Senin, 19 Juni 2023 masyarakat pecinta sejarah dan budaya di daerah Cicalengka, Bandung mendadak geger karena rencana dirobohkannya Stasiun Cicalengka.
Bahkan komunitas pecinta sejarah bernama Lingkar Cicalengka membuat petisi online yang isinya menolak Stasiun Cicalengka dirobohkan.
Kekisruhan ini menjadi viral di jagad media. Dengan viralnya berita tersebut membuat banyak netizen mengeluarkan komentar pedas. Mereka tidak setuju dengan adanya pemugaran paksa Stasiun Cicalengka sebab sejarah mencatat beberapa peristiwa penting di dalamnya.
Stasiun Cicalengka menjadi saksi perjuangan bangsa dalam memperoleh kemerdekaan. Selain itu adanya stasiun tersebut juga membuat bangsa kita mudah dalam mengakses berbagai perubahan.
Baca Juga: Profil Sarinah, ART Soekarno yang Jadi Nama Mall Pertama di Indonesia
Oleh sebab itu masyarakat Bandung menyayangkan apabila rencana perobohan paksa Stasiun Cicalengka ini akan tetap dilanjutkan. Mereka mempertanyakan persoalan ini kepada pemerintah, apakah tidak ada cara lain selain merobohkan bangunan bersejarah untuk merenovasi Stasiun Cicalengka?
Sejarah Stasiun Cicalengka, Menyimpan Memori Kolektif Bangsa Sejak 1884
Stasiun Cicalengka menyimpan banyak sejarah penting. Salah satunya adalah ketika Douwes Dekker singgah dan melakukan pidato politik pada masyarakat sekitar tahun 1918.
Menurut catatan sejarah Stasiun Cicalengka berdiri sejak tahun 1884. Saat itu stasiun ini menjadi pemberhentian banyak orang untuk melakukan ragam aktivitas. Salah satu aktivitas yang sering dilakukan penumpang di stasiun tersebut yakni “aktivitas politik”.
Douwes Dekker mempengaruhi banyak petani dan buruh untuk melakukan pemogokan, ia bahkan sempat mengajak rakyat Cicalengka untuk meledakan revolusi. Namun karena kondisi massa saat itu meragukan, maka revolusi itu tidak terealisasi dengan baik.
Selain pernah disinggahi oleh Douwes Dekker, Stasiun Cicalengka juga pernah dikunjungi oleh arsitek kondang asal Belanda bernama Wolff Schoemaker.
Baca Juga: Kerusuhan Separatis di Ciamis, Wedana Manonjaya Tewas Dibunuh Gerombolan DI/TII
Konon Schoemaker singgah di Stasiun Cicalengka karena hendak menjadi pembicara di salah satu pesantren tradisional Cicalengka bernama Pondok Pesantren Fathul Khoer.
Entah apa yang akan Schoemaker sampaikan pada para santri, yang jelas ia datang ke pesantren tersebut dengan setumpuk artikel kearsitekturan yang bersifat ilmiah.
Stasiun Cicalengka Pernah Disinggahi Soekarno saat Jadi Tapol Belanda
Menurut Her Sugondo dalam buku berjudul, “Wisata Paris van Java: Sejarah, Peradaban, Seni, Kuliner, dan Belanja” (2011), selain pernah dikunjungi oleh Douwes Dekker dan Schoemaker, Stasiun Cicalengka juga pernah jadi tempat langsiran kereta Soekarno saat ia dibawa sebagai tahanan politik dari Yogyakarta ke penjara Banceuy.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1929, Soekarno yang saat itu menjadi Ketua Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tertangkap Belanda karena dianggap keras dalam mengkritik pemerintah kolonial.
Karena aktivitas politiknya yang keras ini Soekarno tidak lagi bisa berdiskusi dengan kawan intelektualnya. Ia terpenjara di dalam ruangan berjeruji yang sempit. Saat itu, Soekarno depresi namun penyakit itu bisa ia lawan dengan secarik kertas dan sebatang pensil.
Soekarno menulis semua pengalaman berpolitik di penjara itu. Ia bahkan mengeluarkan beberapa pendapat yang bersifat opini –bagaimana caranya bangsa Indonesia ini merdeka, bebas dari penjajahan negara Barat secara humanis tanpa kekerasan.
Rencana Renovasi Stasiun Cicalengka Berpotensi Menghilangkan Cagar Budaya
Rencana renovasi Stasiun Cicalengka yang akan merobohkan bangunan asli diganti jadi bangunan baru, bisa mengancam hilangnya nilai orisinalitas cagar budaya.
Baca Juga: Sejarah Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Pondok Salafiyah Terbesar di Tasikmalaya
Maka dari itu banyak para pecinta bangunan bersejarah yang protes, mereka sentimendengan isu-isu perombakan paksa. Para pecinta sejarah terutama, mereka tidak ingin ada bangunan yang mengandung nilai historis hilang karena kepentingan sebelah pihak, termasuk bangunan di stasiun Cicalengka.
Harusnya pemerintah cermat melihat ini sebagai ancaman bagi pelestarian cagar budaya. Sebaiknya mereka perhitungkan dulu bagaimana dampak yang akan diperoleh jika proyek tersebut terus dilanjutkan.
Apakah pemerintah di Cicalengka tidak menyesal bangunan bersejarah yang kurang lebih sudah berdiri selama 130 tahun itu hancur berkeping-keping?
Jika mereka tidak menyesal berarti jelas bahwa bangsa kita tidak pernah menghargai tempat-tempat bersejarah. Parahnya sikap ini bisa membuat suatu bangsa/negara tidak akan maju sebagai bangsa/negara yang besar.
Tragisnya bangsa kita akan ditertawakan oleh negara-negara tetangga yang lebih baik dalam hal perawatan tempat bersejarahnya.
China misalnya, negara ini mengakui jika kemajuan ekonomi, sosial, politik, dan budaya berasal dari mentalitas rakyatnya yang paham dan bisa menghargai benda/bangunan bersejarah di masing-masing kota/daerah. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)