harapanrakyat.com,- Batu Bangkong yang terletak di Situs Eyang Kaliwon, Kelurahan Maleber, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, menyerupai seekor katak. Konon katanya batu tersebut mempunyai kekuatan magis dan bisa berpindah-pindah tempat sendiri.
Batu tersebut berada di pinggir makam Eyang Kaliwon, seorang penjaga perbatasan Galuh yang terletak di Kelurahan Maleber.
Batu Bangkong tersebut memang sekilas seperti katak, konon batu yang berukuran cukup besar dan tinggi sekitar 50 sentimeter itu sudah ada sejak Eyang Kaliwon masih hidup. Bahkan, batu tersebut juga terlihat bersih meskipun tidak ada yang membersihkan.
Ilham Purwa, Penggiat Budaya mengatakan, batu Bangkong itu secara historisnya atau mitosnya itu jika dipindahkan akan balik lagi ke tempat semula. Bahkan, batu itu bentuknya menyerupai katak.
“Secara mitologi atau history, batu tersebut mempunyai legenda pernah dulu dipindahkan oleh seseorang dan batu tersebut kembali lagi. Bahkan, ada juga yang diambil oleh orang tapi kembali lagi,” katanya, Selasa (1/8/2023).
Baca juga: Mitos yang Masih Dipercaya di Objek Wisata Situwangi Ciamis
Menurut Ilham, karena batu tersebut sering berpindah-pindah dan juga bentuknya menyerupai katak sehingga dijuluki batu Bangkong, dan sekarang menjadi ciri khas Situs Makam Eyang Kaliwon.
“Itu sudah ada sejak lama, dan diperkirakan semasa hidup Eyang Kaliwon itu sudah ada. Saat ini menjadi ciri khas Situs Makam Eyang Kaliwon karena hanya ada di situs tersebut saja,” tuturnya.
Asal Muasal Batu Bangkong di Ciamis Belum Diketahui
Ilham menjelaskan, selama ini belum diketahui asal muasal batu Bangkong tersebut. Namun, dahulu itu berhubung sesepuhnya adalah Eyang Kaliwon waktu itu, jadi batu tersebut dirawat oleh Eyang.
“Meskipun tidak ada yang membersihkan, tapi batu Bangkong itu selalu bersih, bahkan tidak ada lumut atau apapun di batu tersebut,” jelas Ilham.
Ilham menceritakan terkait perpindahan batu Bangkong tersebut bergeser tempat namun masih di area makam. Kemudian, batu tersebut pernah diambil oleh orang atau keluar dari tempat tersebut, namun balik lagi ke tempat tersebut.
“Bahkan, ada yang ambil namun dikembalikan lagi ke tempatnya karena tidak kuat mengalami gangguan-gangguan gaib. Jadi intinya batu itu tidak mau pindah, kalau ingin pindah pasti oleh sendirinya,” ujarnya.
Sisi positifnya, kata Ilham, harus bisa menghargai apa yang diturunkan budaya leluhur dan menghormatinya. Jadi, nilai-nilai konservasi dan nilai perlindungan itu ada.
“Jadi intinya larangan itu bukan apa-apa namun bertujuan untuk pelestarian peninggalan para leluhur kita, supaya tetap kita lestarikan,” pungkasnya. (Ferry/R8/HR Online/Editor Jujang)