Krijono adalah salah seorang pelukis penting yang namanya kurang terakses oleh publik. Nama besar Krijono kemudian muncul di kalangan perupa Indonesia tahun 1993 karena pengamat Seni Rupa Agus Dermawan T menyebut Krijono sebagai perupa penganut mazhab Bowres. Krijono juga dikenal sebagai pelukis gajah.
Lantas apa itu mazhab Bowres? Mazhab Bowres adalah kepercayaan pelukis dunia terhadap sejarah. Mereka percaya jika sejarah adalah obor untuk menerangi masa lalu agar generasi berikutnya tahu yang baik dan paham yang buruk.
Biasanya lukisan penganut mazhab Bowres memiliki slogan menjunjung yang istimewa dan melipat yang nista.
Lalu apa menariknya? Bagi para perupa di Indonesia mazhab Bowres merupakan teori pelukis yang sulit namun menghasilkan karya yang indah.
Maka dari itu jarang sekali perupa tanah air yang menganut mazhab ini. Bisa dibilang Krijono lah pelopor mazhab Bowres dalam dunia seni rupa Indonesia.
Baca Juga: Vincent van Gogh, Pelukis Ternama yang Gagal jadi Pendeta
Lukisan-lukisan karya Krijono menggunakan mazhab Bowres terdiri dari gajah sebagai objek utamanya. Gajah merupakan hewan yang unik dan paling disukai oleh Krijono.
Ia dengan gajah seperti punya kedekatan tersendiri yang tak bisa dijelaskan dengan pikiran orang biasa. Ada apakah sebenarnya Krijono dengan gajah? Berikut ulasannya.
Krijono Pelukis yang Produktif: “Sering Berpameran”
Menurut surat kabar Suara Pembaruan yang terbit pada tanggal 9 Maret 2001 bertajuk, “Krijono dan Industri Seni Lukis”, Krijono (dibaca: Kriyono) merupakan salah seorang pelukis yang paling produktif di Indonesia.
Sehari-hari membuat lukisan minimal satu dan mengkurasinya untuk berpameran. Tidak seperti kebanyakan pelukis terkenal lainnya yang menunggu mood untuk melukis,
Krijono justru disiplin melukis tanpa harus menunggu mood. Kapan, dimana, sedang apa pun Krijono dituntut bisa menghasilkan minimal satu lukisan setiap hari.
Hal ini membuat nama Krijono disejajarkan oleh Agus Dermawan T dengan seniman-seniman kondang lain seperti, Dede Eri Supria, Made Wianta, dan Heri Dono. Bahkan mengutip perkataan Agus, Krijono terbilang produktif dari seniman-seniman tersebut.
Menurut Agus Dermawan T dalam buku berjudul, “Krijono, The Flying Elephant” (2000), sebagai imbas produktivitasnya yang mencengangkan, membuat Krijono cepat terkenal di masyarakat seni rupa Indonesia. Ia dianggap seniman paling produktif di era millennium.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, kebanyakan karya visual Krijono berdasar pada bentuk hewan mamalia besar: gajah. Konon Krijono menganggap gajah sebagai hewan yang utopis, seharusnya mereka ada di era dunia berikutnya.
Maka dari itu Krijono menggambarkan gajah menggunakan sayap dengan warna mencolok dengan garis-garis tegas dan kuat menjadi benda yang kolektibel.
Baca Juga: Le Mayeur de Merpres, Saat Pelukis Belgia Tergila-gila pada Wanita Bali
Gajah karya Krijono disukai banyak kolektor seni berselera utopia dan rindu hari depan. Karya Krijono futuristik –menyongsong zaman baru.
Setelah karya lukisnya dikurasi oleh Krijono sendiri, maka terjadilah pergumulan anak-anak seni rupa memperbincangkan puluhan pamerannya di Jakarta, Bali, dan beberapa kota di Mancanegara lainnya. Adapun yang lebih mencengangkannya lagi ribuan lukisan Krijono dengan cepat laris dan berpindah tempat ke gallery-gallery kolektor.
Krijono Dibalik Lukisan Gajah
Masih menurut Agus Dermawan T, alasan mengapa Krijono sering menampilkan gajah dalam karya lukisnya, terjawab oleh pernyataannya sendiri yang mengatakan jika gajah baginya sebagai hewan yang melambangkan introspeksi diri. Gajah adalah cerminan manusia seni.
Namun pada intinya ia ingin merepresentasikan gajah hadir sebagai dirinya sendiri. Krijono adalah pelukis gemuk berbobot 120 kilogram yang mengidentikan dirinya sebagai gajah.
Gajah bersayap yang digambarkan oleh Krijono dalam lukisannya melambangkan dirinya sedang terbang melompati era millennium. Era dimana manusia mengalami kaget budaya karena berpindahnya era tradisi menuju modern.
Selain itu Krijono juga sering menjadikan gajah sebagai objek utama lukisannya karena hewan tersebut merupakan lambang kecerdasan.
Bahkan dalam agama Hindu, gajah adalah dewa ilmu pengetahuan, anak dari maha dewa Siwa: penguasa bumi dan langit dalam kepercayaan umat Hindu.
Pada hakikatnya gajar yang dilukiskan oleh Krijono melambangkan makhluk hidup yang siap menembus zaman. Apapun zaman yang akan dilalui oleh manusia kelak, maka gajah akan selalu hidup dan menjadi simbol modernitas.
Baca Juga: Kisah Pelukis Affandi, Selamat dari Maut karena Daun Pisang
Krijono, Pelukis yang Meminati Bidang Sejarah
Masyarakat seni rupa Indonesia mengenal Krijono sebagai perupa yang meminati bidang sejarah. Hal ini tercermin dari prinsip Krijono saat melukis menganut mazhab Bowres.
Claude G Bowres merupakan sejarawan Amerika yang menginspirasi Krijono dalam karyanya. Ia melahirkan teori tentang landasan seni rupa modern harus berkaca pada sejarah. Sebab sudah sepantasnya para seniman memberikan pencerahan untuk masa mendatang, dan pencerahan itu hanya bisa diperoleh dari bidang ilmu sejarah.
Bagi Krijono pernyataan teori Bowres begitu klop dengan ilmu seni rupa modern. Dengan kata lain seharusnya para pelaku seni rupa millennium harus menggunakan teori ini untuk menghasilkan karya yang menarik dan futuristik.
Seniman jebolan sekolah tinggi seni rupa ASRI (1989) terbukti sukses jadi pelukis hebat akibat memvisualkan kata-kata sejarawan Bowres.
Bahkan saat pameran yang dibuka oleh (alm). Prof. Srihadi Soedarsono pada tahun 2000-an, dari 19 lukisan yang dipamerkan ada 25 yang terjual. Artinya selain yang dipamerkan habis terjual, Krijono memperoleh 6 pesanan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)