Pada hari peringatan ke-28 Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) tahun 1984, Presiden kedua Republik Indonesia, Jenderal Soeharto mengaku telah difitnah oleh kelompok subversif dengan tuduhan yang kejam dan menyayat hati keluarganya.
Tuduhan mereka macam-macam, paling sedikit tapi meninggalkan sakit yang membekas ketika Presiden Soeharto dituduh jadi orang nomor satu di Indonesia yang memperkaya diri melalui program tender dan nyelir dengan wanita bintang film terkenal.
Walaupun sedikit jengkel Presiden Soeharto tetap bersikap tenang. Kebetulan dalam HUT Kopassandha ini ia sedang mood untuk bercerita.
Sehingga isi pidato penyambutan HUT Kopassandha tahun 1984 oleh Suharto sedikit banyak bercerita unek-unek pada kelompok subversif.
Bagi Presiden Soeharto menangkap kelompok subversif tersebut mungkin mudah. Apalagi ketika unek-unek itu ia sampaikan di acara kemiliteran. Namun ia sadar jika tuduhan atau fitnahan orang-orang subversif bisa membuat kekuasaannya lebih panjang.
Sebab ia percaya fitnah atau tuduhan yang tak benar sama halnya seperti manfaat pupuk terhadap tumbuhan. Pupuk bisa menyuburkan, menyehatkan, dan memperpanjang umur tumbuhan. Begitupun dengan apa yang sedang terjadi pada Presiden Soeharto.
Kendati begitu Presiden Soeharto menyampaikan pidato sambutan dengan mengatakan “Jangan lengah pada gerakan musuh”. Jika memang sudah keterlaluan maka berikan tindakan yang terukur. Lumpuhkan atau hilangkan dari muka bumi ini.
Lantas dari kalangan mana orang-orang subversif yang melakukan tuduhan tidak benar pada Jenderal Suharto? Apa tujuan mereka lakukan itu?
Baca Juga: Kisah Letjen Gatot Soebroto Memaki Soeharto
Presiden Soeharto Difitnah Memperkaya Keluarga Besar Sendiri
Menurut surat kabar Kompas yang terbit pada tanggal 17 April 1980 bertajuk, “Banyak Isyu Dilemparkan untuk Menyingkirkan Presiden Soeharto”, orang nomor satu di Indonesia kala itu dituduh oleh segelintir berita tak jelas asalnya bahwa ia telah memperkaya keluarga besarnya sendiri dengan membuka tender.
Berikut merupakan kutipan pendukung pernyataan di atas yang diambil dari Kompas (1980), “Rabu kemarin, Kepala Negara menyatakan berbagai isyu (menyingkirkan Presiden Suharto) itu misalnya, Nyonya Tien Soeharto menerima komisi menentukan kemenangan tender. Dan seolah-olah jalan Cendana itu sebagai Markas Besar untuk memenangkan tender, komisi, dan lain sebagainya”.
Sambil tertawa tipis sesaat setelah pernyataan di atas terucap, Presiden Suharto melanjutkan obrolannya dengan menjawabnya sebagai berikut, “jangankan memikirkan itu (tender –upaya membangun kerajaan keluarga di tengah kekuasaannya sebagai Presiden), waktu untuk memikirkan kegiatan-kegiatan sosial saja tidak cukup”.
Pernyataan di atas merupakan jawaban atas tuduhan yang tidak benar tentang rumor Presiden Soeharto menerima tender proyek.
Apalagi tender tadi bertujuan untuk memperkaya nasib keluarga besarnya. Presiden Suharto hanya sibuk mengurusi rakyat; merawat ketertiban, perekonomian, dan pembangunan.
Baca Juga: Soeharto dan Hartinah, Kisah Cinta Orang Biasa dan Keturunan Ningrat
Menuduh Presiden Soeharto Memiliki Selir Seorang Bintang Film
Masih menurut berita Kompas (1980), Presiden Soeharto mendapati tuduhan poligami dengan sosok wanita cantik yang berprofesi sebagai bintang film terkenal.
Isu ini muncul dan menyebar di kalangan Mahasiswa dan ibu-ibu. Pelaku penyebar berita bohong ini nampaknya ingin menonjolkan citra buruk Presiden Soeharto di kalangan intelektual muda.
Begitu pun di kalangan ibu-ibu (wanita), pelaku penyebar berita bohong sudah tahu sasaran karena ibu-ibu paling anti dimadu.
Dengan begitu ketika kabar Presiden Soeharto memiliki selir seorang bintang film terkenal, kalangan ibu-ibu akan meresponnya dengan negatif. Maka Soeharto akan mendapatkan penghakiman dari kelompok wanita sebagai Presiden kedua yang tak jauh berbeda dari karakter Presiden pertama.
Adapun berikut pengakuan Presiden Soeharto terkait berita bohong tersebut. Konon Presiden Suharto sama sekali tak pernah mengenal wanita yang dirumorkan menjadi selirnya. “Ini sudah lama dan sekarang ini dibangkitkan kembali. Padahal kenal atau jumpa saja dengan yang bersangkutan tidak”, (Kompas, 1980).
Dugaan semakin besar dilakukan oleh golongan subversif. Mereka rela melakukan apapun untuk menghancurkan kekuasaan Presiden Soeharto. Namun karena bukti tuduhan-tuduhan bohong yang membabi buta itu minim sekali, maka apapun berita miring yang menimpa pria kelahiran Yogyakarta ini tidak pernah benar.
Baca Juga: Sejarah Kelompok Pathuk dan Kisah Persahabatan Soeharto dengan Agen Spionase PKI
Waspada dengan Keadaan, Suharto: Pertahankan Pancasila
Di penghujung pidato Presiden Suharto berpesan pada seluruh ABRI di tanah air tercinta Indonesia. Berhati-hati lah dengan berita bohong dari kelompok subversif.
Mereka adalah orang-orang yang tidak pro pada dasar negara kita, mereka semua justru ingin menggantikan Pancasila dengan macam-macam ideologi.
Presiden Soeharto bisa berpesan demikian karena banyak tuduhan (fitnah) yang sering menimpanya tidak lain bertujuan untuk menyingkirkan jabatannya sebagai Kepala Negara.
Peristiwa ini tidak hanya satu, dua, atau tiga kali terjadi pada Presiden Soeharto. Ia sering mengalami fitnah karena kualitas kepemimpinannya yang hebat.
Pada bait terakhir pidato, Presiden Soeharto menitipkan nasib negara ini pada prajurit-prajurit ABRI. Sebab hanya kepada mereka lah ia bisa percaya. Karena ABRI adalah instansi militer negara yang paling bertanggung jawab atas terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia hingga ke depan.
Presiden Soeharto juga menambahkan, jika ABRI harus punya kepiawaian perang tanpa senjata. Sebab menurut mantan Pangkostrad di era Orde Lama ini, ABRI tidak semata-mata berjuang melawan musuh yang bersenjata, tetapi juga melawan kekuatan subversi. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)