Rabu, April 9, 2025
BerandaBerita TerbaruSejarah Kekerasan Etnis Tionghoa di Malang 1945-1947

Sejarah Kekerasan Etnis Tionghoa di Malang 1945-1947

Pada zaman revolusi kemerdekaan etnis Tionghoa jadi sasaran amuk kaum pribumi di kota Malang. Kekerasan etnis Tionghoa di Malang ini terjadi pada rentang waktu tahun 1945-1947. Konon etnis Tionghoa dibantai oleh para pribumi akibat taktik adu domba Belanda menghancurkan pertahanan republik.

Tragedi pembantaian etnis Tionghoa di Malang ini membuat siapapun yang melihatnya ngeri. Sebab kaum pribumi waktu itu tidak mengenal muda tua, laki-laki dan perempuan, asalkan mereka dari etnis Tionghoa maka akan dibantai habis.

Permusuhan yang berakhir dengan pembantaian ini juga didukung oleh karena salah seorang pejuang berpengaruh –Bung Tomo, menganggap etnis Tionghoa sebagai kolaborator Belanda.

Baca Juga: Chung Hwa Hui, Organisasi Tionghoa Tertua di Indonesia

Karena pernyataan Bung Tomo itu maka banyak para pejuang di Malang melakukan perlawanan pada etnis Tionghoa. 

Hampir seluruh rumah-rumah mewah milik orang Tionghoa dirusak dengan cara dibakar. Begitu pun dengan penghuninya –disiksa, diperkosa, dan dibakar hidup-hidup.

Sejarah Kekerasan Etnis Tionghoa di Malang, Meredam Sentimen dengan Organisasi AMT

Menurut Geza Surya Pratiwi dalam Jurnal Lembaran Sejarah, Vol. 18, No. (1) 2022 berjudul, “Kekerasan Terhadap Golongan Tionghoa pada Masa Revolusi di Malang, 1945-1949”, terdapat tokoh Tionghoa berpengaruh di Malang bernama Siaw Giok Bie dan Go Gien Tjwan. Mereka berdua meredam sentimen anti Tionghoa dengan mendirikan Angkatan Moeda Tionghoa (AMT).

Tugas AMT tidak lain adalah membantu perjuangan kaum republik mendapatkan kemerdekaan. Saking seriusnya dengan perjuangan ini beberapa anggota AMT bergabung dengan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).

Mereka rela mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah air. Etnis Tionghoa dalam AMT memiliki keyakinan yang sama dengan bangsa pribumi –Negara Kesatuan Republik Indonesia milik kita bersama.

Baca Juga: Angkatan Moeda Tionghoa, Organisasi Timur Asing Revolusioner di Indonesia

Selain meleburkan diri ke dalam BPRI, para anggota AMT juga ada yang jadi pembantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

AMT bersama TKR bahkan menegaskan bahwa musuh bangsa Indonesia bukanlah orang Tionghoa melainkan tentara Belanda. Pernyataan ini disampaikan setiap apel pagi atau sebelum para tentara melaksanakan tugas gerilya.

Etnis Tionghoa Kembali Dipandang Negatif Oleh Pribumi

Meskipun AMT menyumbangkan kegiatan yang bersifat mendamaikan antara etnis Tionghoa dengan pribumi di Malang, namun bentuk persaudaraan yang didasarkan atas perasaan yang sama –terjajah tak mampu bertahan hingga lama.

Permusuhan antara etnis Tionghoa dengan pribumi di Malang kembali terjadi pada tahun 1946. Tepatnya ketika ada oknum Tionghoa bernama Kwee Djoen Siang yang telah mencederai hubungan baik golongan Tionghoa dengan pribumi.

Rupanya setelah ditelusuri lebih dalam apa motif Kwee Djoen Siang mengadu domba lagi etnis Tionghoa dengan pribumi, jawabannya karena ia ditugaskan oleh Belanda yang hendak menciptakan kekacauan pada pertahanan militer di Malang.

Sebagai imbalannya Kwee Djoen Siang dibantu Belanda melancarkan usaha buruknya –mencetak uang palsu lalu disebarkannya ke beberapa pribumi dan golongannya sendiri.

Selain itu Kwee juga sering menggelar propaganda (melalui seni sandiwara) di kalangan Tionghoa supaya benci pada pribumi.

Pernyataan di atas ini sebagaimana Geza (2022) sampaikan dalam kutipan berikut: “walaupun gerakan Kwee Djoen Siang ini tidak terlalu massif namun adanya peristiwa ini telah berkontribusi terhadap menguatnya anggapan di kalangan masyarakat Malang bahwa orang-orang Tionghoa tidak mendukung perjuangan revolusi Indonesia”.

