Teroris yang tadinya merupakan tahanan kantor polisi Kosekta 8606 Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung, Jawa Barat membajak pesawat pada tahun 1981. Awalnya tahanan tersebut lolos saat kantor polisi Cicendo diserang teroris pada tahun 1978.
Peristiwa ini mengorbankan beberapa anggota Polri di kantor polisi Kosekta 8606 Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung, Jawa Barat. Setidaknya empat orang polisi menjadi korban keganasan terorisme pimpinan Jamaah Imran.
Jamaah Imran merupakan seorang petinggi teroris yang tergabung dalam organisasi Komando Jihad. Organisasi tersebut memiliki banyak pengikut, Jamaah Imran berhasil mencuci otak para pengikutnya supaya rela mengorbankan diri untuk berjihad.
Salah satu bukti nyata adanya cuci otak para pengikut Komando Jihad kala itu adalah penyerangan sadis kantor polisi di Cicendo. Menurut sejumlah laporan kepolisian, konon teroris Komando Jihad menyerang Kosekta 8606 untuk membebaskan temannya yang ditahan.
Baca Juga: Sejarah Gerakan Djojobojo dan Kisah PKI Bongkar Rel Kereta Api Banjar-Pangandaran
Dalam peristiwa ini, Jamaah Imran tidak terjun secara langsung. Mereka mengutus orang-orang terpilih untuk membebaskan temannya yang sempat ditahan oleh kepolisian Cicendo. Adapun penyerangan ini berhasil dilakukan karena sebagian teroris dibekali senjata berjenis garand.
Akibat peristiwa tersebut terdapat 4 polisi yang sedang berjaga dijebloskan ke sel tahanan, sedangkan kawan-kawan mereka dibebaskan.
Peristiwa kelam yang terjadi malam hari ini membuat 3 orang polisi meninggal dunia terkena tembakan garand. Sementara 1 anggota terluka parah dan sempat dibawa ke rumah sakit terdekat.
Tahanan Teroris Kantor Polisi Cicendo Tidak Hanya Menyerang Polisi tapi Masyarakat Sipil
Menurut Busyro Muqoddas dalam buku “Hegemoni Rezim Intelijen” (2011), terorisme yang terjadi pada tahun 1981 tidak hanya menyerang kepolisian saja, tetapi juga mulai merambah pada masyarakat sipil.
Konon organisasi Komando Jihad yang dipimpin oleh Jamaah Imran berhasil merampok berbagai kantor sipil di berbagai daerah Jawa Barat. Antara lain seperti merampok toko emas Sinar Jaya di Tasikmalaya pada 9 April 1979, merampok koperasi di Sikijang, dan menggasak seluruh gaji pegawai Dinas P&K di kecamatan Banjarsari, Ciamis.
Peristiwa ini membuat masyarakat sekitar trauma, mereka takut jika perampokan itu merupakan gejala kembalinya gerombolan DI/TII di tahun 1960-an yang lalu.
Sebab menurut berbagai informasi, Komando Jihad menunjukan gelagat yang sama dengan gerombolan DI/TII.
Kesamaan-kesamaan itu antara lain terletak dari ideologinya yang menentang Pancasila dan UUD 1945. Bahkan sebelum menjadi Komando Jihad organisasi terorisme yang dipimpin Jamaah Imran ini memiliki nama yang memvisualisasikan gerakan makar, yaitu Dewan Revolusi Islam Indonesia.
Baca Juga: Kisah Persekutuan APRA dengan DI/TII di Tasikmalaya yang Menggegerkan Pasukan Siliwangi
Komando Jihad Membajak Pesawat Garuda DC-9 di Thailand
Masih menurut Busyro Muqoddas, setelah pasukan Komando Jihad berhasil meloloskan kawannya di sel tahanan Kosekta 8606 Cicendo, mereka kemudian terbang dengan menyamar sebagai penumpang pesawat Garuda DC-9 tujuan Thailand.
Di tengah-tengah perjalanan saat pesawat mulai terbang, para narapidana terorisme yang meloloskan diri dari Cicendo itu membajak pilot beserta awak pesawat lainnya. Mereka mengancam akan meledakkan diri di pesawat jika perkataannya tidak dituruti.
Adapun pemimpin pembajakan pesawat Garuda DC-9 tujuan Thailand pada tahun 1981 ini merupakan tokoh terorisme tersohor bernama Imran bin Muhammad Zein.
Ia membajak pesawat tersebut untuk mendapatkan pasokan senjata. Caranya, Imran meminta uang tebusan dari pemerintah Indonesia sebesar 1,5 juta dollar Amerika secara tunai.
Peristiwa ini pun membuat panik pemerintah, mereka yang keluarganya jadi korban sandera teroris meminta pertanggungjawaban pemerintah secepat mungkin.
Teriakan histeris juga terjadi di berbagai sudut bandara Soekarno-Hatta, mereka adalah anak, ibu, dan ayah yang keluarganya tidak bisa dihubungi akibat pembajakan pesawat oleh teroris Komando Jihad.
Baca Juga: Mengenang Proyek Pembangunan Roket di Tasikmalaya 1957
Pemerintah Menugaskan Benny Moerdani ‘Bereskan’ Aksi Terorisme
Ketika pembajakan pesawat oleh teroris Komando Jihad, pemerintah kemudian menugaskan Asisten Intelijen Hankam, Letjen. Benny Moerdani untuk terjun ke lapangan guna menyelesaikan kekacauan.
Benny tidak sendirian menjalankan tugas yang berisiko tinggi ini, ia bersama pemimpin operasi penyelamatan penumpang pesawat Garuda DC-9 bernama Letkol. Sintong Panjaitan. Dua petinggi militer ini sangat berpengalaman menumpas kriminalitas luar biasa.
Akibatnya ketika pesawat ini mendarat di Thailand, mereka menugaskan anak buahnya untuk masuk menyelinap ke atas pesawat, dan menyamar menjadi korban sandera. Tanpa diketahui banyak orang mereka kemudian memberondong beberapa musuhnya di dalam pesawat.
Akhirnya setelah peristiwa tembak menembak ini berhenti terdapat 5 orang musuh tewas di dalam pesawat. Sementara dua penyandera lainnya berhasil ditangkap dan akan diadili dengan vonis hukuman mati setibanya di Jakarta. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)