harapanrakyat.com – Selama periode Juni 2022 hingga 8 Mei 2023 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima laporan 28 pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu di Jawa Barat. Hingga saat ini, beberapa laporan pengaduan penyelenggara Pemilu itu masih dalam proses persidangan DKPP.
Anggota DKPP RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengungkapkan, laporan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik di Jawa Barat relatif sedikit.
Sedangkan jumlah laporan pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu terbanyak pada periode yang sama yaitu dari Sumatera Utara (54 perkara) dan Aceh (24 perkara).
“Secara nasional, total laporan pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang DKPP terima sebanyak 302 perkara. Ada dua jenis laporan pengaduan yang kami terima, yakni kategori tahapan Pemilu dan non-tahapan Pemilu,” ungkap Dewa.
Baca Juga : Dua Parpol di Kota Banjar Gagal Ikut Pemilu 2024, Kenapa?
Dewa mengungkapkan hal itu saat diskusi ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu’ bersama perwakilan insan media di Kota Bandung, Senin (15/5/2023) malam.
Sebagai informasi, Pemerintah Pusat membentuk DKPP dengan maksud memeriksa dan memutus aduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Dalam hal penyelenggara Pemilu ini, lanjut Dewa, yakni anggota KPU dan Bawaslu tingkat daerah hingga pusat.
Untuk jenis pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu kategori tahapan Pemilu, kata Dewa, yakni berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu. Sedangkan kategori non-tahapan Pemilu berkenaan dengan perilaku penyelenggara Pemilu.
“Kebanyakan dari pengaduan yang masuk itu soal rekrutmen petugas badan penyelenggara Pemilu. Seperti dugaan pelanggaran saat rekrutmen anggota PPK dan Panwaslu tingkat kecamatan dan kelurahan,” katanya.
Dewa menjelaskan, jika pengaduan masyarakat menyangkut penyelenggara adhoc seperti anggota PPK atau Panwaslu kecamatan dan desa/kelurahan, maka penanganannya berada di Bawaslu atau KPU kabupaten/kota.
“Namun, jika laporan pengaduan dugaan pelanggaran penyelenggara Pemilu menyangkut KPU atau Bawaslu daerah hingga pusat, maka penanganannya di DKPP,” ucapnya.
Syarat Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Bagi masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu ini, kata Dewa, DKPP membuka ruang pengaduan. Ia berkomitmen, DKPP akan menindaklanjuti segala laporan pengaduan masyarakat tersebut.
“Menyampaikan laporannya bisa datang langsung ke DKPP, email, dan pos. Kami pastikan, setiap laporan pengaduan masyarakat ini kami proses. Tentunya pelapor (masyarakat) harus melengkapi setiap syarat administratif laporan pengaduan ini,” tutur Dewa.
Baca Juga : Waspada Penyebaran Hoaks Surat Suara Pemilu, Kenali Ciri-cirinya!
Syarat administratif itu, yakni kejelasan identitas, baik pelapor maupun terlapor. Seperti kejelasan nama dan jabatan identitas terlapor lembaga di penyelenggara Pemilu, baik di KPU maupun Bawaslu. Selain itu, identitas pelapor juga harus jelas dan sesuai dengan kartu penduduk.
“Karena DKPP menindak kepada personal penyelenggara Pemilu, maka identitas pelapor dan terlapor harus jelas,” tuturnya.
Kemudian, kata Dewa, pelapor harus menjelaskan kronologis dan menyertakan bukti setiap dalil laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu tersebut. Jika syarat administrasi ini sudah terverifikasi DKPP, maka pihaknya pun akan melanjutkan ke tahap verifikasi materiil sebelum ke persidangan DKPP.
“Mengenai sanksinya, mulai dari peringatan, memberhentikan sementara jabatan komisionernya tapi tidak dari keanggotaan hingga memberhentikan keanggotaan dari kelembagaan penyelenggara Pemilu. Sudah ada beberapa anggota penyelenggara Pemilu di kabupaten/kota yang mendapat sanksi pemberhentian,” ucapnya. (Ecep/R13/HR Online)