harapanrakyat.com,- Tragedi gaplek singkong beracun di Cirebon, Jawa Barat, tahun 1938, merupakan suatu istilah ironis untuk menggambarkan kemiskinan yang menimpa kaum pribumi. Akibat peristiwa gaplek beracun itu, terdapat 4 keluarga petani miskin meninggal keracunan gaplek.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Pertanyaan itu tentu menimbulkan prasangka buruk pada kelompok yang membuat petani miskin makan gaplek singkong. Karena saat itu gaplek merupakan makanan satu-satunya orang pribumi yang terjangkau.
Akibat sistem kolonialisme Belanda, para petani pribumi mengalami kemiskinan. Mereka sering kelaparan lantaran beras, gandum, dan jagung menjadi bahan pokok utama yang hanya bisa dimakan oleh orang Eropa.
Hanya mereka yang kaya atau elit pribumi yang dekat dengan orang Belanda bisa mengonsumsi makanan dari bahan-bahan tersebut.
Sedangkan, orang pribumi miskin yang umumnya kalangan petani hanya boleh makan gaplek. Padahal makanan ini kerap mengandung racun di dalamnya.
Kebiasaan mengkonsumsi gaplek membuat keluarga para petani miskin mengalami keracunan.
Salah satu korban keracunan gaplek adalah keluarga petani miskin di daerah Cirebon. Mereka meninggal dunia setelah memakan gaplek yang diolah sendiri di rumahnya.
Baca Juga: Kisah Gubernur Pertama Jawa Barat Digeledah Pejuang Tasikmalaya
Tragedi Gaplek Singkong Beracun di Cirebon Saat Pemerintah Resmikan Waduk Darma
Menurut catatan kolonial, tragedi gaplek beracun yang menyebabkan 4 orang meninggal dunia itu terjadi berbarengan dengan pemerintah meresmikan pembangunan Waduk Darma.
Peristiwa ini merekam ironisnya 4 anggota keluarga petani miskin pribumi meninggal akibat makan gaplek beracun. Tapi pemerintah kolonial tidak ada rasa simpati pada mereka.
Peresmian pembangunan Waduk Darma justru berlangsung meriah dengan sejumlah seni daerah. Laporan kolonial mencatat peristiwa ini terjadi pada tanggal 28 Oktober 1938.
Meski begitu, ada sebagian orang Belanda yang simpati dengan tragedi gaplek singkong beracun di Cirebon, salah satunya seorang wartawan.
Wartawan baik hati yang menaruh sedih secara mendalam pada keluarga petani pemakan gaplek singkong beracun itu memuat berita duka di koran. Kolom pemberitaannya bersebelahan dengan berita peresmian pembangunan Waduk Darma.
Gaplek Singkong Primadona Orang Eropa untuk Makanan Ternak
Baca Juga: Makanan dari Singkong yang Menyehatkan dan Enak untuk Camilan
Tampaknya gaplek singkong merupakan makanan yang tidak hanya terkenal di Hindia Belanda saja. Pasalnya, gaplek juga menjadi primadona bagi orang Eropa. Namun, ada perbedaan yang sangat mencolok.
Perbedaan itu terletak dari fungsi gaplek singkong sebagai benda yang bersifat konsumsi. Jika di Hindia Belanda gaplek terkenal sebagai bahan pokok makanan rakyat pribumi miskin. Sedangkan, di Eropa gaplek adalah makanan hewan ternak yang terdiri dari sapi dan babi.
Orang Eropa tidak mengkonsumsi gaplek, meskipun mereka menjadikan gaplek sebagai primadona. Tapi primadona makanan untuk hewan ternak.
Penggunaan gaplek sebagai makanan hewan ternak marak terjadi di Belgia, Perancis, dan Scandinavia.
Orang-orang di negara tersebut percaya jika gaplek singkong yang dicampurkan dengan barley dan ampas jagung bisa menghasilkan nutrisi yang baik untuk gizi hewan ternak. Oleh sebab itu, tak jarang gaplek juga diimpor dari negara-negara Asia Tenggara.
Gaplek Makanan Pemicu Penyakit Beri-beri
Baca Juga: Sejarah Banjar Patroman, Sentral Karet Terbesar di Priangan Timur 1920-1962
Laporan kolonial “Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie” 29 September 1933, memberitakan mengenai resiko mengkonsumsi gaplek singkong.
Menurut peneliti biologi dan pangan Belanda, gaplek sebagai makanan utama pemicu penyakit beri-beri yang mematikan.
Tragedi meninggalnya orang pribumi oleh penyakit beri-beri akibat gaplek singkong beracun pernah menimpa 800 orang Wonogiri, Jawa Tengah. Mereka tewas mengenaskan dengan badan yang penuh luka akibat memakan gaplek.
Hal ini membuat pemerintah kolonial mengeluarkan ordonantie (peraturan) yang melarang orang-orang pribumi mengkonsumsi gaplek.
Pasalnya, konsumsi gaplek bisa membuat sanitasi suatu daerah tercemar karena dampak yang timbul, seperti penyakit beri-beri.
Tragedi gaplek singkong beracun juga membuat semua penduduk di Wonogiri trauma. Selain khawatir tertular beri-beri, mereka juga takut jika apa yang menimpa 4 anggota keluarga petani miskin di Cirebon terulang kembali.
Dengan begitu, penduduk pribumi mulai memikirkan alternatif makanan lain. Mereka kemudian menjatuhkan pilihan makanan yang terjangkau, yaitu gandum.
Kebetulan menjelang tahun 1940-an harga gandum cenderung murah dan terjangkau. Akhirnya para petani pribumi miskin bisa terbebas dari resiko penyakit beri-beri dan keracunan akibat gaplek singkong. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)