumi Tarung Turba di Pedesaan Jawa
Sebagaimana ulasan di atas, Djoko Pekik dengan Sanggar Bumi Tarungnya sering melakukan turba ke pedesaan-pedesaan Jawa. Antara lain pernah memberikan semangat kesenian pada masyarakat agraris di daerah Kulonprogo.
Dalam misi kesenian ini, Pekik dan kawan-kawan di Sanggar Bumi Tarung ingin menghindari para petani dari bujuk rayu tuan tanah.
Sebab eksistensi tuan tanah disini membuat mereka (petani) tertindas. Isu sosial demikian kemudian divisualisasikan dalam bentuk lukisan oleh Djoko Pekik berjudul, “Tuan Tanah Kawin Muda”.
Lukisan yang menampilkan seorang tuan tanah tua menikahi wanita muda melambangkan keserakahan. Dengan begitu petani jangan tinggal diam saja tapi harus segera bangkit dan melawan ketertindasan tersebut.
Agenda Turba membuat Pekik dan kawan lainnya yang tergabung dalam Sanggar Bumi Tarung semakin memahami persoalan petani.
Bagi mereka para petani itu adalah orang yang seharusnya paling sejahtera namun pada kenyataannya tidak. Sanggar Bumi Tarung pun hadir memberikan edukasi pada petani melalui program kesenian.
Baca Juga: Rhoma Irama, Raja Dangdut dari Tasikmalaya yang Kritis dan Hampir Dibunuh Orde Baru
Djoko Pekik Teraniaya di Zaman Orde Baru
Melansir akun Youtube @DewaBudjanaChannel bertajuk, “HOME Chapter -32 Joko Pekik Dari Masa ke Masa”, seniman kiri yang hobi melakukan aksi Turba ini pernah teraniaya hidupnya di zaman Orde Baru (1966-1998).
Semua kesulitan di zaman itu bermula dari sebuah tragedi G30S tahun 1965. Sebagaimana kebanyakan sumber sejarah mencatatnya, peristiwa G30S tahun 65’ menyudutkan PKI sebagai dalang utama dibalik kerusuhan tersebut.
Akibatnya pemerintah republik mengalami kekacauan sehingga Sukarno lengser dan digantikan oleh Soeharto dengan sistem bernegara Orde Baru.
Di zaman Orde Baru seluruh anggota maupun simpatisan PKI diberantas habis sampai ke akar rumputnya. Hal ini berlaku juga ke setiap organisasi Onderbouw nya tak terkecuali dengan Sanggar Bumi Tarung Djoko Pekik.
Tak lama setelah peristiwa pembunuhan sejumlah Perwira Angkatan Darat tahun 65 itu berlalu, Pekik ditangkap oleh aparat di Yogyakarta pada 8 November 1965.
Penangkapan Ini membuat Pekik menjalani hukuman berpindah-pindah sel penjara. Dalam wawancaranya dengan Dewa Budjana, legenda seni rupa Indonesia ini menceritakan kisah paling sadis dialami dirinya ketika berada di penjara Benteng Vredeburg.
Konon seniman pentolan Sanggar Bumi Tarung ini harus berjalan jongkok saat keluar masuk sel tahanan. Kepalanya juga sempat diinjak-injak, punggung bengkak, sehingga menimbulkan luka dan berdarah di sekujur tubuhnya.
Mengalami Trauma Berat
Setelah keluar dari penjara tahun 1972, Djoko Pekik harus tetap melapor dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dianjurkan aparat setiap minggunya.
Baca Juga: Profil Djoko Pekik: Terlibat PKI 1965, Lukisannya Laku 1 Miliar
Tidak ada pemulihan nama agar setelah para tahanan politik seperti dirinya ketika keluar penjara bisa hidup bahagia kembali seperti semula.
Hal ini membuat psikologi Djoko Pekik terganggu. Seniman Sanggar Bumi Tarung yang terkenal produktif itu mengalami trauma berat. Akibatnya tidak ada lagi semangat untuk melukis, sedangkan untuk mencari makan anak istri, ia membuka jasa menjahit pakaian.
Setiap kali ada teman yang datang Pekik tak berani menatap mukanya. Ia selalu menjawab iya ketika ditanya tentang apapun mengenai dirinya.
Djoko Pekik sempat vakum melukis sampai akhirnya era Orde Baru mengalami transisi menuju kehancuran 1998. Dirinya mulai memberanikan diri melukis dan menggelar pameran tunggal satu hari satu lukisan.
Tak main-main hasil lukisannya pun laku miliaran rupiah. Perupa kelahiran Purwodadi, 2 Januari 1937 ini memberikan judul lukisan yang fenomenal yakni “Berburu Celeng”. Sampai akhirnya Djoko Pekik tutup usia pada 12 Agustus 2023. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)