Presiden Soekarno menunjuk Pangdam Siliwangi bernama Mayjen Ibrahim Adjie untuk melakukan penumpasan terhadap gerombolan DI/TII. Pada tahun 1950 gerakan separatisme yang diusung oleh gerombolan DI/TII semakin kuat di Jawa Barat.
Daerah yang menjadi basis gerombolan tersebut antara lain Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, dan perbatasan antara Jawa Barat-Jawa Tengah dari arah Selatan.
Penduduk di daerah tersebut mengalami banyak trauma, mereka takut dengan gerombolan DI/TII.
Pasalnya tidak hanya mengajak mereka untuk mendukung pemisahan diri dari republik Indonesia, gerombolan DI/TII juga tak segan untuk menghabisi orang yang tidak menyetujui berbagai usulannya.
Peristiwa ini pun terus menghantui pemerintah republik Indonesia. Maka pada tahun 1957, Ibrahim langsung terjun ke lapangan bersama anak buahnya untuk memenuhi daulat sang Presiden. Hingga pada tahun 1960-an awal kerusuhan yang disebabkan oleh gerombolan DI/TII semakin redup.
Baca Juga: Gerombolan DI/TII Mengamuk di Garut 1953, 113 Rumah Dibakar, 5 Warga Sipil Terbunuh
Mereka tidak lagi menunjukkan perlawanan yang berarti. Bahkan beberapa gembongnya sudah tertangkap oleh pasukan Siliwangi di berbagai daerah operasi mereka seperti di Ciamis, Tasikmalaya, dan Pangandaran.
Pada tahun 1961, untuk merayakan kemenangan yang bisa disamakan dengan syukuran keberhasilan tugas pasukan Siliwangi memberantas gerombolan DI/TII di Jawa Barat, maka Ibrahim Adjie selaku Pangdam Siliwangi hendak merayakannya di Pangandaran.
Rayakan Penumpasan Gerombolan DI/TII, Mayjen Ibrahim Adjie Mengundang Atase Asing di Jakarta ke Pangandaran
Mayjen Ibrahim Adjie hendak meramaikan keberhasilan tugas pasukan Siliwangi memberantas gerombolan DI/TII. Ia pun mengundang beberapa atase militer asing dari Jakarta ke Pangandaran.
Para atase ini diundang sekaligus untuk membuktikan tidak ada lagi gerombolan DI/TII yang berkeliaran di daerah Jawa Barat. Khususnya di Ciamis, Tasik, dan Pangandaran.
Mayjen Ibrahim Adjie sengaja memilih Pangandaran untuk merayakan kemenangan, karena ia ingin mengajak anak buahnya berwisata. Pada saat itu, daerah Pangandaran sudah terkenal sebagai tempat wisata bermain air.
Pangandaran menjadi saksi kegembiraan prajurit Siliwangi pasca menumpas gerakan separatis yang diinisiasi oleh gerombolan DI/TII.
Mayjen Ibrahim Adjie ingin membebaskan prajuritnya dari tugas yang menegangkan dengan cara berlibur bersama. Bahkan prajurit Siliwangi diijinkan mengajak anak dan istrinya ikut berlibur ke pantai Pangandaran.
Kegembiraan berwisata pasca pelaksanaan tugas yang cukup berat tampak juga pada ekspresi atase militer asing yang menghadiri undangan Ibrahim di Pangandaran.
Mereka asyik memotret beberapa momen prajurit Siliwangi sedang bermain air. Sesekali para perwira asing itu juga mengabadikan foto di pantai Barat Pangandaran dengan latar lembah Pananjung di belakangnya.
Baca Juga: Kerusuhan Separatis di Ciamis, Wedana Manonjaya Tewas Dibunuh Gerombolan DI/TII
Selama di Pangandaran, Mayjen Ibrahim Adjie Tidak Mengganggu Prajurit Berlibur
Menurut Aris Santoso, dalam “Merekam Derap Sepatu Lars: Kumpulan Catatan Politik Militer di Indonesia” (2019), Mayjen Ibrahim Adjie dikenal oleh berbagai kalangan prajurit Siliwangi sebagai pemimpin yang egaliter.
Ia tak sungkan makan, minum, dan tidur bersama dengan anak buahnya tatkala sedang bertugas melerai pemberontakan DI/TII di daerah Tasikmalaya.
Perilaku egaliter ini tetap terasa sama bahkan ketika tugas prajurit Siliwangi selesai melakukan penumpasan terhadap gerombolan DI/TII di Jawa Barat pada 1961. Hal ini terlihat ketika Mayjen Ibrahim Adjie tidak ingin mengganggu prajuritnya dengan tugas saat berlibur di Pangandaran.
Bagi Mayjen Ibrahim liburan untuk merayakan kebebasan Jawa Barat dari ancaman gerombolan DI/TII ini bagian dari hak prajurit Siliwangi. Pasalnya tentara juga manusia, mereka butuh liburan. Maka dari itu ia merasa jika dalam waktu berlibur anak buahnya tetap dibebani oleh tugas sama dengan mencederai hak prajurit.
Kendati Ibrahim Adjie berpangkat Mayjen, bukan berarti ia bisa menugaskan prajurit Siliwangi seenaknya. Menurut Mayjen Ibrahim, menghormati anak buah bagian dari tugas mulia komandan yang harus dijaga. Oleh sebab itu ia selalu dihargai oleh anak buahnya.
Baca Juga: Sejarah Batalyon Jago, Penumpas Gerombolan DI/TII di Kota Banjar
Merayakan Kemenangan di Pangandaran, Mayjen Ibrahim Bekal Nasi Bungkus
Karakter Mayjen Ibrahim yang rendah hati tampak jelas pada saat ia pergi ke Pangandaran dengan bekal nasi bungkus.
Kala itu membekali diri dengan nasi bungkus saat berlibur bagian dari trend of vacation orang Jawa Barat. Bisa jadi membawa bekal nasi bungkus merupakan cara Mayjen Ibrahim menghargai kebersamaan.
Sebab tidak hanya ia dan keluarganya yang membawa bekal nasi bungkus, Mayjen Ibrahim juga telah menyiapkan puluhan nasi bungkus untuk para prajurit beserta anak istrinya untuk bekal konsumsi di perjalanan.
Bahkan menurut salah seorang veteran anak buah langsung Mayjen Ibrahim, konon ketika rombongan mereka hampir tiba di Pangandaran, sang jenderal meminta izin kepada anak buahnya untuk membuka nasi bungkus di daerah Kalipucang.
Dengan wajah riang gembira, Pangdam Siliwangi berparas ganteng ini membuka nasi bungkus bersama anak buahnya sambil bersenda gurau. Peristiwa ini terasa begitu indah dan damai. Mereka sedang menikmati istirahat untuk mempersiapkan panggilan tugas selanjutnya yang tentu akan lebih berat lagi. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)