Egom, Hassan, dan Dirdja merupakan trio jagoan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mengobarkan pemberontakan pada pemerintah kolonial Belanda di Ciamis, Jawa Barat tahun 1926.
Pemberontakan PKI tahun 1926 tersebut merupakan salah satu peristiwa yang tragis dan menegangkan bagi masyarakat Ciamis pada zaman itu.
Pasalnya kerusuhan yang melibatkan PKI dengan kelompok ambtenaar (pegawai pemerintah kolonial) di kantor Bupati Ciamis membuat massa tersulut emosi untuk menyerang kantor kabupaten.
Akibatnya korban banyak berjatuhan, entah itu dari golongan perusuh (PKI) atau pun pihak tentara dan pemerintah kolonial.
Baca Juga: Bojong Ciamis Basis PKI yang Memberontak Bupati RAA Sastrawinata Karena Pro Belanda
Paling parah korban yang berasal dari golongan PKI, pemerintah kolonial berhasil menangkap dan memvonis si korban dengan hukuman mati.
Lebih memilukannya lagi para korban yang divonis mati itu dibunuh dengan metode eksekusi gantung di depan alun-alun Ciamis.
Sebelum peristiwa eksekusi itu dilakukan, terdapat salah seorang Gembong PKI yang belum tertangkap oleh tentara Belanda.
Peristiwa ini membuat pemerintah kolonial khawatir, mereka takut jika nanti si Gembong PKI ini akan membuat kekuatan balasan. Oleh sebab itu tentara kolonial kemudian menghimpun barisannya untuk mencari dan segera menangkap pelakunya.
Egom, Hassan, dan Dirdja, Gembong Pemberontakan PKI di Ciamis 1926
Menurut buku berjudul, “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1979), terdapat tiga Gembong PKI yang memberontak di Ciamis pada tahun 1926. Mereka adalah Egom, Hassan, dan Dirdja.
Adapun salah seorang penghasut pemberontakan PKI Ciamis 1926 yang melarikan diri dari kejaran militer kolonial yakni bernama Egom.
Pemerintah kolonial khawatir dengan peristiwa tersebut, oleh sebab itu tentara Belanda yang biasa disebut dengan KNIL melakukan pencarian intensif ke beberapa daerah di Ciamis.
Selain menggerakkan kekuatan militer dari KNIL, pemerintah kolonial juga diberikan bantuan tenaga keamanan dari Kabupaten Ciamis untuk mencari Egom.
Tak berselang lama dari pencarian, salah seorang gembong pemberontakan PKI Ciamis 1926 ini ditemukan di daerah Cirahong. Persis di dekat jembatan kereta api Cirahong yang sampai hari ini masih kokoh berdiri.
Baca Juga: Sejarah Pemberontakan PKI 1926, Pelakunya Digantung di Alun-alun Ciamis
Egom tertangkap dalam posisi sedang menyamar. Konon Egom lari bersama tokoh PKI di daerah Bojong, Ciamis bernama Madsim. Namun takdir harus mengatakan lain pada nasib Egom.
Ia tertangkap oleh militer KNIL dan diadili bersama dua kawan lainnya (Hassan dan Dirdja) dengan vonis hukuman mati melalui eksekusi gantung.
Peristiwa ini terjadi di depan alun-alun Ciamis, selain disaksikan oleh perwakilan pemerintah kolonial dan bupati R.A.A. Sastrawinata, eksekusi itu juga ikut disaksikan oleh masyarakat setempat.
Bupati R.A.A. Sastrawinata Pembekuk Egom, Hassan, dan Dirdja
Ketika pemberontakan PKI Ciamis 1926 gagal dilakukan, Bupati R.A.A. Sastrawinata berhasil membekuk 3 pelaku sekaligus 10 orang PKI lainnya melalui bantuan polisi yang didatangkan langsung dari Bandung.
R.A.A. Sastrawinata membekuk beberapa pelaku pemberontakan PKI Ciamis 1926 berawal dari kirim surat telegram kepada Residen Bandung. Surat telegram itu sampai di hari ketiga setelah pengiriman.
Surat telegram dari Sastrawinata kemudian dibalas oleh Residen Bandung dengan satu kompi polisi dan tentara KNIL. Pasukan militer ini berhasil menangkap 10 orang perusuh yang semuanya berasal dari Desa Linggasari, Ciamis.
Sepuluh orang perusuh itu kemudian dibekuk oleh tentara KNIL dan dibawa ke rumah tahanan kolonial di Ciamis.
Setelah diadili oleh Pengadilan Negeri setempat, 10 orang yang ikut merusuh itu kemudian diasingkan ke Digoel. Sementara 3 Gembong PKI lainnya divonis hukuman mati dengan cara digantung.
Baca Juga: Mengenal SI Puradisastra, Sastrawan Lekra dari Ciamis
Hukuman buang kepada 10 orang perusuh PKI Ciamis 1926 membuat mereka tak bisa kembali pulang ke Ciamis. Digoel menjadi tempat terakhir orang Linggasari, mereka banyak yang menetap dan sampai mati disana.
Bupati Ciamis Mendapat Anugerah Bintang Willems Orde
Setelah Bupati Ciamis R.A.A. Sastrawinata berhasil membekuk Egom, Hassan, dan Dirdja yang merupakan otak di balik pemberontakan PKI 1926, pemerintah kolonial lalu memberikan penghargaan berupa Anugerah Bintang Willem Orde.
Penganugerahan Bintang Willem Orde merupakan penghargaan bergengsi bagi elit tradisional yang menjabat sebagai kepala pemerintah daerah setara Bupati.
R. A. A. Sastrawinata membuat banyak pejabat daerah lain iri. Konon menurut sejumlah berita dalam surat kabar kolonial, Bintang Willem Orde selalu menempel di dada sebelah kanan sang Bupati ke mana pun ia pergi.
Terutama saat Sastrawinata menghadiri rapat-rapat bersama pejabat daerah lainnya. Bintang Willem Orde selalu menempel dan menjadi kebanggaan dirinya –simbol jika dirinya berprestasi sebagai kepala daerah setingkat Bupati. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)