Selasa, April 15, 2025
BerandaBerita TerbaruLarangan Berbaju Pendek Bagi Wanita di Tiongkok Selatan Tahun 1934

Larangan Berbaju Pendek Bagi Wanita di Tiongkok Selatan Tahun 1934

Pada hari Rabu, 24 Oktober 1934, pemerintah Nanyang di Tiongkok Selatan telah mengumumkan kebijakan baru yang dinilai menarik perhatian sebagian besar masyarakat Muslim. Pemerintah Nanyang mengumumkan kebijakan tentang larangan pada wanita Tiongkok memakai baju berlengan pendek.

Kebijakan ini membuat sebagian wilayah di Selatan Tiongkok geger. Akan tetapi bagi masyarakat Tiongkok yang memeluk agama Islam kebijakan ini justru disambut dengan baik.

Aturan baru yang bersifat mendisiplinkan gaya hidup wanita Nanyang memiliki hukuman yang bisa menimbulkan efek jera. Jika ada wanita Tiongkok Selatan tetap memakai baju berlengan pendek, maka petugas razia akan memberikan hukuman.

Hukuman tersebut adalah sanksi sosial yang memalukan: mereka akan mengecat merah lengan si wanita berbaju pendek.

Baca Juga: Sejarah Kamikaze, Pasukan Berani Mati Jepang di Udara

Selain untuk menyeragamkan kedisiplinan gaya hidup wanita di Tiongkok, aturan itu juga bermaksud untuk menjaga kehormatan seorang wanita. 

Konon karena gaya berpenampilan yang kekurangan bahan menjadi faktor utama pemicu pemerkosaan yang sering terjadi di pusat kota Nanyang.

Pemerintah Nanyang juga menerapkan aturan ini supaya memiliki keselarasan hidup dengan masyarakat Muslim di Tiongkok. Sebagaimana kita ketahui bersama Tiongkok adalah negara yang memiliki kontak kebudayaan sejak lama dengan para pemuka Islam. Salah satunya menciptakan masyarakat Muslim Hui, Xinjiang –Uyghur, Ningxia, Gansu, dan Qinghai.

Berita Larangan Berbaju Pendek Bagi Wanita di Tiongkok Sampai ke Jawa Barat

Dalam surat kabar Sinar Pasoendan yang terbit pada tanggal 24 Oktober 1934 bertajuk, “Larangan dibadjoe teu nganggo leungeunan”, berita larangan berbaju pendek bagi wanita di Tiongkok sampai ke khalayak pembaca di daerah Jawa Barat.

Menurut berita tersebut kebijakan yang relatif langka diterapkan di negara yang bukan mayoritas Islam ini, merupakan pembentukan norma kedisiplinan berpenampilan masyarakat Tiongkok Selatan yang patut diapresiasi oleh seluruh masyarakat Muslim di Indonesia.

Mengetahui berita ini para aktivis Islam di Priangan Utara mendukung gerakan tersebut hadir di Jawa Barat. Mereka berinisiatif memberi usul pada pemerintah kolonial untuk menerapkan kebijakan yang mengatur larangan berbaju pendek bagi wanita sebagaimana yang terjadi di Nanyang, Tiongkok Selatan.

Baca Juga: Mitologi Perkawinan Sedarah di Irian Barat, Kisah Ibu Mengawini Anaknya

Salah satu latar belakang aktivis Muslim yang mengusulkan gerakan ini perlu ada di Hindia Belanda tidak lain adalah karena mayoritas penduduk Hindia Belanda adalah orang Islam. 

Menutup aurat bagi perempuan Islam merupakan salah satu anjuran agama yang paling penting, maka dari itu jika aturan ini disetujui maka rakyat pribumi dari kalangan orang Islam di Jawa Barat akan mendukung baik pemerintah kolonial.

Harapan para aktivis Islam di Jawa Barat saat itu larangan berbaju lengan pendek bagi wanita, bisa membuat kaum hawa di tanah Sunda semakin tertib menjaga aurat. 

Perilaku ini juga bisa melindungi mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti maraknya pemerkosaan yang dilakukan oleh lelaki hidung belang tak bertanggung jawab.

 Kebijakan yang Ditentang Pemerintah Kolonial

Nampaknya usul aktivis Islam di Jawa Barat yang menginginkan penegakan larangan menggunakan lengan pendek bagi wanita ditentang oleh pemerintah kolonial. Mereka tak setuju dengan usulan ini karena Belanda khawatir energi Islam bisa membuat birokrasinya runtuh berkeping-keping.

Pemerintah Hindia Belanda meyakini jika kebijakan ini diterapkan maka yang akan terjadi adalah kerusuhan. Ketika orang Islam di Hindia Belanda semakin disiplin dalam beribadah, maka hal itu berpengaruh pada kesadaran mereka terhadap sistem buruk imperialisme dan kolonialisme yang selama ini dilakukan oleh Belanda.

