harapanrakyat.com,- Didi Kartasasmita mantan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) asal Ciamis, yang membelot pada pihak republik. Tepatnya pada tahun 1945, Didi mencetuskan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Jakarta.
Pria kelahiran Cihaur, Ciamis tanggal 20 November 1911 silam itu rela meninggalkan satuan KNIL dan berpihak pada pasukan republik. Ia bahkan mengakui gagasannya dalam mendirikan TKR datang dari perasaan nasionalis yang murni dalam dirinya.
Walaupun gaji Didi pada saat menjadi anggota KNIL lebih dari kata terjamin, ia tak menyesal menghianati satuannya karena ia telah sadar jika kemerdekaan sudah dekat. Kerajaan Hindia Belanda akan bubar digantikan oleh Republik Indonesia.
Karena peristiwa ini Didi Kartasasmita dianggap pejuang republik sebagai pelopor kemerdekaan. Pasalnya Didi tidak hanya sendiri bergabung dengan pejuang republik, ia juga mengajak puluhan temannya dalam satuan KNIL menjadi bagian dari pasukan bersenjata anti Belanda.
Akibat hal tersebut nama Didi Kartasasmita ditulis menggunakan tinta merah oleh Panglima KNIL. Bahkan pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda, tentara KNIL yang bergabung dengan Sekutu memburu Didi ke berbagai daerah.
Mereka menggeruduk kantong-kantong gerilyawan untuk mencari penghianat KNIL bernama Didi Kartasasmita.
Didi Kartasasmita Mantan KNIL, Bertugas Membumihanguskan Ladang Minyak
Pada bagian ini mengulas konteks Didi Kartasasmita sebagai anggota KNIL. Menurut Ajip Rosidi dalam buku berjudul “Didi Kartasasmita: Pengabdi bagi Kemerdekaan” (1993), bahwa pertama kali dilantik menjadi anggota KNIL, panglima pertahanan Belanda menugaskannya ke Pulau Maluku.
Di Maluku Didi bertindak sebagai anggota KNIL pengaman lingkungan. Pada tahun 1940 tidak hanya Maluku yang pernah ia tinggal selama bertugas. Tapi ia juga pernah sampai ke beberapa pulau di Timur Indonesia lainnya, seperti Ternate dan Pulau Geser.
Kemudian menjelang tahun 1942, komandan KNIL memindah tugaskannya ke Pulau Bula. Selama di Bula ia bertugas sebagai anggota KNIL lapangan yang bertanggung jawab mempertahankan ladang-ladang minyak milik kerajaan Hindia Belanda.
Namun, tugas itu mendadak berubah setelah Perang Dunia II berkecamuk. Atasan Didi menugaskan pembumihangusan ladang minyak di Pulau Bula.
Seluruh anggota KNIL yang bertugas di Pulau Bula wajib membakar sumur-sumur berisi minyak sebelum Jepang tiba.
Setelah semua selesai dibakar, Didi Kartasasmita dan kawan KNIL lainnya melarikan diri ke Ambon. Tepat pada tanggal 29 Januari 1942 (dalam posisi baru tiba di Ambon), mereka harus dihadapkan dengan pertempuran melawan tentara Nippon yang sehari lebih awal tiba di sana.
Baca Juga: Mengenal Mohammad Toha, Komandan Barisan Rakyat Indonesia yang Gugur di Gudang Mesiu Sekutu
Karena pertahanan KNIL di Indonesia Timur rapuh, ia bersama sebagian kawan KNIL yang selamat melarikan diri ke Jawa pada tanggal 31 Januari 1941. Mereka menumpang kapal Belanda yang sering mengangkut hasil alam dari Ambon ke Pulau Jawa.
Mencetuskan Berdirinya TKR, Didi Kartasasmita Mengkhianati Sumpah KNIL?
Ketika Belanda kalah oleh Jepang pada tahun 1942, tentara Nippon hampir menguasai seluruh wilayah di Hindia Belanda.
Namun, kekuasaan mereka tak langgeng. Tepat pada tahun 1945 Jepang mengalah tanpa syarat pada Sekutu, dan Hindia Belanda berubah nama menjadi Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tampaknya membuat Belanda geram. Mereka merasa Hindia Belanda masih ada. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia sebagai perbuatan makar kaum nasionalis.
Akibat peristiwa ini, Belanda mengadakan agresi militer dari tahun 1947-1948. Hal itu Belanda lakukan sebagai aksi polisionil, yakni pengamanan dari perbuatan makar atau subversif.
Baca Juga: Sejarah Banjar Patroman, Sentral Karet Terbesar di Priangan Timur 1920-1962
Namun, pihak nasionalis menganggap ini sebagai bentuk penjajahan yang nyata terjadi. Karena perseteruan itu, Didi Kartasasmita datang dengan seragam KNIL kepada Urip Sumoharjo.
Ia menyampaikan maksud untuk bergabung bersama pejuang republik melawan Sekutu. Ia juga menawarkan pendirian badan keamanan untuk menghimpun pasukan nasional.
Tawaran itu pun mendapat persetujuan Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI), dan Amir Sjarifuddin (Menteri Pertahanan).
Lalu, pada tanggal 15 Oktober 1945 gagasan Didi Kartasasmita direalisasikan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Karena kejadian ini, satuan KNIL menganggapnya sebagai penghianat dan pembelot. Panglima KNIL Letjen SH Spoor marah besar.
Kendati demikian, Didi tidak gentar atau pun takut. Ia juga tidak merasa menjadi pengkhianat. Sebab terhitung sejak tanggal 9 Maret 1942 KNIL sudah bubar.
Tertekan dalam Satuan KNIL
Menurut Ajip Rosidi, selain panggilan rohani, Didi Kartasasmita mantan KNIL yang kemudian mendirikan TKR itu memihak kaum republik karena tertekan dalam satuan KNIL.
Menurut wawancara Ajip dengan Didi (1993) mengatakan, sejak tahun 1942 kekuatan KNIL sudah rapuh. Apalagi satuan KNIL di wilayah Hindia Timur.
Ia merasa kekuatan tentara kerajaan Hindia Belanda itu sengaja menaruh anggota dari kalangan bumiputera supaya tentara Jepang menghancurkan mereka.
Kejadian ini membuatnya tertekan. Pencetus TKR kelahiran Ciamis, Jawa Barat ini berterus terang bahwa ia lebih baik mati membela bangsa sendiri, ketimbang mempertahankan kepentingan orang kulit putih.
Apalagi sejak awal tahun 1940 ia sudah memprediksi umur kerajaan Hindia Belanda tak akan lama lagi. Perasaan pesimisnya itu menjadi kenyataan pada tahun tahun 1945.
Tidak hanya satuan KNIL yang bubar, tetapi pemerintahan kolonial Hindia Belanda juga ikut hancur. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)