Raden Soemanegara merupakan salah seorang Patih Bandung yang kontroversial. Namun di balik kisah kontroversinya itu ia dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat bumiputera, pasalnya Raden Soemanegara merupakan pemberontak Belanda yang membela kaum alit.
Banyak kebijakan pemerintah kolonial yang ditentang oleh Patih Kota Kembang ini, salah satunya yaitu ketika pemerintah Belanda mewajibkan pajak tanah kepada rakyat kecil akhir abad ke-19 masehi.
Raden Soemanegara menganggap pajak yang diterapkan oleh pemerintah kolonial itu telah memberatkan beban rakyat kecil. Mereka bahkan sering kelaparan karena tidak bisa mencari makan akibat uangnya habis untuk membayar pajak tersebut.
Namun karena kekuatan pemerintah kolonial terlalu tinggi untuk ditandingi, maka pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Soemanegara menyerang pusat pemerintahan kolonial di Bandung dapat digagalkan oleh opas Belanda yang bersenjata.
Baca Juga: Sejarah Pasar Baru Bandung, Pusat Dagang Tionghoa Zaman Kolonial
Lantas bagaimana Raden Soemanegara melanjutkan perlawanannya? Apakah ia masih nekad menyerang balik Belanda walaupun sudah digagalkan oleh opas kolonial atau Soemanegara berhasil dikalahkan oleh orang-orang Barat?
Patih Bandung Raden Soemanegara Memberontak Belanda dan Diasingkan ke Luar Jawa
Menurut buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1979), akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Soemanegara terhadap kantor pemerintah kolonial di Bandung gagal, maka ia mendapatkan vonis hukuman buang.
Raden Soemanegara lantas diasingkan oleh pemerintah Belanda ke daerah Pontianak, Borneo (Kalimantan).
Ia dibuang Belanda bersama ayahnya yang juga seorang Spartan dan bercita-cita meruntuhkan kekuatan kolonial di tanah Pasundan bernama Demang Suriadipradja.
Konon Demang Suriadipradja merupakan seorang jagoan yang terkenal punya kesaktian tinggi. Antara lain seperti kebal terhadap tembakan peluru dan tusukan pedang tajam.
Namun karena pemerintah kolonial punya banyak opas, maka dengan mudah dua orang yang melakukan pemberontakan ini berhasil diringkus dan diasingkan ke luar Jawa.
Adapun tujuan pengasingan ini tidak lain untuk memutuskan relasi supaya tidak ada lagi semangat pemberontak dari kalangan elit bumiputera. Belanda sengaja mematahkan semangat perubahan demi melanggengkan kekuasaannya di tanah Hindia yang subur dan kaya.
Raden Soemanegara Ayah Tokoh Emansipasi: Raden Dewi Sartika
Raden Soemanegara berhasil diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Pontianak. Namun, perjuangan melawan penjajah tampaknya dilanjutkan oleh anak perempuannya bernama Raden Dewi Sartika.
Raden Dewi Sartika terkenal sebagai tokoh Nasional yang membawa ajaran emansipasi wanita di daerah Jawa Barat. Ia ingin seluruh wanita menjadi cerdas dan bisa setara dalam ilmu serta pengetahuan dengan kaum laki-laki.
Perjuangan Raden Soemanegara yang digantikan oleh putrinya –Raden Dewi Sartika semakin terang ketika ia berhasil membuka sekolah pertama untuk perempuan, pada tanggal 16 Januari 1904.
Baca Juga: Sejarah Perlawanan Umat Islam Ciamis terhadap Belanda, Menginspirasi Bandung Lautan Ap
Adapun di belakang Raden Dewi Sartika ada Bupati Martanegara. Konon sang pejabat itulah yang membantu Dewi Sartika mewujudkan impiannya –membangun sekolah untuk perempuan.
Bupati Martanegara mendukung seluruh kegiatan Dewi Sartika di sekolahnya, bahkan ia sampai memberikan izin kepada Dewi untuk mendirikan sekolah impiannya itu di salah satu ruang kantor kabupaten bernama “Ruang Paseban”.
Dengan kata lain Raden Dewi Sartika berhasil menjadi pelopor perubahan perempuan di Jawa Barat. Sebab pada hakikatnya pendidikan merupakan kunci perubahan bagi suatu kaum yang tertindas.
Baca Juga: Sejarah Hari Buruh 1956 di Bandung, Lapangan Tegallega Dipenuhi Ribuan Pekerja
Politik Etis yang Menyebabkan Raden Soemanegara Memberontak Belanda
Masih melansir buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1979), keberanian Raden Soemanegara saat memberontak Belanda disebabkan oleh adanya program politik etis.
Politik Etis merupakan salah satu agenda politis pemerintah kolonial yang bersifat “amnesti” (meminta pengampunan/penebusan dosa). Pemerintah Belanda memberikan 3 program untuk memajukan rakyat bumiputera, yaitu program Irigasi, Transmigrasi, dan Edukasi.
Program politik etis diberlakukan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1901. Dari tiga agenda politik di atas tampaknya program edukasi yang membuat Raden Soemanegara memberontak kepada Belanda. Sebab tanpa adanya bidang pendidikan maka tidak akan muncul keberanian untuk memperjuangkan kebenaran.
Selain membentuk mentalitas Raden Soemanegara yang pemberani, adanya program politik etis yang diciptakan oleh Belanda juga membuat anaknya –Raden Dewi Sartika tumbuh menjadi pejuang intelektual. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)