Selasa, April 22, 2025
BerandaBerita TerbaruSejarah Kecu, Rampok Sadis di Hutan Purworedjo Tahun 1922

Sejarah Kecu, Rampok Sadis di Hutan Purworedjo Tahun 1922

Sejarah Ketjoe (dibaca: Kecu) merupakan istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut bandit-bandit pedesaan. Pada tahun 1922 berita-berita kolonial kerap mengabarkan praktik Kecu yang terjadi di daerah Purworejo, Jawa Tengah.

Berita ini dimuat oleh surat kabar besar milik Belanda, tak heran informasi tentang kecu tersebar hingga ke seluruh pelosok pulau Jawa. Kecu jadi figur kriminal paling mengerikan di Jawa pada awal dekade abad ke-20 masehi.

Kecu dianggap sebagai bandit desa yang punya banyak jaringan. Artinya walaupun mereka tergolong penjahat-penjahat kampung, akibat punya jaringan yang luas maka Kecu bisa berubah menjadi pelaku kriminal yang paling sadis dan jahat.

Pernyataan di atas terbukti dari peristiwa Kecu di Purworejo kala itu. Kecu di sana terang-terangan menjadi seorang rampok yang sadis. Mereka juga tak segan-segan menghabisi nyawa korbannya apabila ia melawan atau mencoba cari bantuan.

Kecu dikenal sebagai penjahat sakti. Konon mereka mendalami ilmu kadugalan. Ilmu tersebut mengarah pada aliran ilmu hitam yang bisa membuat seseorang menjadi kebal dan tahan serangan senjata.

Baca Juga: Pasar Betawi Tahun 1922, Sentral Kopi Robusta Palembang Langganan Kolonial

Sejarah Gerombolan Kecu di Purworejo, Berjumlah 40 Orang

Menurut surat kabar Sin Po yang terbit pada hari Sabtu, 1 Juli 1922 bertajuk, “Kawanan Ketjoe”, tidak seperti fenomena kecu di daerah lain, mereka para Kecu di Purworedjo kerap melakukan aksi perampokannya secara ramai-ramai. Kala itu praktik kecu di Purworejo bahkan seluruhnya berjumlah 40 orang.

Mereka mendatangi rumah-rumah priyayi di pedesaan Purworejo untuk menggasak harta bendanya. Konon karena pedesaan itu dulunya dihuni oleh mantan prajurit Pangeran Diponegoro, praktik kecu itu dapat digagalkan.

Salah seorang priyayi desa mencoba membangunkan seluruh penduduk dan memberitahu ada praktik kecu di rumahnya. Mereka pun bangun dan bergegas mengambil senjata untuk melawan bandit-bandit kampung tersebut.

Peristiwa ini terjadi sebagaimana yang digambarkan oleh wartawan Sin Po (1922) berikut:

“Belon berselang brapa lama di satoe desa dalem Afdeling Poerworedjo soeda dibikin perampokan. Dimana 40 orang ada ambil bagian. Antara marika ada djoega 2 orang jang doeloe bekerdja pada roema gade gouverment. Lantaran penduduk soeda kasi denger tanda bahaja, maka itoe kawanan soeda melarikan diri dengen tidak gondol apa-apa”.

Para kecu yang berjumlah 40 orang itu gagal mendapatkan harta milik priyayi desa. Mereka tunggang langgang pulang menuju tempat persembunyiannya kembali. Belakangan baru tahu jika desa yang mereka sambangi berisi mantan prajurit Pangeran Diponegoro.

Baca Juga: Kecelakaan Maut di Surabaya Tahun 1937, Wanita Tionghoa Terlindas Truk

Kecu Menyasar Elit Pribumi dan Belanda

Masih menurut Sin Po (1922), Kecu menyasar elit pribumi dan Belanda. Bagi mereka dua golongan di atas adalah musuh yang harus diperangi. Akibat dua kekuatan ini masyarakat desa tertindas, mereka memeras orang-orang desa dalam bentuk pajak dan perbudakan.

Kecu yang berasal dari bandit-bandit pedesaan tak terima dengan praktik ini. Maka dari itu mereka melakukan perlawanan pada golongan elit pribumi dan Belanda dengan cara yang kriminal.

Andai saja waktu itu elit pribumi tidak melakukan penindasan pada rakyat kecil, besar kemungkinan praktik Kecu hanya menyasar orang-orang Belanda saja.

Namun sayang bandit-bandit desa ini terlanjur kesal dengan golongan elit pribumi yang berperilaku lebih kejam dari Belanda. Mereka kadang melakukan intimidasi pada rakyat kecil untuk kepentingan pribadi.

Golongan elit pribumi acap kali memperlakukan masyarakat kecil pedesaan sebagai budak yang dipaksa menurut.

