Kisah Marsinah merupakan perjalanan pahlawan buruh yang perlu diketahui. Pasalnya kisah Marsinah menjadi gambaran perjuangan kaum buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.
Marsinah adalah seorang buruh pabrik dari sebuah perusahaan di daerah Sidoarjo, Jawa Timur. Perusahaan tempat Marsinah bekerja tersebut bernama PT. Catur Putra Surya yang bergerak di bidang pembuatan arloji.
Kisah pembunuhan Marsinah ini berawal dari adanya Surat Edaran No. 50 tahun 1992 yang berisi imbauan dari Gubernur Jawa Timur kepada pengusaha untuk menaikan gaji karyawan.
Melihat kebijakan ini tentu menjadi sebuah keberatan tersendiri bagi PT. Catur Putra Surya. Melihat gelagat yang tidak menyetujui surat edaran tersebut, karyawan PT. Catur Putra Surya melakukan aksi unjuk rasa yang terjadi pada 3-4 Mei 1993.
Ia terlibat dalam persiapan unjuk rasa hingga menggalang rekan-rekannya untuk melakukan mogok kerja sebelum tuntutan mereka dipenuhi.
Baca Juga: Jenderal LB Moerdani, Intelijen Misterius yang Hidup di Era Orde Baru
Kisah Pahlawan Buruh Bernama Marsinah
Menurut Dhianita Kusuma Pertiwi dalam, “Mengenal Orde Baru” (2021) Sosok Marsinah agaknya telah menjadi legenda di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya berkaitan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia .
Perjuangan Marsinah sebagai seorang buruh ini berawal ketika pada 2 Mei ia terlibat dalam rencana unjuk rasa terhadap perusahaan PT. Catur Putra Surya.
Rapat tersebut membahas terkait scenario dan tuntutan apa saja yang akan dilakukan terhadap PT. Catur Putra Surya.
Aksi selanjutnya dimulai tepat pada 3 Mei dengan menggalang massa untuk mogok kerja. Aksi yang dilakukan ini sampai membuat Koramil (Komandan Rayon Militer) turun tangan untuk mencegah buruh PT. Catur Surya Putra.
Aksi unjuk rasa baru dilakukan tepat pada 4 Mei 1993 dengan mengajukan 12 tuntutan kepada perusahaan. Salah satunya tuntutan yang disuarakan oleh Marsinah dan rekan-rekannya adalah mengenai upah pokok yang awalnya Rp. 1.700/hari menjadi Rp. 2.250/hari.
Tepat pada keesokan harinya rekan-rekan Marsinah yang terlibat dalam aksi unjuk rasa itu dipecat oleh pihak perusahaan.
Sejak tanggal 5 Mei pada malam harinya inilah kabar mengenai Marsinah hilang tanpa kabar. Ia baru ditemukan setelah 3 hari dari tanggal ia hilang.
Dibunuh ketika Orde Baru
Marsinah ditemukan kembali pada 8 Mei dalam keadaan terkapar di gubuk 200 meter dari pabrik tempat ia bekerja.
Terdapat berbagai luka siksaan dan penganiayaan di sekujur tubuhnya. Kondisi ini membuktikan bahwa kematian Marsinah tidaklah terjadi begitu saja. Melainkan terdapat berbagai bentuk penganiayaan dan pemaksaan sebelumnya.
Baca Juga: Sejarah Supersemar 1966, Penanda Beralihnya Orde Lama ke Orde Baru
Menurut T. Mulya Lubis dalam “Jalan Panjang Hak Asasi Manusia: Catatan Todung Mulya Lubis” (2005), Buku tentang Marsinah ini belum bisa ditutup meski Marsinah sudah meninggal, 8 Mei 1993.
Masih terdapat banyak catatan janggal mengenai siapa dibalik pelaku pembunuhan Marsinah. Isyarat lain yang mestinya ditangkap juga adalah mengenai perjuangan kaum buruh dalam menuntut hak-haknya terutama kaum perempuan.
Tidak heran kasus ini pun pernah mendapatkan perhatian dari dunia. Bahkan kasus ini pernah dibahas dalam perhelatan Hak Asasi Manusia di Wina.
Bahkan TIM GSP dari Amerika Serikat berusaha mengumpulkan bukti-bukti mengenai kasus kematian dari Marsinah ini.
Kasus kematian Marsinah ini memang sepatutnya mendapatkan perhatian public. Mengingat terdapat berbagai kejanggalan salah satunya adalah penggunaan senjata api dalam pembunuh Marsinah.
Menurut kesaksian Dokter Forensik, dr Mun’im Idris yang membaca hasil visum dari kematian Marsinah terdapat bukti penggunaan senjata api pada pembunuhan Marsinah.
Bukti tersebut ditemukan pada lubang kemaluan Marsinah yang terkoyak karena bekas tembakan senjata api.
Kondisi ini menurut dr. Mun’im Idris sebenarnya sudah menunjukkan siapa pihak yang seharusnya dijadikan tersangka. Mengingat pada masa Orde Baru akses peredaran senjata api hanya dimiliki kelompok tertentu.
Penyelidikan Kasus
Penyelidikan kematian Marsinah sampai hari ini sebenarnya masih belum menemui titik final. Meskipun sudah terdapat tersangka dalam pembunuhan ini, masih ada beberapa pihak yang belum puas.
Nur Muhammad Wahyu Kuncoro, dalam “69 Kasus Hukum Mengguncang Indonesia” (2012), menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Sidoarjo menggelar persidangan kasus kematian Marsinah dengan 9 orang terdakwa.
Baca Juga: Sejarah Intelijen di Indonesia, dari Orde Baru hingga Era Reformasi
Salah satu pihak yang dinyatakan sebagai terdakwa adalah Yudi Susanto bersama dengan staf-stafnya.
Di pengadilan ia divonis 17 tahun penjara bersama dengan staf-stafnya yaitu 12 tahun penjara. Namun, mereka kemudian dibebaskan karena mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Proses pengadilan ini dinilai memiliki banyak kejanggalan, salah satunya adalah dugaan mengenai keterlibatan tentara dalam kasus tersebut.
Mengingat pada saat aksi mogok terdapat keterlibatan Kodim dalam penertiban tersebut. Selain itu juga, Marsinah sempat mengunjungi Kodim untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang hilang pasca penangkapan.
Kasus kematian Marsinah ini merupakan salah satu catatan kelam pelanggaran HAM di Indonesia. Bahkan, hingga hari ini masih belum jelas siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
Namun, meskipun Marsinah telah tiada, benih-benih perjuangan kaum buruh akan senantiasa terus bermunculan. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)