Siauw Giok Tjhan merupakan seorang intelektual terkemuka yang belakangan disebut sebagai Bapak Pluralisme pertama di Indonesia dari etnis Tionghoa.
Pria kelahiran Kapasan, Surabaya, 23 Maret 1914 ini menyandang gelar Bapak Pluralisme karena tindak-tanduknya yang berbeda dengan kebanyakan orang Tionghoa lainnya.
Siauw Giok Tjhan sejak kecil hingga dewasa sudah memperjuangkan rasa nasionalisme untuk Indonesia di kalangan masyarakat dari etnis Tionghoa.
Ia menanamkan prinsip pada rakyat dari golongannya supaya punya semangat sebagai berikut, “lahir di Indonesia, besar di Indonesia, dan menjadi putera-puteri Indonesia”.
Secara garis besar artinya siapapun rakyat asing yang lahir, besar, dan menjadi putra-putri Indonesia, maka harus punya rasa cinta tanah air, dan bisa beradaptasi sebagaimana rakyat Indonesia.
Dengan begitu tidak akan ada konflik berkepanjangan yang mengakibatkan permusuhan antara rakyat pribumi dan Tionghoa di Indonesia.
Baca Juga: Kisah Wanita Korban KDRT 1922, Tewas Tenggak Racun Serangga
Siauw Giok Tjhan Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Keberagaman
Menurut Ahmad Bakhtiar dkk, dalam Jurnal Chronologia Vol. 3, No. 3 (2022) 108-118 berjudul, “Baperki sebagai Politik Identitas dan Representasi Masyarakat Tionghoa di Indonesia”, Siauw Giok Tjhan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman melalui sebuah organisasi bernama Baperki (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia).
Siauw mendirikan Baperki untuk mewadahi golongan Tionghoa di Indonesia agar punya rasa kebersamaan dengan rakyat bumiputera.
Pernyataan di atas sebagaimana mengutip cuplikan Ahmad Bakhtiar, dkk sebagai berikut, “Siauw Giok Tjhan menjadikan Baperki sebagai wadah diaspora orang-orang Tionghoa di Indonesia. Baperki mampu menciptakan kebijakan asimilasi yang menyebabkan terbentuknya identias budaya representative masyarakat Tionghoa”.
Baperki menjadi organisasi popular di kalangan Tionghoa yang cinta pada Indonesia. Organisasi tersebut juga mendapat sambutan hangat dari Presiden Soekarno karena telah membantu negara mempersatukan rakyatnya dalam perbedaan ras.
Siauw Giok Tjhan terus menggali pemikiran tokoh-tokoh pluralisme dunia untuk menciptakan perdamaian di tanah airnya Indonesia.
Tak heran karena keuletannya yang kuat maka Siauw Giok Tjhan mendapat sebutan sebagai Bapak Pluralisme pertama di Indonesia yang berasal dari golongan Tionghoa.
Baca Juga: Sejarah Kekerasan Etnis Tionghoa di Malang 1945-1947
Nasionalisme dan Kunci Persatuan dalam Keberagaman
Tidak hanya menciptakan organisasi Baperki dan memberikan pengetahuan tentang gagasan pluralisme bagi rakyat Tionghoa di Indonesia, Siauw Giok Tjhan juga kerap mengajar konsep nasionalisme di beberapa kampus terkemuka di Indonesia.
Kepada mahasiswa-mahasiswi di kampus-kampus revolusi, Siauw sering menyampaikan betapa pentingnya rasa nasionalisme yang tinggi untuk kaum muda.
Menurut Siauw, Nasionalisme merupakan kunci persatuan dalam keberagaman. Artinya tanpa ada rasa nasionalisme yang kuat mustahil rakyat di suatu negara dengan tingkat sosial beragam bisa bersatu.
Hanya dengan rasa nasionalisme yang kuat lah perbedaan tersebut bisa bersatu. Maka dari itu Siauw Giok Tjhan selalu menekankan kepada golongan muda –terlepas dari orang pribumi atau Tionghoa, supaya merawat semangat nasionalismenya.
Karena dengan semangat tersebut kesatuan dan persatuan Indonesia bisa terjaga dengan baik. Maka dari itu rasa nasionalisme yang tinggi harus dimiliki oleh setiap insan muda di Indonesia.
Menurut Siauw Giok Tjhan, “hanya dengan rasa nasionalisme yang kuat seperti itulah bangsa ini akan konsisten melanjutkan kehidupan”.
Baperki Bubar, Pluralisme Antar Bangsa di Indonesia Hilang Arah!
Pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI 1965, Baperki dibubarkan paksa oleh aparat. Alasannya sederhana, pembubaran paksa karena adanya indikasi Baperki menjadi organisasi yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca Juga: Chung Hwa Hui, Organisasi Tionghoa Tertua di Indonesia
Baperki mendapat tuduhan serius sebagai organisasi yang melancarkan penyelundupan senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI.
Kala itu PKI sedang berencana membuat program mempersenjatai kelompok buruh dan petani. Konon isu itulah yang kemudian membuat aparat curiga bahwa Baperki lah tangan panjang RRT untuk memasok senjata pada kalangan buruh dan petani.
Tepat pada bulan November 1965, pemerintah melalui keputusan aparat membubarkan Baperki. Siauw Giok Tjhan ditahan tanpa peradilan sekitar 10 tahun lamanya.
Ketika Baperki bubar, pluralisme antar bangsa di Indonesia kehilangan arah. Akibatnya pribumi dan etnis Tionghoa sering mendapatkan konflik berkepanjangan. Mereka saling bertengkar karena tuduhan-tuduhan yang belum pasti kebenarannya.
Seperti halnya, rakyat pribumi menuduh orang Tionghoa pro pada PKI. Alasannya karena negaranya (RRT) merupakan negara komunis kiblat Aidit, dan lain sebagainya.
Hal ini membuat kondisi sosial masyarakat di Indonesia kacau. Banyak orang Tionghoa yang jadi korban kekerasan, anak-anak dipukuli, perempuan diperkosa, dan toko, rumah, serta gudang-gudang milik mereka dijarah.
Sungguh peristiwa yang kelam dan membuat trauma berkepanjangan orang-orang Tionghoa di Indonesia. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)