Artinya Kwee Djoen Siang sukses menjalankan tugasnya menghancurkan hubungan baik etnis Tionghoa dengan pribumi di Malang. Akibatnya ketika revolusi Indonesia berkecamuk pribumi melakukan pembantaian massal pada orang-orang Tionghoa tanpa pengampunan.

Baca Juga: Nyonya Ong Thay Hoo, Tionghoa Kaya Asal Bandung Jadi Korban Perampokan 1926

Konflik Etnis Tionghoa dengan Laskar Kemerdekaan

Pada puncaknya, permusuhan antara etnis Tionghoa dengan pribumi terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, telah terjadi konflik antara etnis Tionghoa dengan laskar kemerdekaan.

Mereka saling memerangi satu sama lainnya menggunakan senjata. Pertumpahan darah pun mengucur membasahi tanah di jalan Jagalan, Malang, Jawa Timur.

Laskar revolusi kemerdekaan membantai habis etnis Tionghoa. Mereka dibakar, diperkosa, dan disiksa parah di depan anak-anak. Kejadian ini tidak hanya terjadi di satu tempat –jalan Jagalan, kota Malang, tetapi juga terjadi di daerah Kajoetangan.

Kekerasan yang terjadi di Malang ini melanggar moral manusia, maka konflik berdarah antara etnis Tionghoa dengan laskar kemerdekaan pun dilerai oleh dua tokoh yang saling dituakan kedua belah pihak yang sedang berkonflik.

Mereka tidak lain terdiri dari Residen Malang, Soenarko dan tokoh Tionghoa dari perkumpulan Chung Hua Tsung Hui. Dua tokoh berpengaruh di Malang ini setuju menciptakan perdamaian. Mereka berdua melerai rakyatnya supaya tahan emosi dan jangan tertipu oleh taktik licik adu domba Belanda.

Dua tokoh yang mencerminkan perdamaian ini juga menjelaskan bahwa konflik yang telah terjadi ini secara tidak disadari berasal dari kekuatan Belanda. Mereka sengaja mengadu domba etnis Tionghoa dengan pribumi karena ingin menghancurkan benteng pertahanan kaum republik.

Oleh sebab itu jika rakyat pribumi dan etnis Tionghoa benar-benar ingin merdeka, terbebas dari genggaman Belanda, dan mendapatkan hak kedaulatan sebagai bangsa di negara yang maju, maka konflik ini harus dihentikan. 

Lebih baik lagi dua kekuatan saling menyatu untuk mendorong lebih cepat dimenangkannya kemerdekaan Indonesia. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Ciamis Dukung Swasembada Pangan Nasional dengan Panen Raya dan Pertanian Berkelanjutan

Ciamis Dukung Swasembada Pangan Nasional dengan Panen Raya dan Pertanian Berkelanjutan

harapanrakyat.com,- Kabupaten Ciamis menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung program swasembada pangan nasional melalui partisipasinya dalam panen raya serentak di 14 provinsi Senin (7/4/2025). Acara yang...
Curug Panganten

Wisata Alam Curug Panganten Ciamis Ditutup Sementara, Ini Alasannya 

harapanrakyat.com,- Destinasi wisata alam Curug Panganten di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sadananya, Kabupaten Ciamis untuk sementara tutup mulai 6 April 2025 sampai batas yang belum...
kriminalisasi ulama

Puluhan Advokat di Tasikmalaya Sikapi Dugaan Kriminalisasi Ulama Jelang PSU

harapanrakyat.com,- Puluhan advokat yang tergabung dalam tim advokasi bela ulama Tasikmalaya menyatakan sikap terkait adanya dugaan tindakan kriminalisasi terhadap ulama. Apalagi peristiwa tersebut terjadi...
Asteroid 2024 YR4, dari Ancaman Bumi Menuju Potensi Tabrakan dengan Bulan

Asteroid 2024 YR4, dari Ancaman Bumi Menuju Potensi Tabrakan dengan Bulan

Pada akhir tahun 2024 silam, dunia sains sempat diguncang oleh temuan benda langit yang disebut asteroid 2024 YR4. Objek luar angkasa ini sempat dinilai...
keterlambatan pengambilan sampah

Pengelola TPS Kamisama Kota Banjar Buka Suara Soal Keterlambatan Pengambilan Sampah Warga 

harapanrakyat.com,- Pihak pengelola sampah Mandiri (TPS) Kamisama menanggapi perihal keterlambatan pengangkutan sampah yang dikeluhkan warga lingkungan Siluman Kelurahan/Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar, Jawa Barat. Pengelola TPS...
Jalan tanjakan bohong

Drama di Tanjakan Bohong Tasikmalaya, Jalan Curam yang Bikin Pemudik Panik

harapanrakyat.com,- Tanjakan Bohong Jalan Alternatif Singaparna-Garut di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan salah satu titik rawan kecelakaan. Puluhan pemudik yang melintasi Tanjakan...