Roeslan Abdulgani merupakan mantan rektor IKIP Bandung periode tahun 1964-1966 yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri ke-15 di era pemerintahan Soekarno.
Pria kelahiran Surabaya, 24 November 1914 menyimpan sejarah hidup yang tragis. Kendati pernah menjadi salah seorang pejabat tinggi negara, Roeslan mengalami permasalahan hidup yang sama seperti kebanyakan rakyat biasa pada umumnya.
Salah satu kisah hidup yang menarik dari Roeslan Abdulgani yaitu ketika ia pernah tertembak peluru Sekutu di tangan kanannya.
Peristiwa ini membuat Roeslan harus rela kehilangan beberapa jarinya karena diamputasi. Kejadian tersebut terjadi pada zaman revolusi fisik tahun 1947-1948.
Baca Juga: Amir Syarifuddin, Pecinta Sastra yang Mati Dieksekusi Bangsa Sendiri
Roeslan Abdulgani adalah satu-satunya pejabat publik yang jadi korban selamat dari perang zaman Sekutu. Oleh sebab itu, tidak seperti kebanyakan pejabat negara yang hidup mewah, Roeslan memilih sederhana dalam setiap penampilannya di depan publik.
Profil Roeslan Abdulgani, Pernah Ikut Perang 10 November 1945 di Surabaya
Menurut Forum Komunikasi Alumni GMNI Jawa Timur dalam buku berjudul, “80 Tahun Dr. H. Roeslan Abdulgani, 24 November 1994”, tidak saja sebagai negarawan sejati ternyata nama Roeslan Abdulgani juga dikenal pernah ikut perang 10 November 1945 di Surabaya.
Ia bersama kombatan perang yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat menenteng senjata dan menggenggam granat untuk menyerang pasukan Sekutu.
Namun serangan kepada Sekutu mendapatkan kebuntuan. Pasukan Roeslan Abdulgani berhasil dipukul mundur oleh musuhnya hingga ke daerah Malang.
Kendati demikian Roeslan dan laskarnya tidak menyerah, mereka membangun basis pertahanan di daerah Batu.
Pada masa agresi militer Belanda II Roeslan Abdulgani mendapat apes. Karena emosi yang tak terbendung ia nekat menerjang peluru musuh. Akibatnya pada tanggal 19 Desember 1945 Roeslan harus rela kehilangan sejumlah jarinya karena rusak oleh peluru Sekutu.
Menariknya tidak seperti kebanyakan orang yang sudah pasti trauma, Roeslan justru nekad ingin ikut perang kembali walaupun tim medis sudah mengistirahatkan di kamar khusus pasien korban perang.
Indonesia Merdeka, Roeslan Abdulgani Diangkat Jadi Wakil Perdana Menteri
Ketika Indonesia sudah merdeka dan keadaan negara mulai stabil tahun 60-an, karir Roeslan Abdulgani semakin menanjak dari sebelumnya.
Presiden Soekarno menyukai hasil kerja Roeslan sebagai negarawan, maka dari itu pada tahun 1966 Soekarno mengangkatnya jadi Wakil Perdana Menteri ke -15 Republik Indonesia.
Pengangkatan Wakil Perdana Menteri ini mengharuskan Roeslan berhenti jadi Rektor IKIP. Sejak saat itu Roeslan juga mulai jarang hadir di forum-forum akademis.
Bahkan terakhir kali ia berbicara sebagai akademisi pada saat masih menjabat jadi Sekjen Kementerian Penerangan.
Baca Juga: Oei Tiong Ham Pengusaha Gula dari Semarang, Terkaya se-Asia Tenggara
Selama menjadi Wakil Perdana Menteri, Roeslan Abdulgani lebih sering menghabiskan waktu sehabis kerjanya di Yogyakarta. Menurut sejumlah referensi mengatakan ini terjadi karena Roeslan sangat senang dengan kota tersebut.
Yogyakarta menjadi tempat ia mengenang masa lalu –terutama saat menjabat jadi Sekjen Kementerian Penerangan. Roeslan pernah ngantor bertahun-tahun di Yogyakarta dan selalu merasa nyaman tinggal di tanah Sultan.
Roeslan Abdulgani Dapat Gelar Jenderal TNI Kehormatan Bintang IV
Karena jasa-jasanya di era revolusi fisik tahun 1945-1948, Roeslan Abdulgani pada masa pemerintahan Orde Baru mendapatkan gelar Jenderal TNI kehormatan bintang IV atau gelar kehormatan Bintang Mahaputra.
Baca Juga: Jenderal LB Moerdani, Intelijen Misterius yang Hidup di Era Orde Baru
Soeharto memberikan gelar ini karena ia tahu betul bagaimana perjuangan Roeslan mempertahankan kedaulatan RI dari Sekutu.
Kebetulan Soeharto saat itu juga seorang tentara yang militan, ia paham bagaimana seluk beluk kehidupan anak laskar termasuk mantan Perdana Menteri ke-15 RI tersebut.
Namun bagi sebagian orang yang iri dengan pemberian gelar Bintang Mahaputra pada Roeslan menuduh karena ia dekat dengan Presiden Soeharto.
Tuduhan yang menyudutkan itu seolah mengklaim Roeslan meminta penghargaan bergengsi itu kepada sahabat lamanya.
Apalagi setelah Soeharto mempercayakan jabatan Duta Besar untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) kepada Roeslan Abdulgani periode tahun 1967-1971. Banyak orang di sekitar Roeslan yang cemburu, mereka menuduh aneh-aneh pada Roeslan dan terkadang tuduhan itu keterlaluan.
Namun yang jelas semua penghargaan dan pemberian jabatan dari Presiden Soeharto itu merupakan sebab akibat prestasi kerja yang baik. Hal ini tercermin ketika Roeslan diangkat menjadi bagian dari Tim Penasihat Presiden Soeharto mengenai Pancasila selama 20 tahun berturut-turut. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)