Sakola Kautamaan Istri merupakan lembaga pendidikan partikelir di Garut, Jawa Barat yang dibentuk khusus untuk mendidik kaum perempuan bumiputera. Menurut sejumlah catatan sejarah Indonesia, gagasan pembentukan Sakola Kautamaan Istri sudah lahir sejak tahun 1897.
Namun karena kondisi ekonomi si pendiri sekolah itu belum mencukupi untuk biaya pembentukan sekolah, maka sekolah tersebut baru resmi didirikan pada tahun 1907.
Dalam perkembangannya Sakola Kautamaan Istri mendapat banyak respon positif. Terutama dari masyarakat di Garut, Jawa Barat. Mereka yang tadinya tak pernah mendapatkan pendidikan begitu antusias mengikuti pelajaran di Sakola Kautamaan Istri.
Akibatnya banyak kaum perempuan di daerah Garut yang pintar-pintar. Paling tidak mereka mengerti dan bisa menulis serta membaca aksara latin. Sebab sebelum sekolah mereka tidak bisa baca dan menulis, jika pun bisa paling menggunakan aksara pegon.
Baca Juga: Sejarah Penumpasan DI/TII di Banjar Patroman, TNI Terjunkan Batalyon Pemburu
Sakola Kautamaan Istri telah menjadi pintu gerbang kecerdasan bagi kaum hawa di Tanah Sunda. Mereka tidak hanya bisa mengurus rumah tangga tapi juga mulai mengadakan perkumpulan dalam sub-sub keorganisasian wanita bumiputera.
Sakola Kautamaan Istri, Ajarkan Emansipasi di Garut
Beberapa sejarawan publik di kota Garut menyebut Sakola Kautamaan Istri layaknya rahim suci dari seorang ibu. Representasi ini muncul karena Sakola Kautamaan Istri memiliki tugas pokok –melahirkan generasi perempuan yang cerdas dan modern.
Adapun pencetus sekolah ini tidak lain seorang wanita keturunan ningrat di Garut bernama Raden Ayu Lasminingrat.
Berdasarkan data yang ada di dalam arsip kolonial, Raden Ayu Lasminingrat lahir pada tanggal 29 Maret 1854. Ia merupakan salah seorang puteri Penghulu di kota Garut bernama Raden Haji Muhammad Musa.
Selain sebagai Ambtenaar kolonial, Raden Haji Muhammad Musa juga merupakan salah seorang tokoh pendidikan di kota tersebut.
Pasalnya seperti Raden Ayu Lasminingrat, Muhammad Musa juga pernah mendirikan sekolah bernama Bijzondere Europeesche School (BES).
Hanya saja sekolah yang dibentuk oleh ayah Lasminingrat masih didominasi oleh siswa Belanda. Baru pada era Lasminingrat Sakola Kautamaan Istri mulai muncul sebagai alternatif pendidikan untuk kaum wanita bumiputera pertama di negeri Pasundan.
Menariknya Raden Ayu Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri di pendopo –rumah dinas kapenghuluan Garut, yang ditempati oleh ayahnya. Namun karena Muhammad Musa juga seorang pendidik, apa yang dilakukan oleh puterinya itu bukan lah masalah yang perlu dipersoalkan.
Akhirnya banyak sumber sejarah mencatat tempat kelahiran Sakola Kautamaan Istri pada 1907 berada di pendopo kapenghuluan Garut –zaman Raden Haji Muhammad Musa.
Pendirian Sakola Kautamaan Istri Dibantu Uang Pensiunan Penghulu
Selain mengizinkan anaknya untuk mendirikan Sakola Kautamaan Istri di pendopo kerjanya, Raden Haji Muhammad Musa belakangan baru diketahui telah memberikan sejumlah uang pensiunan miliknya untuk membantu pendirian sekolah tersebut.
Bahkan sisa dari uang pensiun Penghulu Musa dibayarkan khusus untuk mempekerjakan 2 orang Eropa di Sakola Kautamaan Istri. Konon ini dilakukan oleh Musa karena ia begitu semangat untuk memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan bumiputera.
Selain itu Raden Haji Muhammad Musa juga sangat mencintai putrinya –Raden Ayu Lasminingrat, dengan dukungan yang selalu penuh atas apa yang sedang diperjuangkannya.
Muhammad Musa kemudian dikenal sebagai ayah yang hebat. Orang Garut zaman dulu bahkan tak asing dengan namanya karena Musa dianggap pahlawan pendidikan di Kota Garut –walaupun dekat dengan kolonial tapi masih punya hati membela kaum bumiputera yang lemah.
Baca Juga: Sejarah Jembatan Cirahong Ciamis, Jalur Kereta Api yang Horor dan Misterius
Memberikan Mata Pelajaran Kebangkitan Perempuan
Menurut Tim Penulis Sejarah Lokal dalam buku berjudul “Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat” (1984), Sakola Kautamaan Istri memberikan mata pelajaran kebangkitan perempuan kepada para muridnya.
Pemberian mata pelajaran kebangkitan perempuan (sekarang sama dengan studi feminisme) adalah salah satu cara Lasminingrat menjadikan wanita Garut terbuka pikirannya. Dengan begitu mereka nanti bisa menembus cakrawala pengetahuan seluas-luasnya.
Harapan Lasminingrat ketika mereka tumbuh dewasa, setidaknya wanita-wanita Garut jebolan Sakola Kautamaan Istri bisa mendobrak kesesatan di lingkungan wanita Sunda. Paling tidak ia bisa menjadi obor penerang untuk menuntun wanita Sunda keluar dari gelapnya kebodohan.
Dengan begitu nanti wanita-wanita Garut bisa menjadi bagian dari intelektual bangsa yang dapat membawa generasi wanita di tanah Sunda mengerti akan kesesatan dari sistem kolonialisme. Mereka memang disiapkan Lasminingrat untuk mendobrak penjajahan Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)