Akibatnya bisa membuat gerakan-gerakan revolusioner secara massif. Apalagi di daerah Jawa Barat yang kebanyakan dikelilingi oleh pondok pesantren dan tokoh-tokoh pemuka agama Islam berpengaruh. Apabila kebijakan itu disetujui oleh Belanda maka besar kemungkinan bisa menjadi ancaman politis bagi pemerintah kolonial.

Dengan demikian, pemerintah kolonial Belanda melarang tegas seluruh aktivis Islam di tanah Sunda untuk menerapkan kebijakan yang sama seperti di Tiongkok Selatan. 

Belanda melarang aturan yang menerapkan kedisplinan pakaian tertentu, bagi Belanda semua wanita berhak menentukan pilihan pakaiannya masing-masing.

Rakyat Jawa Barat Memuji Negara Tiongkok

Akibat usulan para aktivis Islam yang menginginkan larangan bagi wanita memakai baju berlengan pendek, membuat rakyat Jawa Barat memuji negara Tiongkok. 

Menurut masyarakat di tanah Sunda, negara Tiongkok memiliki kepekaan yang luar biasa pada penduduknya yang minoritas dari kalangan Islam. Pada tahun 1934 masyarakat dan pemerintah Tiongkok terkenal punya toleransi beragama yang tinggi.

Baca Juga: Sejarah Hari Perempuan Internasional, Dipelopori Buruh Wanita Tahun 1908

Rakyat di Jawa Barat pesimis dengan pemerintah Barat yang tidak mengizinkan kebijakan tersebut lahir di dalam kebudayaan wanita Sunda. Belanda justru memandang pesimis apabila kebijakan itu terbit di negaranya maka bisa membuat keadaan politik dan birokrasinya kacau.

Kendati mendapat penolakan dari pemerintah, umat Islam di Jawa Barat kerap menyerukan dukungannya pada seluruh umat Islam yang ada di Hindia Belanda. Supaya tidak terlena masuk dalam jerat arus budaya Barat.

Rakyat di Jawa Barat harus melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang Timur. Paling tidak melihat pada kedisiplinan negara tetangga di Asia seperti yang terjadi di Nanyang, Tiongkok Selatan. Seruan ini sebagaimana tertulis menggunakan bahasa Sunda dalam surat kabar Sinar Pasoendan (1934) berikut:

“Kapalidkeun koe ombakna djaman Barat anoe baloekarna mah tangtos awon. Koemargi parantos kaetang roepina koe pamarentah Tiongkok Selatan geus tangtos: Zedelijkheid (moralitas) Timoer bakal reksak oepami istri-istri diantep kitoe. Nja teras ngaloerkeun larangan anoe keras tadi!”. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu) 

Kawasan Longsor Bogor

Pulihkan Kawasan Longsor Bogor, Dedi Mulyadi Siapkan Ruang Hijau Leuweung Batu Tulis

harapanrakyat.com,- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengecek lokasi longsor di Jalan Saleh Danasasmita, Kecamatan Bogor Selatan, bersama Wali Kota Bogor, Dede Rachim, Senin...
Dokter kandungan cabul di Garut

Heboh Dokter Kandungan Cabul di Garut, Manajemen Klinik Mengaku Dirugikan

harapanrakyat.com,- Oknum dokter di Garut, Jawa Barat yang melakukan pelecehan terhadap pasien ibu hamil ternyata sudah praktik 2 tahun di klinik Karya Harsa yang...
larangan pelajar bawa motor ke sekolah di Kota Banjar

Tanpa Surat Edaran, Larangan Pelajar Bawa Motor di Kota Banjar Sudah Berjalan Sejak Lama

harapanrakyat.com,- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Banjar, Jawa Barat, sebut larangan pelajar bawa sepeda motor saat berangkat sekolah sudah berjalan sejak lama. Kepala Disdikbud...
Polisi Cek TKP Ruangan Klinik Tempat Pelecehan Dokter Kandungan di Garut

Polisi Cek TKP Ruangan Klinik Tempat Pelecehan Dokter Kandungan di Garut

Harapanrakyat.com,- Kasus pelecehan yang dilakukan oknum dokter kandungan di Garut, Jawa Barat, masih didalami aparat kepolisian. Sejak Selasa (15/4/2025) siang, polisi dari Polres Garut...
tanah bergerak ancam puluhan rumah di Ciamis

Tanah Bergerak Ancam Puluhan Rumah di Ciamis, PVMBG Ingatkan Bahaya Jalur Sesar Aktif

harapanrakyat.com,– Tanah bergerak ancam puluhan rumah di Desa Neglasari, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hal itu membuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi...
Azizah Salsha Tidur Saat Mobil Nyemplung Parit, Ekspresi Tenangnya Jadi Sorotan

Azizah Salsha Tidur Saat Mobil Nyemplung Parit, Ekspresi Tenangnya Jadi Sorotan

Kegiatan sosial di Papua menjadi panggung kejutan bagi istri Pratama Arhan. Saat rekan-rekannya heboh karena mobil masuk parit, Azizah Salsha tidur dengan lelapnya. Aksi...