Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte secara mengejutkan meminta maaf dan mengakui dosa masa lalu bangsanya di Indonesia, 14 Juni 2023 lalu. Pada kesempatan yang sama, PM Belanda itu juga mengakui kemerdekaan Indonesia terjadi pada 17 Agustus 1945, bukannya 27 Desember 1949 seperti yang tertuang dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Namun, kesadaran Mark Rutte terhadap dosa masa lalu di Indonesia sama sekali tidak berguna.
Memperbaiki hubungan antar negara mungkin iya, tapi jika republik ini harus memaafkan dan melupakan sejarah kelam yang dilakukan oleh para pendahulu mereka saat itu, sepertinya tidak mungkin terjadi.
Permintaan maaf yang disertai pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia tahun 1945 sama sekali tidak akan mengubah sejarah kolonialisme di Tanah Air.
Belanda tidak mungkin mengubah narasi sejarah Indonesia periode revolusi fisik. Atau bahkan Belanda tidak akan bisa memberikan pemahaman jika apa yang dilakukan oleh leluhurnya dulu bukanlah sebuah perundungan (penjajahan).
Dengan kata lain permintaan maaf dan pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia 1945 yang dilakukan oleh PM Mark Rutte, sama sekali tidak akan membuat narasi sejarah bangsa Indonesia berubah.
Hal ini karena Belanda sudah terlalu jauh membentuk bangsa Indonesia menjadi pewaris mutlak stigmatisasi kolonial yang buruk.
Pernyataan ini sebagaimana disampaikan oleh sejarawan beken Bonnie Triyana dalam acara Festival Seni Multatuli yang diselenggarakan oleh Museum Multatuli, Lebak, Banten, Jumat, 16 Juni 2023 kemarin.
Menurut Bonnie terdapat 10 dampak buruk kolonialisme yang sampai hari ini masih dipraktikan generasi bangsa. Berikut penjelasannya.
PM Belanda Akui Dosa Masa Lalu dan 10 Dampak Buruk Kolonialisme di Indonesia Hari ini
Menurut Bonnie 10 dampak buruk kolonialisme di Indonesia yang sampai hari ini masih dipraktikkan oleh generasi bangsa kita antara lain yakni:
(1) Pola pendidikan yang kurang baik. (2) Pemberian upah murah pada buruh. (3) Diskriminasi Rasial. (3) Trauma terhadap paham kiri dan kanan. (4) Adanya stratifikasi sosial. (5) Adanya sistem apartheid. (6) Feodalisme dalam praktik politik. (7) Fasilitas kesehatan yang buruk dan terbatas. (8) Patriarki dalam politik. (9) Mitos Buruh Malas, dan (10) Sistem hukum yang terbelakang.
Pendapat Bonnie menarik untuk diurai satu-satu, namun jika kita bedah satu persatu secara tidak langsung akan memakan waktu yang cukup banyak.
Maka dari itu kita akan pilih beberapa yang relevan dengan isu sekarang. Antara lain yaitu dampak buruk kolonialisme hari ini di bidang trauma terhadap paham kiri dan kanan, feodalisme dalam praktik politik, dan sistem hukum yang terbelakang.
Pertama yakni trauma terhadap paham kiri dan kanan. Akhir-akhir ini keadaan sosial di Indonesia sangat sensitif dengan kebangkitan paham kiri (komunis).
Apalagi tahun menjelang Pemilu, biasanya banyak buzzer tak bertanggung jawab membuat serangan pada kompetitor partainya dengan menyebut partai itu sebagai partai yang terindikasi komunis.
Baca Juga: Sejarah Masa Bersiap, Belanda Sebut Indonesia Lakukan Genosida
Feodalisme dalam Praktik Politik di Indonesia Hari Ini
Maksud dari pernyataan feodalisme di sini adalah perumpamaan untuk menggambarkan praktik politik di zaman kerajaan.
Pada zaman kerajaan dulu siapapun pemimpinnya harus keturunan darah biru, tidak boleh pemimpin dikuasai rakyat biasa.
Nah pemandangan semacam itu kira-kira hari ini sering terjadi dalam perpolitikan negara kita. Kebanyakan para pejabat publik berasal dari keturunan pejabat lagi.
Terakhir yakni sistem hukum yang terbelakang, Bonnie mencontohkannya dengan kasus klitih –pembacokan liar yang kerap menimpa masyarakat Yogyakarta.
Karena sistem hukum di Indonesia kurang baik, maka pelaku Klitih hanya digebuki secara massal. Pelakunya tidak direhab atau diberikan pengetahuan supaya mereka tidak melakukan perbuatan yang sama di hari mendatang.
Namun apa yang terjadi, pelaku klitih hanya babak belur disiksa massa sesat. Efek jera mungkin bisa ada atau tidak. Tergantung masing-masing psikologi si pelaku. Namun, perilaku main hakim sendiri bisa membuat kekerasan yang sama terulang kembali di kemudian hari.
Baca Juga: Sejarah Kemerdekaan Indonesia dan Seniman Belanda yang Memihak Republik
Permintaan Maaf PM Belanda terhadap Sejarah Masa Lalu tidak Membawa Perubahan Apapun!
Jika diterjemahkan secara mendalam apa yang telah Bonnie paparkan di atas maka yang akan terjadi adalah tidak akan ada perubahan pada bangsa Indonesia menilai kolonialisme walaupun Belanda telah meminta maaf dan mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Artinya apa yang dilakukan oleh PM Belanda sia-sia belaka. Lantas untuk apa Mark Rutte melakukan itu.
Mengutip Suara.com, Jumat 16 Juni 2023 kemarin, seolah menjawab pertanyaan ini Prabowo Subianto imbau Kemenlu hati-hati mengambil langkah.
Kendati begitu Menhan Prabowo menyambut baik Belanda sadar dan meminta maaf atas kesalahannya terhadap bangsa Indonesia di masa lalu.
“Syukur-syukur kalau dia minta maaf,” kata Prabowo kepada wartawan.
Namun perlu diingat ada banyak isu di luar yang curiga dengan permintaan maaf serta pengakuan kemerdekaan RI pada 1945.
Netizen juga kerap mengaitkan isu ini dengan kepentingan politik, ekonomi, sosial yang Belanda inginkan dari Indonesia.
Tapi entahlah mana yang akan menjadi jawaban, kita hanya bisa menunggu sambil mengawal terus berita yang menyinggung persoalan ini di hari-hari selanjutnya. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)