Pada tanggal 7 September 1901 pemerintah kolonial Hindia Belanda mengumumkan pembentukan komunitas teosofi Barat di Semarang, Jawa Tengah. Peresmian ini ditandai dengan berdirinya loge teosofi di Semarang –loge: altar tempat berkumpulnya intelektual Barat di Jawa.
Kendati begitu pendapat lain mengatakan bahwa komunitas teosofi Barat di Hindia Belanda nampaknya sudah ada sejak tahun 1881. Hal ini terlihat dari bangunan loge teosofi Barat yang lebih tua dari Semarang ada kota Pekalongan.
Para pelaku teosofi Barat berasal dari intelektual Eropa –kebanyakan Belanda. Mereka mempercayai apa pun yang terjadi di dunia ini selalu berangkat dari sebuah struktur. Dengan kata lain komunitas teosofi Barat menentang seluruh hal yang bersifat retrokognisi (gaib).
Baca Juga: Mengenal Vroedvrouw Sadjaah, Bidan Pribumi Pertama di Garut Tahun 1934
Seluruh kegiatan komunitas teosofi Barat cenderung bertolak belakang dengan semangat kolonial. Mereka memusuhi pemerintah Belanda karena secara terang-terangan melakukan penindasan kepada rakyat pribumi.
Karena pernyataan itu komunitas teosofi Barat mendapatkan dukungan dari golongan pribumi, para penganut teosofi Barat bahkan dibantu oleh golongan pribumi mengadakan kongres di loge Betawi, Gambir Wetan, Batavia pada April 1912.
Kongres ini kurang lebih mendiskusikan pembelaan terhadap kaum pribumi dan mendirikan komunitas teosofi bernama Nederlandasche –Indische Theosofiesche Vereeniginig (NITV). Adapun sebagai ketua komunitas tersebut bernama Dirk van Hin Loopen L.
Gerakan Teosofi Barat Membentuk Golongan Pribumi Nasionalis
Sebelum adanya pergerakan Nasional yang ditandai dengan lahirnya organisasi Boedi Oetomo (1908), gerakan teosofi Barat telah membentuk golongan pribumi Nasionalis sejak awal abad ke-20 masehi.
Menurut Prapdipto Niwandhono dalam Jurnal Lembaran Sejarah, Vol. 1, no. (1) April 2014 berjudul, “Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya Terhadap Kaum Priyayi Nasionalis Jawa 1912-1926”, kebanyakan golongan pribumi Nasionalis berasal dari kelompok priyayi Jawa.
Konon hal ini lah yang kemudian membentuk adanya organisasi Boedi Oetomo. Mengingat organisasi tersebut didirikan oleh seorang intelektual Jawa dari golongan priyayi, dr. Wahidin Soedirohusodo.
Baca Juga: Sejarah Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan, Usaha Daendels Perbaiki Administrasi di Jawa
Para elit Jawa dari golongan priyayi kerap berkumpul dengan orang Belanda penganut teosofi Barat. Mereka membicarakan banyak persoalan terutama masalah penindasan, perampasan, dan penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Dari diskusi-diskusi ini lahirlah golongan pribumi Nasionalis. Mereka mencintai negeri sendiri dan tidak ingin ada kaum asing yang mencampurinya. Pada intinya golongan pribumi Nasionalis ini ingin mendirikan pemerintahan sendiri alias kemerdekaan.
Gerakan Teosofi Barat Tidak Mengakui Stratifikasi Sosial Buatan Kolonial
Tidak hanya mempengaruhi rakyat pribumi mewujudkan kemerdekaan, gerakan teosofi Barat juga tidak pernah mengakui stratifikasi sosial buatan kolonial. Mereka menganggap semua penduduk di Hindia Belanda sama tidak ada sekat pemisah.
Hal ini membuat rakyat pribumi simpati pada perkumpulan teosofi Barat. Mereka kemudian ingin mengetahui lebih dekat apa itu perkumpulan teosofi Barat. Akibatnya banyak pribumi dari kalangan priyayi yang ikut bergabung dengan organisasi tersebut.
Pemandangan ini memvisualkan gerakan teosofi Barat sebagai perkumpulan yang sukses melakukan asimilasi satu kaum. Para anggota teosofi Barat bahkan berhasil mempersatukan kaum Indo-Eropa dengan rakyat pribumi dalam satu wadah keorganisasian.
Bagi kaum teosofi Barat terwujudnya fenomena multi etnis dalam keorganisasian merupakan gagasan besar yang paling berharga.
Sebab pada hakekatnya manusia tercipta berbeda-beda untuk bersatu di kemudian hari. Para penganut teosofi Barat menjadi organisasi yang menyejukan konflik akibat rasisme.
Baca Juga: Kisah Sutan Sjahrir Dipilih Belanda Jadi Juru Bicara Diplomasi Kemerdekaan RI
Para Priyayi Mendominasi Gerakan Teosofi Barat
Fenomena dominasi priyayi dalam perkumpulan teosofi menandakan adanya ketimpangan wawasan di kalangan pribumi. Sebab hanya orang-orang penuh kecerdasan dan selalu berpikir mendalam yang bisa masuk dan cocok mengobrol dengan misionaris teosofi Barat.
Dominasi priyayi dalam perkumpulan teosofi Barat terutama diisi oleh mereka yang pernah mengenyam sekolah di Belanda. Mereka merasa adanya perkumpulan teosofi Barat di Hindia Belanda sebagai jalan pertama menuju pembebasan kaum bumiputera.
Para priyayi Jawa kemudian mengumpulkan teman-teman satu angkatannya untuk bergabung mendominasi perkumpulan teosofi Barat.
Semangat ini bertujuan agar ketika nanti mereka sudah mendalami ilmu teosofi dengan matang, maka para priyayi itu bisa mentransfer pengalamannya pada rakyat bumiputera biasa.
Dengan begitu gerakan teosofi Barat bukan hanya berhasil mempengaruhi pribumi dari golongan priyayi saja, tetapi juga sukses menjangkau rakyat pribumi biasa yang awalnya tidak punya pengetahuan apapun tentang kehidupan yang berkeadilan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)