Daerah Bojong di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ternyata pernah menjadi basis Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa sebelum kemerdekaan atau sekitar tahun 1926-1927.
Dari berbagai buku sejarah Indonesia mencatat bahwa PKI di daerah Bojong dikenal sebagai kelompok yang kerap memberontak Bupati Ciamis RAA Sastrawinata. Pemberontakan itu dipicu dari RAA Sastrawinata yang dianggap pro Belanda.
Seperti diulas pada artikel sebelumnya, Bupati Ciamis RAA Sastrawinata juga tercatat dalam sejarah sebagai tokoh yang mengganti nama Galuh menjadi Ciamis. Saat RAA Sastrawinata melakukan pergantian nama menjadi Ciamis pun sempat mendapat protes dari sejumlah kelompok masyarakat salah satunya dari kelompok PKI.
Pemberontakan PKI terhadap bupati Ciamis kala itu dilakukan secara massif. Mereka menghasut barisan petani, buruh dan rakyat jelata di Ciamis untuk memberhentikan RAA Sastrawinata dari jabatannya sebagai bupati.
Selain itu, banyak anggota PKI yang memprovokasi rakyat bahwa RAA Sastrawinata sebagai pecundang dan pengkhianat lantaran dianggap sebagai kepanjangan tangan pemerintah kolonial.
Bojong Ciamis Jadi Basis PKI Karena Organisasi Sarekat Rakyat
Menurut buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1978), Bojong menjadi basis PKI di Ciamis lantaran terdapat organisasi underbow-nya bernama Sarekat Rakyat. Organisasi tersebut mendominasi daerah Bojong, sehingga banyak tempat yang menjadi markasnya.
Organisasi Sarekat Rakyat yang berideologi komunis ini dikenal dengan massa fanatiknya yang mayoritas dari kalangan bawah seperti petani, buruh dan gelandangan. Maka tak heran solidaritas dari organisasi ini sangat tinggi dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.
Organisasi Sarekat Rakyat yang menguasai daerah Bojong ini menjalin relasi dengan PKI. Mereka kerap menyuarakan kepentingan rakyat kecil dalam strategi politiknya.
Mengutip dari arsip pemberitaan koran jaman Belanda, Sarekat Rakyat yang berbasis di Bojong ini melahirkan gagasan perlawanan terhadap Bupati Ciamis RAA Sastrawinata. Daerah Bojong menjadi pusat perancangan strategi untuk menghancurkan segelintir ambtenaar yang pro terhadap pemerintah kolonial Belanda.
Menyasar Perkampungan Pegawai Pemerintahan
Masih menurut buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1979), PKI di Ciamis kala itu sering kali merusak rumah-rumah di perkampungan ambtenaar atau rumah-rumah pegawai pemerintahan.
Kawasan rumah ambtenaar yang disebutkan dalam buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1979), berada di sebelah barat menuju jalan ke Kawali. Namun buku tersebut tidak menyebutkan lokasi atau daerah persisnya. Saat menyasar rumah tersebut orang-orang PKI kerap melempari rumah-rumah dinas pegawai pemerintahan.
Disebutkan dalam buku tersebut bahwa kerusuhan yang dilakukan PKI kala itu dipimpin oleh seorang jagoan yang cukup terkenal di Ciamis. Tokoh yang disebut jagoan Ciamis ini juga aktif sebagai pengurus PKI dari organisasi Sarekat Rakyat yang berbasis di daerah Bojong.
Gerakan ini pun berhasil mempengaruhi kelompok petani, buruh dan rakyat jelata untuk ikut memberontak pada sepanjang tahun 1926. Saat melakukan provokasi kepada rakyat mereka kerap membuat propaganda bahwa RAA Sastrawinata adalah bupati yang licik dan sebagai tangan kanan pemerintahan kolonial.
Selain itu, kedekatan RAA Sastrawinata dengan para petinggi militer KNIL Belanda juga dijadikan propaganda agar rakyat di Ciamis mendukung gerakan politik PKI. Meski gerakan politik tersebut tidak sampai mempengaruhi rakyat Ciamis secara luas, namun tidak sedikit pula rakyat yang terpengaruh dan ikut membenci RAA Sastrawinata.
Pemogokan Buruh dan Petani Jadi Senjata
PKI yang berbasis di Bojong Ciamis dalam gerakannya lebih memilih melakukan provokasi ketimbang melakukan serangan secara frontal. PKI tampaknya menghitung kekuatan militer Belanda yang tidak sebanding dengan kekuatan mereka.
Mereka juga tidak langsung menyerang Belanda, tetapi lebih memilih menarget pejabat pribumi yang berkongsi dengan pemerintahan kolonial.
Gerakan provokasi yang dilakukan PKI di Ciamis yaitu dengan menggerakkan petani dan buruh untuk melakukan mogok massal. Aksi mogok buruh dan petani dianggap sebagai senjata paling jitu oleh PKI.
Karena tanpa ada buruh dan petani, maka pemerintah kolonial akan mengalami kesulitan ekonomi. Terlebih akan terjadi kelaparan akibat kekurangan pangan.
Namun pemogokan buruh dan petani ini bisa dihentikan oleh pemerintah kolonial. Kendati begitu PKI yang berbasis di Bojong ini terus mencari cara untuk menghancurkan kekuasaan Bupati Ciamis Sastrawinata dan mengganggu pemerintahan kolonial.
Puncak pemberontakan PKI di Ciamis yaitu pada tahun 1926-1927 atau masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Mereka melakukan serangan frontal ke pendopo Bupati Ciamis dan merusak bangunan-bangunan milik pemerintah kala itu.
Peristiwa yang dikenal dengan pemberontakan PKI pimpinan trio Egom, Dirja dan Hasan ini sekaligus mengakhiri gerakan mereka. Pasalnya para pemberontak akhirnya ditangkap tentara Belanda. Sementara tiga pimpinannya yaitu Egom, Dirja dan Hasan dikenakan hukuman gantung.
Hukuman gantung tiga pimpinan PKI tersebut diputuskan melalui keputusan bupati RAA Sastrawinata. Sementara proses eksekusinya dilakukan di depan alun-alun Ciamis.
Meski terus mendapat serangan dan protes dari rakyat, diantaranya dari kelompok PKI yang berbasis di Bojong, namun kepemimpinan RAA Sastrawinata sebagai bupati Ciamis terbilang langgeng atau dari tahun 1914 sampai dengan tahun 1935. (Erik/R2-Online)