Maka dari itu Kecu memposisikan dirinya sebagai representasi suara orang miskin. Kecu adalah kejahatan yang terbentuk dari aspirasi masyarakat kecil di pedalaman Jawa.

Salah satunya di lingkungan orang tak mampu di desa-desa kecil Purworejo, Jawa Tengah. Sampai tahun 1940-an, praktik Kecu di Purworejo masih melegenda.

Kebiasaan Kecu Melakukan Pembegalan di Tempat Sepi

Dalam catatan sejarah, rombongan Kecu biasa tinggal di pedalaman hutan-hutan rimba. Mereka berada di sana untuk menghindari kejaran Veld Politie dan masyarakat yang dahulu pernah jadi korban pembegalan.

Kecu berlindung dari penangkapan polisi kolonial di tengah-tengah hutan belantara bersama hewan liar yang menyeramkan.

Kendati begitu kebiasaan hidup di hutan membuat rombongan Kecu paham dengan kondisi geografis tempatnya. Mereka semakin mengerti jalan dan alternatifnya apabila sedang dalam bahaya pengejaran massa.

Selain itu para Kecu juga kerap mengandalkan keahlian memahami kondisi geografis ini untuk menentukan titik-titik perampokan.

Karena hal ini mereka pahami secara matang maka Kecu sering mengandalkan tempat-tempat sepi di sekitar markasnya untuk melakukan praktik pembegalan.

Baca Juga: Kisah Grup Sandiwara Dardanella Keliling Asia dan Eropa Tahun 1934

Kecu-kecu sadis itu tak jarang membunuh si korban dengan kejam, saking sadisnya si korban setelah dibunuh dibiarkan di tengah hutan hingga jasadnya dimakan oleh hewan buas tak bersisa.

Kebiasaan sadis ini membuat Kecu ditakuti oleh masyarakat Purworejo. Biasanya korban-korban perkecuan di tengah hutan berasal dari budak orang Belanda.

Mereka membawa pedati berisi beras, gandum, dan kacang-kacangan untuk logistik masyarakat Eropa di perkotaan.

Ketika jalan satu-satunya harus melewati hutan rimba berisi gerombolan Kecu, maka mau tidak mau mereka mereka harus menghadapinya. Namun kebanyakan pengendara pedati itu kalah. Mereka sering jadi korban keganasan Kecu-kecu sadis tak berperikemanusiaan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

DPRKPLH Ciamis Tinjau Lokasi Pembuangan Kotoran Ayam yang Cemari Udara di Purwasari

DPRKPLH Ciamis Tinjau Lokasi Pembuangan Kotoran Ayam yang Cemari Udara di Purwasari

harapanrakyat.com,- Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Ciamis meninjau lokasi pembuangan kotoran ayam yang mencemari udara di Dusun Padomasan, Desa...
ASEAN All Stars vs MU, Bek Timnas Indonesia Jay Idzes Berpeluang Jadi Kapten

ASEAN All Stars vs MU, Bek Timnas Indonesia Jay Idzes Berpeluang Jadi Kapten

Si Setan Merah, Manchester United, akan menghadapi tim ASEAN All Stars dalam laga khusus pra musim di Malaysia. Bek Timnas Indonesia, Jay Idzes rumornya...
Warga Kabupaten Tasikmalaya Gagal Berangkat Haji

Puluhan Warga Kabupaten Tasikmalaya Gagal Berangkat Haji

harapanrakyat.com,- Sebanyak 30 warga Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat gagal berangkat haji tahun 2025. Hal itu disampaikan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tasikmalaya saat menggelar manasik...
chat pengakuan Paula Verhoeven

Hotman Paris Sebar Chat Pengakuan Paula Verhoeven Berduaan di Kamar Tamu, Picu Pro Kontra

harapanrakyat.com,- Hotman Paris unggah chat pengakuan Paula Verhoeven yang menyebut dirinya berduaan dengan pria lain di kamar. Alhasil kisruh perceraian antara Paula Verhoeven dan...
RSUD Pandega Pangandaran Kini Punya Alat Crossmatch Otomatis

RSUD Pandega Pangandaran Kini Punya Alat Crossmatch Otomatis, Apa Fungsinya?

harapanrakyat.com,- RSUD Pandega Pangandaran, Jawa Barat, kini mempunyai alat crossmatch otomatis. Dengan memiliki alat tersebut, maka RSUD Pandega merupakan 1 dari hanya 3 rumah...
Eksploitasi mantan pemain sirkus Taman Safari

Respons Dedi Mulyadi Soal Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus Taman Safari

harapanrakyat.com,- Kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap mantan pemain sirkus Taman Safari ramai diperbincangkan publik. Video yang menampilkan curhatan para mantan pegawai itu viral...