Sarinah menjadi nama mall pertama yang ada di Indonesia. Nama Sarinah cenderung unik karena tak banyak mall di Indonesia yang diambil dari profil seorang perempuan Jawa.
Ya, benar Sarinah adalah salah seorang perempuan yang dahulu pernah menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) keluarga Raden Soekemi Sosrodihardjo, ayah Soekarno. Menurut sejumlah referensi yang ada, konon Sarinah menjadi ART sejak Soekarno masih Balita.
Dalam beberapa kesempatan tertulis, Soekarno menuangkan aksaranya khusus untuk mengabadikan profil seorang Sarinah.
Bagi Soekarno, Sarinah adalah profil perempuan tangguh yang ikhlas –Sarinah suka membela hak-hak rakyat jelata walaupun dirinya sendiri dari golongan yang sama, kata Soekarno.
Baca Juga: Sejarah Sarinah Mall, Department Store Pertama di Indonesia
Tapi karena tekadnya yang gigih bisa memberikan yang terbaik untuk rakyat kecil, Sarinah yang legowo itu kerap menyisakan makanan di rumah Raden Soekemi untuk diberikan kepada rakyat jelata yang kelaparan di pinggir-pinggir jalan besar Surabaya.
Sarinah kemudian menginspirasi pemikiran Soekarno, terutama tindakan, cinta kasih, dan keikhlasannya merawat rakyat miskin di ibu kota Jawa Timur.
Sebagaimana Soekarno mengidolakan tokoh intelektual Barat, tampaknya eksistensi Sarinah kerap dikutip dalam beberapa agenda penting kenegaraan oleh Presiden pertama RI.
Profil Sarinah, ART Keluarga Raden Soekemi yang telah Dianggap jadi Keluarga
Menurut Cindy Adams dalam buku berjudul, “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” (2011), Soekarno pernah mengatakan sendiri jika Sarinah adalah pembantu ayahnya –Raden Soekemi Sosrodihardjo yang telah dianggap jadi keluarga.
Ayah dan ibu Soekarno kasihan melihat Sarinah yang kala itu masih belia datang dari kampung meminta pekerjaan. Saat ditanya dengan siapa ia hidup, Sarinah menjawab “sendiri” alias sebatang kara.
Hal ini yang membuat Raden Soekemi sebagai kepala rumah tangga mengizinkan Sarinah bekerja di rumahnya. Namun karena sebentar lagi Raden Soekemi pensiun dari profesinya menjadi guru, maka ayah Soekarno itu menjelaskan tidak bisa mengupahnya lagi.
Namun tak disangka Sarinah tetap mau tinggal dan membantu keluarga mereka secara ikhlas. Soekarno menyebutnya dengan istilah “Sarinah Numpang Nunut” –Sarinah numpang hidup (red –menumpang).
Baca Juga: Sejarah Menteng, Pemukiman Elit Warisan Belanda di Jakarta
Sejak saat itulah Sarinah dianggap menjadi keluarga, apapun yang dimakan keluarga Soekemi maka Sarinah juga menikmatinya. Begitu juga kamar, kasur, dan kebutuhan sehari-hari di rumah Soekemi, Sarinah dapatkan seadanya namun masih tetap layak pakai.
Soekarno Jadikan Sarinah Cerminan Perempuan Indonesia Sejati
Kepada Cindy Adams, Soekarno pernah menceritakan peran Sarinah dalam hidupnya sangat membekas. Sebab sejak usia Balita Soekarno kerap diasuh oleh pembantu tanpa tanda jasa –Sarinah.
Ia juga membeberkan waktu kecil Soekarno lebih suka tidur bersama Sarinah karena ia sering menceritakan beberapa dongeng yang menarik.
Bagi Soekarno, Sarinah merupakan sosok perempuan sejati yang paham dengan tugas-tugas sebagai seorang ibu –meskipun Sarinah hidup sebatang kara sampai wafatnya. Menurut Bung Besar ini Sarinah cocok jika diangkat menjadi tokoh Nasional yang perlu diketahui oleh rakyat Indonesia.
Terutama jasa-jasa ia yang telah membuat Soekarno menjadi Presiden di kemudian hari. Maka dari itu Soekarno dengan yakin dan bangganya merencanakan pembangunan Department Store pertama di Jakarta pada 17 Agustus 1962 kelak akan diberi nama “Sarinah”.
Hingga pada akhirnya proyek pembangunan mall tertua di ibu kota republik ini diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1966.
Soekarno tampak bangga dan sesekali berlinang air mata saat menamakan mall tersebut dengan nama Sarinah. Ia teringat dengan kehangatan, cinta, dan kasih seorang pembantu kepada anak kemenakannya dulu.
Baca Juga: Kisah Presiden Soekarno Pecinta Wayang Sejati
Soekarno Memasangkan Sarinah dengan Marhaen
Beberapa pemikiran Soekarno yang dipengaruhi oleh kebaikan seorang Sarinah tercermin dari sejumlah buku yang pernah ditulisnya. Buku fenomenal yang ditulis Soekarno berjudul “Sarinah”, menurut Fatmawati konon buku ini pernah membuat Musso –pemimpin PKI Madiun 1948, marah kepada Soekarno. Mengapa?
Sebab melalui salah satu sub buku berjudul “Kepada Bangsaku”, Soekarno membeberkan dirinya tidak setuju dengan garis politik PKI yang dipimpin oleh Musso tahun 1948. Ia menghajar habis sistem komunis di Indonesia, dan Sarinah lah yang menginspirasi pernyataan tersebut.
PKI Musso saat itu radikal, mereka bahkan sempat berencana menghancurkan pemerintahan Soekarno-Hatta karena tidak setuju dengan garis politiknya. Namun karena Soekarno diberikan pelajaran ikhlas, cinta, dan kasih yang kuat dari Sarinah, maka ajakan radikal PKI yang dianut Musso tidak bisa mempengaruhinya.
Seiring dengan berjalannya waktu Soekarno mendapat pasangan gagasan yang dulu diperoleh dari mbok Sarinah yakni Marhaenisme.
Menurut Soekarno Marhaen dan Sarinah punya prinsip yang sama –hindari radikalisme (aksi massa) dekati cinta, kasih, dan bela rakyat jelata.
Maka dari itu ketika mall Sarinah rampung, Soekarno meminta seniman kiri untuk membuat relief patung yang menggambarkan buruh-tani. Hal ini dilakukan untuk mengingat jika mall Sarinah didirikan atas dasar semangat kaum marjinal layaknya seorang Marhaenis. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)