Sho Bun Seng merupakan seorang seniman Tionghoa yang pernah menjadi pemberantas gerombolan DI/TII di Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1949. Menurut sejarah, Sho Bun Seng dulunya adalah pemain seni pertunjukan Dardanela yang tersohor di Sumatera.
Namun karena keadaan yang memungkinkannya untuk masuk menjadi bagian dari tentara Nasional, maka dengan sepenuh hati Sho Bun Seng mendaftar.
Adapun sebelum ia bertugas mengusir gerombolan DI/TII di Ciamis, pertama kali Sho Bun Seng mempraktikan kerja-kerja militernya yakni menyerang markas Jepang di Sumatera pada 1944.
Ia bersama beberapa kawan Tionghoa yang juga masuk dalam ranah militer merebut paksa senjata dari tentara Jepang. Sho Bun Seng pernah memaparkan kesaksiannya jika ia dan kawan-kawannya hanya berbekal senjata bambu runcing untuk menghadapi Jepang.
Baca Juga: Kisah RAA Kusumadiningrat, Bupati Galuh yang Beristri Wanita Tionghoa
Namun karena kuasa Tuhan yang Maha Adil, Sho Bun Seng bersama pasukannya menang. Ia berhasil menghabisi nyawa tentara Jepang yang bersenjata lengkap.
Bahkan ia juga sukses mendapatkan senjata beserta amunisi lengkap dari markas Nippon di daerah Sumatera Barat.
Karena kepiawaiannya dalam dunia militer, akhirnya Sho Bun Seng dilirik oleh Tentara Nasional untuk menjadi mata-mata tahun 1949. Tepatnya ketika negara ini berhadapan dengan gerombolan DI/TII di daerah Jawa Barat.
Tionghoa Pemberantas Gerombolan DI/TII di Ciamis, Kisah Awal Mula Terjun ke Dunia Militer
Menurut M. Nursam dalam buku berjudul, “Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie” (2008), awal mula Sho Bun Seng –dari seniman Dardanela terjun ke dunia militer terjadi pada tahun 1944, tepatnya ketika Jepang berada di ujung tanduk kekalahan Perang Dunia II.
Pria Tionghoa peranakan kelahiran Kota Raja, Aceh, pada 12 November 1911 mengawali karirnya sebagai seniman peran. Ia adalah salah seorang pemain sandiwara Dardanela yang tersohor, banyak penggemar Sho Bun Seng karena keterampilannya dalam dunia akting.
Sho Bun Seng bahkan pernah aktif dalam grup sandiwara paling terkenal di Hindia Belanda tahun 1920-an bernama Opera Miss Riboet. Namun tak lama setelah ia menikahi wanita Tionghoa asal Padang, Sumatera Barat, ia mulai bosan dengan pekerjaannya.
Sho Bun Seng ingin profesi yang lebih menantang, maka tanpa pikir panjang ia ikut bergabung menjadi militer republik yang kala itu sedang gencar mengusir tentara Jepang di pesisir Sumatera. Dari sinilah awal mula Sho Bun Seng menancapkan karirnya sebagai seorang tentara.
Baca Juga: Penumpasan Gerombolan DI/TII dan Nasi Bungkus Pangdam Siliwangi di Pangandaran
Membantu Tentara Nasional Menumpas DI/TI di Ciamis
Masih menurut Nursam, ketika Sho Bun Seng bertugas di Satuan Batalyon Pagaruyung Kalimantan, tiba-tiba komandannya memindahkan perjalanan dinasnya ke wilayah Jawa Barat. Tepat pada tahun 1949 Sho Bun Seng pindah ke daerah Ciamis. Saat itulah seniman Tionghoa ini berperan sebagai pemberantas gerombolang DI/TII di Ciamis.
Adapun tugas utama yang diberikan komandannya kala itu adalah “tugas spionase”. Sho Bun Seng akan berpura-pura menjadi masyarakat Ciamis yang menjadi gerombolan DI/TII.
Tujuannya untuk menemukan beberapa informasi terkait bentuk kejahatan seperti apa saja yang dilakukan oleh gerombolan DI/TII di sana.
Selain menjadi intelijen, Sho Bun Seng juga sempat mengikuti beberapa anggota militer Siliwangi merencanakan operasi pagar betis di kaki gunung Galunggung. Namun belum sampai rencana itu terealisasi, Sho Bun Seng memilih istirahat alias pensiun.
Satuan militer di Jawa Barat mengenal Sho Bun Seng sebagai prajurit republik yang loyal. Kendati berdarah keturunan Tionghoa, Sho Bun Seng sangat mencintai negaranya (Republik Indonesia). Bahkan rasa cintanya itu tercermin saat dirinya memilih karir militer dan sukses merampungkan beberapa tugas operasional di beberapa wilayah Indonesia.
Baca Juga: Kisah Persekutuan APRA dengan DI/TII di Tasikmalaya yang Menggegerkan Pasukan Siliwangi
Tahun 1958 Sho Bun Seng Memutuskan Pensiun dari Dunia Militer
Pada tahun 1958 Sho Bun Seng memutuskan untuk pensiun dari karirnya sebagai tentara. Ia kemudian memilih menghabiskan masa tuanya dengan aktif kembali menjadi pemain sandiwara. Shi Bun Seng kembali membangun Opera Miss Riboet di daerah Pekalongan, Jawa Tengah.
Surat pensiun yang diajukan oleh dirinya kepada pemerintah republik disetujui oleh Presiden Sukarno. Orang nomor satu di republik ini pun kemudian memberikan beberapa penghargaan kepada Sho Bun Seng, antara lain “Bintang Satya Lencana Peristiwa Aksi Militer Pertama” dan “Bintang Satya Lencana Kemerdekaan Kedua”.
Seperti tidak puas dengan penghargaan yang telah diberikan di atas, Presiden Sukarno kemudian menambah penghormatan atas jasa-jasa Sho Bun Seng dengan “Surat Tanda Jasa Pahlawan” dan “Bintang Satya Lencana Gerakan Militer ke V”.
Terakhir ketika Sho Bun Seng meninggal dunia pada tahun 2000 silam, jasadnya dipersilahkan negara untuk disemayamkan di komplek pemakaman pahlawan –TMP Kalibata, Jakarta.
Itulah sekilas sejarah tentang Sho Bun Seng –mantan tentara pejuang sekaligus seniman Tionghoa pemberantas gerombolan DI/TII di Ciamis, Jawa Barat. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)